Peternak Sarang Burung Walet Utarakan Sulitnya Tembus Pasar Ekspor China

  • Bagikan
ilustrasi sarang burung walet/merdeka.com/ist

Mediatani – Asosiasi Peternak Pedagang Sarang Walet Indonesia (APPSWI) melalui ketuanya Wahyudin Husein mengeluhkan sulitnya UMKM untuk menembus pasar ekspor China.

“Kami para peternak dan pedagang sarang walet Indonesia, selama ini merasa kesulitan melakukan ekspor ke China dikarenakan terhalang oleh perjanjian impor protokol,” ujar Wahyudin di Gresik, Rabu (26/5/2021), melansir Kamis (27/5/2021) dari laman Kompas.com.

Hal itu langsung disampaikan Wahyudin kepada Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) Nasrullah bersama Kepala Badan Karantina Pertanian Bambang, saat berkunjung ke rumah sarang walet dan pencucian sarang wallet di Desa Golokan, Kecamatan Sidayu, Gresik.

Ia menuturkan, kehadiran Dirjen PKH ini adalah respons atas keluhan para anggota APPWSI yang masih kesulitan melakukan ekspor sarang walet secara langsung ke China.

Wahyudin berharap, pemerintah dapat membantu mencari solusi agar nantinya para peternak dan pedagang sarang walet Indonesia dapat dengan mudah mengekspor ke China yang merupakan konsumen terbesar sarang walet di dunia.

“Untuk yang bisa direct ekspor ke China itu 260 ton per tahun. Padahal di luar China, itu sampai 1.200 ton. Ini kan sayang sebab harganya jauh di bawah bila dapat langsung menembus pasaran China,” ucapnya.

Wahyudin juga menyebut, perbedaan harga tersebut dapat mencapai empat kali lipat, bila dapat langsung menjual ke pasaran China.

Namun itu tidak dapat dilakukan oleh semua pengusaha sarang burung walet, apalagi yang skala kecil lantaran terbentur impor protokol.

Dia menilai, perjanjian impor protokol tersebut tidak adil, karena hanya bisa dipenuhi oleh para pelaku bisnis sarang walet berskala besar saja.

Sementara para peternak dan pedagang sarang walet yang kategorinya masuk dalam UMKM, masih kesulitan jika harus dituntut untuk memenuhi perjanjian tersebut karena biayanya yang cukup tinggi.

“Atas dasar itu, APPWSI mempelopori untuk mendobrak peraturan itu agar ada kemudahan. Sehingga para peternak dan pedagang sarang walet yang kelasnya UMKM, juga bisa melakukan ekspor sarang walet dengan mudah ke China,” ujar Wahyudin.

APPWSI menginginkan peraturan mengenai perjanjian impor protokol tersebut direvisi, dengan peraturan sebelumnya yang cukup memberatkan harus disederhanakan untuk mendukung para pengusaha yang tergolong UMKM.

Menanggapi keluhan itu, Nasrullah menjelaskan bahwa hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi pihaknya.

Ia pun berjanji untuk membantu peternak dan pedagang sarang walet kelas UMKM agar juga bisa menembus pasar China secara langsung tanpa aturan yang dirasa memberatkan.

Dia bilang, budidaya sarang walet masih sangat menjanjikan. Untuk itu, pihaknya akan segera memberikan masukan kepada pemerintah mengenai cara bantuan kepada para pengusaha sarang walet skala kecil dan UMKM ini.

“Kami berencana mengembangkan secara masif, dengan membuat program 1.000 desa walet. Karena itu, kami butuh sebuah blue print supaya kami mengerti semua permasalahan yang ada. Sehingga nantinya tidak lagi ada hambatan, dan sesuai dengan yang diharapkan. Intinya tidak boleh ada hambatan,” tutur Nasrullah.

Nasrullah melanjutkan, sarang walet merasa perlu untuk dikembangkan secara masif, mengingat produk ini sudah sempat menjadi penyumbang devisa cukup besar bagi negara.

Pemerintah, dikatakan oleh Nasrullah, pula tengah membangkitkan gairah UMKM di daerah agar segera bangkit usai terimbas pandemi Covid-19.

Sementara itu, Kepala Badan Karantina Pertanian Bambang menambahkan, sarang walet merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang harus dijaga bersama.

Karena, jangan sampai Indonesia yang merupakan salah satu penghasil terbesar sarang walet, tak mampu bersaing dengan negara tetangga.

“Pemerintah betul-betul memberikan apresiasi sebesar-besarnya, dan akan mendorong bagi berkembangnya usaha sarang walet di Indonesia,” ucap Bambang.

Sejauh ini, produk sarang walet Indonesia terutama dengan skala kecil dan UMKM baru bisa masuk ke pasaran China setelah dibeli oleh pihak atau investor dari negara lain, baru kemudian dijual ke China dengan harga berbeda yang jauh lebih mahal dan tentu saja atas nama mereka. (*)

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version