Mediatani – Sebagai upaya dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat selama pandemi dan juga menghindari terjadinya krisis pangan, Ketua DPD RI, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, mengharapkan pemerintah bisa memanfaatkan lahan tidur.
Senator asal Jawa Timur ini memberikan penjelasan bahwa pemerintah dapat menjadikan lahan tidur sebagai lumbung pangan.
Dilansir dari Tempo – “Indonesia masih memiliki 33,4 juta hektare lahan tidur yang belum dimanfaatkan. Lahan tersebut terdiri dari lahan pasang surut 20,1 juta hektare, dan 13,3 juta hektare lahan rawa lebak,” tuturnya, Senin 29 Maret 2021.
La Nyalla menambahkan bahwa dari jumlah itu terdapat lahan tidur seluas 9,3 juta hektare yang diperkirakan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya pertanian.
“Yang paling besar berada di wilayah Kalimantan dan Sumatera. Dan lahan ini bisa dimanfaatkan pemerintah,” katanya.
Mantan Ketua Umum Kadin Jawa Timur itu juga menambahkan bahwa hal ini juga selaras dengan semangat pemerintah yang melakukan antisipasi terhadap krisis pangan dengan membuat lumbung pangan atau food station.
“Data lahan tidur ini dapat digunakan untuk lahan pertanian, dan tentunya dapat dimanfaatkan untuk food station,” ungkapnya.
La Nyalla pun berharap pemerintah daerah dapat memberikan dukungan untuk pemanfatan lahan tidur. Sebab, pemerintah daerah diyakini mengantongi data sebaran lahan tidur yang luas, dan memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai lumbung pangan nasional.
“Selain pemerintah daerah, sebagian BUMN juga memiliki lahan tidur yang belum dimanfaatkan. Sebagai sebuah badan usaha, BUMN dapat membuat langkah-langkah pemanfaatan lahan tidur untuk pertahanan pangan nasional,” kata La Nyalla.
Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu pun menilai jika BUMN bisa membuka food station pun tentu tak ada salahnya.
“Karena pertanian merupakan sektor yang cukup kuat jika dikembangkan. Sebagai negara agraris kita justru harus memperkuat pangan dengan memanfaatkan lahan-lahan yang belum diolah,” ujarnya.
Pemanfaatan lahan tidur di Indonesia sudah digalakkan sejak beberapa tahun yang lalu. Lahan tidur dan tidak produktif bisa dimanfaatkan untuk pertanian dan perkebunan.
Hal ini sangat bangus dilakukan sebagai upaya mengurangi pembukaan lahan baru yang dapat membantu Indonesia mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca.
Pemanfaatan lahan yang tidak produktif dapat dioptimalkan dengan mempertimbangkan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) dan penyusunan tata ruang.
Saat ini tidak jarang para petani atau pihak perusahaan membuka lahan baru di kawasan hutan. Padahal jumlah lahan tidur dan lahan tidak produktif masih sangat luas.
Dalam diskusi perihal dampak food estate terhadap hutan alam dan gambut yang dilakukan pada Bulan Februari 2021 lalu, Yayasan Madani Berkelanjutan memaparkan temuan dari kajian mereka bahwa 92 persen dari area of interest (AOI) food estate seluas 3,69 juta hektare di empat provinsi berada di kawasan hutan.
Menurut kajian Yayasan Madani Berkelanjutan di wilayah Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah dan Papua, beberapa daerah yang masuk dalam rencana food estate pemerintah, menemukan ada hutan alam seluas 1,57 juta hektare yang memiliki risiko hilang atau terdampak oleh rencana tersebut.
Selain itu ada pula ekosistem gambut yang sangat luas yaitu 1,4 juta hektare di AOI food estate di empat provinsi tersebut. Oleh sebab itu, Knowledge Management Manager Yayasan Madani Berkelanjutan Anggalia Putri dalam diskusi itu memberikan dorongan pada pemerintah untuk mengeluarkan hutan alam, ekosistem gambut dan wilayah masyarakat adat dari lahan yang direncanakan untuk food estate.
Dia juga berharap bahwa pemerintah tidak memberikan izin dalam penebangan hutan dan pembukaan lahan gambut untuk proyek tersebut agar konsisten dengan komitmen menjaga iklim Indonesia.