Mediatani – Saat ini pengusaha kelapa ramai meminta Menteri Keuangan, Sri Muliani untuk melakukan pembatasan terkait ekspor kelapa murni ke luar negeri.
Istikanah, salah satu pengusaha briket arang kelapa asal Kendal, Jawa Tengah meminta Sri Mulyani membatasi ekspor kelapa murni alias ‘bulat-bulat’ ke luar negeri sebab dianggap kurang memiliki nilai tambah.
Isti yang juga merupakan Direktur CV Indo Arab Interpise, beranggapan bahwa perusahaan yang didirikannya, bila kelapa diekspor ‘bulat-bulat’ maka rantai bisnisnya menjadi sangat pendek. Bahkan, serapan tenaga kerjanya sangat sedikit.
“Bu Menteri, saat ini besar-besaran ekspor kelapa bulat, kelapa utuh, nilai devisanya tentu berbeda dengan briket-nya dan juga selain dari nilai devisanya, nilai padat karyanya kurang.” ungkap Isti di acara Talk Show Hari Kartini Kementerian Keuangan 2021, Rabu (21/4).
Menurut Isti, jika hanya kelapa bulatnya saja yang langsung diekspor maka alurnya langsung selesai. Namun jika kelapa bulat ini ada batasan ekspor, maka ada nilai nata de coco misal, serabut-nya, arang-nya, sehingga lebih banyak manfaat dari nilai devisanya.
Selain itu, Isti juga mengatakan bahwa ketika industri pengolahan kelapa berjalan, maka akan tercipta hilirisasi produk. Jika hilirisasi produk ada, maka penyerapan tenaga kerjanya pun bisa dilakukan dengan optimal.
“Jadi pertanyaan saya, bisakah pemerintah untuk pembatasan daripada ekspor kelapa bulat ini?” kata Isti yang juga merupakan penerima fasilitas pembiayaan kegiatan ekspor skala UKM dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) itu.
Sri Mulyani memberikan tanggapan bahwa pemerintah akan melihat terlebih dahulu seperti apa kebijakan yang berlaku saat ini dan juga dampaknya pada semua lini, termasuk kepada perekonomian.
Sebab, suka atau tidak, Indonesia sedang membutuhkan peningkatan kinerja ekspor sebagai upaya dalam menopang pertumbuhan ekonomi pascakrisis akibat pandemi covid-19.
Terlebih lagi, potensi ekspor kelapa utuh sebenarnya cukup menjanjikan karena Indonesia memiliki ketersediaan yang banyak untuk komoditas ini.
Sementara pasar internasional, salah satunya di Amerika Serikat, memang membutuhkan pasokan kelapa dari Indonesia.
“Ekspor Indonesia untuk kelapa luar biasa karena saya tahu, ketika saya tinggal di Amerika, enam tahun, itu banyak sekali permintaan terhadap kelapa, karena gaya hidup anak-anak muda sekarang ini, mereka tidak minum lagi minuman berpemanis karbon, mereka lebih suka air biasa, atau kelapa, terutama yang suka olahraga, seperti yoga,” ucap Ani, sapaan akrabnya.
Walaupun memiliki potensi yang luar biasa, namun bendahara negara memastikan bahwa pemerintah tetap melihat dampak realisasi ekspor ini ke hal-hal lain, termasuk dampaknya terhadap industri yang justru membutuhkan kulit kelapa untuk hilirisasi, seperti bisnis briket milik Isti.
“Pasti ibu karena bahan bakunya berasal dari batok kelapa, kalau diekspor ya bahan bakunya hilang, ini persis seperti rotan. Nanti saya akan lihat mengenai fenomena ini,” tandasnya