Mediatani – Putu Dicka Witrayana adalah salah satu peternak yang sukses dalam usaha ayam petelur di tengah maraknya isu harga telur yang anjlok di sejumlah daerah di Indonesia.
Peternak muda ini berasal dari Desa Suranadi, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Ia berhasil menghasilkan omzet miliaran setiap bulan dari telur ayam yang diproduksinya.
Semua diawalinya dari bawah, dengan bermodalkan hanya 2000 ekor ayam di tahun 2017. Hingga saat ini, Putu telah mengelola 24.000 ekor ayam petelur. Setiap harinya, ayam tersebut memproduksi 19.000 butir telur yang siap dipasarkan.
Pria kelahiran Tabanan (Bali) ini mengungkapkan, di tanah kelahirannya itu banyak terdapat peternak ayam petelur. Di tahun 2017, ia bertemu seorang pengusaha peternak ayam petelur yang kemudian menjadi sumber inspirasinya.
“Kemudian saya banyak belajar dari beliau, terutama membangun kepercayaan diri dan keberanian untuk memulai usaha yang sama,” katanya dikutip dari antaranews.com, Selasa 19 Oktober 2021.
Memulai suatu usaha memang membutuhkan modal. Karena itu, Putu memutuskan untuk meminjamnya dari sang ayah. Alhasil, usaha ayam petelurnya pun berkembang dan menghasilkan banyak keuntungan.
Hal itu tidak lepas dari keuletan dan ketekunannya dalam mengelola peternakan ayam petelur yang dikelolanya. Di tahun 2018, Putu bersama ayahnya kemudian membentuk perusahaan yang diberi nama CV Eggavian Sodajathu.
“Kemudian 2018 ketemu Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang membantu tambahan modal Rp500 juta. Tambahan modal dari BRI adalah langkah awal saya untuk memulai dengan 2.000 ekor ayam dan bisa seperti sekarang,” katanya.
Ia mengatakan, bisnis ayam petelur memiliki ruang lingkup pasar yang luas. Hingga kini, Putu berhasil memasarkan hasil produksinya ke setiap kabupaten di Pulau Lombok. Setiap bulan, Ia meraup omzet sebesar Rp1,2 miliar dengan keuntungan bersih Rp120 juta.
Karena pengelolaannya yang profesional dan prospek pasar yang menjanjikan, Putu kembali mendapat kepercayaan untuk yang kedua kalinya dari BRI dengan pendanaan sebesar Rp2,5 miliar untuk memperbesar usahanya.
Pimpinan Cabang BRI Mataram Bayu Adityo mengatakan, dari segi harga, telur yang dihasilkan Putu mampu bersaing, karena debitur menjual dengan margin yang tidak terlalu besar untuk meningkatkan volume penjualannya.
Menurutnya, pinjaman yang diberikan merupakan upaya BRI untuk terus mendorong nasabah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk naik kelas.
Ada tiga strategi yang dilakukan untuk membantu nasabah UMKM naik kelas yaitu melakukan memperluas akses pasar, training dan edukasi serta self assessment.
“Dengan demikian, UMKM kita akan kuat menjadi pondasi ekonomi Indonesia. Seperti diketahui UMKM memberikan sumbangsih kepada PDB sebesar 60% dari total PDB Indonesia,” katanya
Dilansir dari detik.com, pakar peternakan IPB University Niken Ulupi menyarankan, sebelum memulai usaha, sebaiknya terlebih dulu memahami teknik budidaya. Ia menyarankan para pelaku usaha ayam petelur agar lebih berkonsentrasi dan memastikan pangsa pasar usahanya.
Menurutnya, untuk menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan, pola kemitraan bisa jadi solusi usaha peternakan ayam petelur. Salah satu upaya untuk menjaga stabilitas harga telur yaitu dengan mendirikan usaha industri pengolahan telur, terutama di wilayah sentra produksi.
Peran pemerintah juga sangat diperlukan untuk menjaga kestabilan harga jagung dan ketersediaan pasokan jagung yang dibutuhkan. Sebab, harga telur yang anjlok berisiko memberi dampak buruk bagi peternak rakyat atau peternak mandiri hingga masyarakat.