Mediatani – Kecoak sudah dianggap oleh banyak orang sebagai salah satu jenis hewan atau hama yang menjijikkan. Saking mengganggunya, saat ini telah banyak diciptakan berbagai obat untuk membasminya.
Namun, lain halnya yang terjadi di Cina. Sekitar 100 peternak di Negeri tirai bambu ini justru menjadikan kecoak sebagai tambang uang. Kecoak yang diternakkan itu menjadi hewan yang berperan penting dalam mengatasi limbah sisa makanan yang menjadi masalah pelik di perkotaan Cina.
Dilansir dari Suara. com, di pinggiran Kota Jinan, Ibukota Provinsi Shandong Timur, miliaran kecoak memiliki tugas mulia untuk melahap 50 ton limbah dapur setiap hari atau setara dengan berat tujuh ekor gajah dewasa.
Awalnya, sampah sisa makanan ini dimanfaatkan sebagai pakan babi, tetapi hal itu rupanya menyebabkan wabah flu babi. Akhirnya, pemerintah Cina melarangnya di seluruh negeri. Kecoak itupun kemudian dianggap sebagai senjata bioteknologi untuk membantu mengatasi ledakan sampah rumah tangga.
Para peternak kecoak tersebut membuat tepung dari kecoa jenis Kecoak Amerika (Periplaneta americana). Tepung dari kecoa jenis ini ada dalam daftar bahan baku berbagai jenis obat-obatan Cina dan kosmetik.
Sebagian besar menyebutnya tepung kecoak ini baik untuk membantu menghilangkan bekas luka. Tapi ada juga yang mengkonsumsinya sebagai obat yang diyakini bisa mengempiskan ukuran tumor. Di beberapa wilayah Cina, meski tidak banyak, kecoak juga dimakan untuk nutrisi yang dimilikinya. Ada pula pengembangannya sebagai pil diet.
Zhangqiubei adalah salah satu proyek peternakan kecoak yang terletak di dekat Jinan, ibu kota Provinsi Shandong, Cina sebelah timur. Peternakan kecoak ini memiliki orientasi profit yang berbeda dengan yang lain, fasilitas di lokasi ini memproduksi pakan ternak.
“Jika kami dapat membudidayakan kecoak dalam skala yang luas, kami dapat menyediakan protein yang menguntungkan seluruh siklus ekologis,” kata kepala proyek, Li Yanrong, pada pertengahan September lalu.
Menurutnya kecoak merupakan asupan organik bagi hewan ternak yang sangat cocok menggantikan kandungan antibiotik pada banyak pakan ternak saat ini. Akan tetapi, Li mengatakan masih terlalu awal untuk bisa memastikan apakah proyeknya itu bisa menguntungkan untuk bisnis jangka panjang.
Adapun di sekitar kandang kecoak itu terdapat kandang-kandang berisi babi, bebek, ayam dan kambing. Hewan-hewan itu diberi pakan campuran tepung kecoa kaya nutrisi. Hewan-hewan itu diberi pakan campuran tepung kecoa kaya nutrisi.
Kemudian ada kanal dalam mengelilingi hanggar kandang kecoak. Kanal dipenuhi ikan-ikan yang sengaja dibuat lapar. Ikan-ikan itu membantu memastikan tak ada kecoak yang lari dari balik bangunan dan memicu terjadinya wabah.
Selain proyek Zhangqiubei, beberapa nama peternakan kecoak yang dikenal di Cina di antaranya adalah Shandong Qiaobin Agricultural Technology Co, dan Gooddoctor. Masing-masing, pada 2018, dilaporkan memiliki aset hingga enam miliar kecoak untuk diproduksi sebagai bahan baku obat dan kosmetik.
Shandong Qiaobin sendiri berencana membuka tiga industri semacam itu lagi tahun depan untuk mengatasi sampah dapur terbesar ketiga yang dihasilkan di Jinan, wilayah berpenduduk tujuh juta orang.
“Kecoa menjadi ‘teknologi’ ramah lingkungan untuk mengurai saorang sampah dapur,” kata Liu Yusheng, presiden Shandong Insect Industry Association.
Ide serupa juga dilakukan oleh Li Bingcai (47), seorang peternak di desa terpencil yang ada di Sichuan. Li Bingcai yang dulunya berbisnis ponsel telah menginvestasikan satu juta yuan (Rp 2 miliar) untuk bisnis kecoak yang dijualnya ke peternakan babi dan peternakan ikan sebagai pakan, tak lupa juga ke perusahaan farmasi sebagai bahan obat-obatan. Kecoa ternaknya kini sudah mencapai 3,4 juta ekor.
“Orang-orang masih menganggap aku aneh karena bisnis ini. Padahal, nilai ekonominya sangat besar dan aku ingin warga desa lainnya bisa makin kaya jika mau mengikuti jalanku.” ujar Li.
Di desanya sendiri sudah ada dua peternakan kecoak, sementara Li masih menargetkan untuk membuka 20 peternakan lagi.