Masalah pertanian masih menjadi pembicaraan di masarakat, karena sektor ini merupakan hal yang cukup penting sehingga mendorong banyak pihak untuk mencari solusi terutama bagaiamana pertanian diintegrasikan dalam system digital. Karena bagaimanapun juga, ruang gerak interaksi manusia telah berada dalam dunia yang terdigitalisasi di era revolusi industri 4.0 ini.
Untuk itu, ide mengintegrasikan pertanian ke arah digital mulai didorong yang dikenal dengan istilah “Pertanian Digital’. Bagi banyak pihak inovasi ini cukup responsif dengan perkembangan zaman yang akrab dengan sistem internet.
Secara umum, pertanian digital ini akan mempermudah akses bagi petani untuk lebih terlibat dalam mengawal seluruh proses pertanian termasuk produksi dan ekonominya. Mereka bisa mengetahui rantai produksi bahkan bisa mengetahui kinerja tengkulak yang bermain dalam pasar. Di tingkat yang lebih maju dengan bantuan Artifisial Intelijen (AI), petani akan mengetahui lebih detail kondisi tanaman termasuk hama, prediksi hujan, dan segala yang berkaitan dengan aktivitas pertanian.
Salah satu inovasi ini misalnya, aplikasi “Karsa”. Aplikasi ini adalah salah satu perwujudan konsep pertanian digital dimana berfungsi membagikan pengetahuan kepada petani. Platform terobosan dibidang pertanian ini dibuat atas kepedulian terhadap nasib petani terhadap kerugian yang dialami. Misalnya, biaya produksi yang mahal dan ancamanan gagal panen karena belum maksimal dalam memprediksi cuaca serta ancaman hama tanaman. Secara singkat Karsa akan menyebarkan pengetahuan pertanian yang baik dikalangan petani dengan tekhnologi tepat guna.
Inovasi lain juga dilakukan oleh beberapa anak muda dari medan dengan menghadirkan aplikasi “Pak Tani Digital”. Aplikasi ini merupakan tekhnologi yang mempertemukan petani dengan pembeli akhir. Tidak hanya produk pertanian (tanaman), aplikasi ini juga menghubungan banyak pemangku kepentingan lainnya di bidang pertanian, seperti penjual alat-alat pertanian, pemilik angkutan, investor dan pemerintah. Dengan ini petani menjadi pelaku utama dalam mata rantai produknya sendiri dan dapat mengembangkan usahanya sendiri tanpa tergantung pada pihak lain.
Model pertanian semacam ini juga merupakan respon atas kondisi pertanian Indonesia yang mulai memprihatinkan. Dari data yang ada, petani Indonesia mulai didominasi kalangan tua yang berusia 45 tahun, yakni sebanyak 61%. Jika diproyeksikan, datanya ini menggambarkan masa depan pertanian Indonesia yang cukup suram dan bisa mengancam ketahanan pangan Indonesia. Terlihat dengan jelas bahwa pemuda enggan menjadi petani dan lebih berada disektor lain untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Hal yang menghawatirkan ini, berkelindan dengan ketergantungan kita pada produk pertanian khususnya beras yang sangat tinggi.
Respon kekhawatiran atas ketahanan pangan ini juga didukung oleh anggota DPR RI. Mereka menekankan akan pentingnya inovasi terkhnologi di era milinial dengan mengintegrasikan pada sistem pertanian. Pemuda sebagai generasi yang sangat akrab tekhnologi diharapkan agar bisa berinovasi. “Potensi generasi muda memiliki andil besar dalam perubahan sistem pertanian di Indonesia, karena pemuda lebih adaptif terhadap adanya perubahan dan memiliki semangat yang lebih besar sehingga bisa lebih produktif,” kata Anggota Komisi IV DPR RI Kasriyah, Rabu (25/4/2018).
Politisi PPP ini sangat mengapresiasi kehadiran tekhnologi digital yang membantu petani. Baginya, petani harus punya sistem agar bisa berdaulat atas produknya. Mereka diharapkan dapat mengetahui situasi pasar termasuk harga dan rantai produksi akhirnya. Dengan itu, mereka bisa memaksimalkan keuntungannya. Sistem ini juga bisa menjadi solusi atas carut marutnya kebijakan pangan yang masih belum meaksimal mensejaterahkan petani.
Tekhnologi digital juga akan membantu pemerintah dalam mengetahui kondisi pertanian di lapangan. Jika tekhnologi pengindaraan jauh dan drone diterapkan pada pertanian, maka akan memudahkan pemerintah melihat dimana wilayah yang surplus dan defisit sehingga dapat segera mengambil tindakan yang cepat dan tepat. Lebih lanjut, sistem digitalisasi ini akan memotong rantai birokrasi yang menghambat kinerja pemerintah.
Namun disisi lain, konsep pertanian digital ini akan mendapat hambatan jika petani tidak melek tekhnologi atau bagaimana menggunakan smarphone. Apalagi jumlah petani dengan usia tua yang cukup besar dan berada di desa masih kurang akrab dengan tekhnologi digital.
Merespon situasi ini, pemerintah diharapkan turun secara langsung. Tidak hanya dalam regulasi, pemerintah terutama melalui kementrian pertanian harus memberikan dukungan terhadap semua pihak yang terlibat dalam pengembangan pertanian ini. Pemuda-pemuda yang punya kemampuan berinovasi dalam tekhnologi digital, misalnya, perlu diberikan insentif agar mengintegrasikan karyanya dalam pertanian. Petani kita juga harus disiapkan secara kapasitas dalam menyambut era digital ini.