Mediatani – Program budidaya tambak udang berkelanjutan sistem klaster di Provinsi Aceh yang dilaksanakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan tren positif dan semakin produktif.
Klaster tambak udang di Desa Paya Gajah, Desa Matang Rayeuk, dan Desa Dagang Setia telah berhasil memanen udang vaname sebanyak 3 siklus setiap tahunnya. Hasil panen rata-rata dari klaster tambak ini mencapai 80 ton per tahun.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Tb Haeru Rahayu, mengungkapkan bahwa produktivitas tambak udang di Provinsi Aceh sangat baik. Klaster tambak udang vaname yang telah direvitalisasi dilengkapi dengan kolam produksi, tandon, dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Selain kuantitas udang yang dihasilkan, keberlanjutan produksi udang dan pemahaman masyarakat dalam mengelola budidaya udang secara ramah lingkungan juga menjadi fokus penting.
Sebelumnya, klaster tambak udang di Provinsi Aceh merupakan tambak tradisional dengan produktivitas rendah. Namun, melalui revitalisasi menjadi tambak intensif dalam bentuk klaster percontohan, produktivitasnya dapat meningkat. Klaster tambak ini juga berusaha menjaga kelestarian ekosistem dan menghindari pencemaran lingkungan dengan meningkatkan pengelolaan IPAL.
“Peningkatan produktivitas dan keterlibatan masyarakat dalam menjaga keberlanjutan usaha budidaya akan turut berdampak kepada penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan pembudidaya,” tutur Tebe.
Kepala Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Ujung Batee, Manijo menyatakan bahwa klaster tambak udang di Provinsi Aceh memberikan dampak positif kepada masyarakat sekitar. Klaster tambak ini telah meningkatkan ekonomi masyarakat secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu, klasterisasi tambak juga memicu pertumbuhan ekonomi lokal berbasis komoditas unggulan budidaya.
Kualitas dan keberlanjutan produksi udang vaname dalam klaster tambak ini dijaga melalui penerapan prinsip Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB). BPBAP Ujung Batee melakukan pembinaan dan pemantauan terhadap kualitas udang dan lingkungan secara rutin. Klaster tambak udang juga memiliki kelebihan dalam hal kepadatan tebar, pengendalian hama dan penyakit, serta aspek traceability dan sustainability yang terjamin.
“Karena tambak klaster ini menggunakan sistem IPAL, jadi Alhamdulillah sampai saat ini tidak ada kendala. Kondisi lingkungan yang ada di sekitar klaster juga masih sangat baik,” terang dia.
Untuk penjualannya, tambah Manijo, hasil panen udang tersebut kemudian dipasarkan di Medan Sumatera Utara. Agar kualitas udang tetap terjaga dengan baik, kata Manijo, BPBAP Ujung Batee terus melakukan pembinaan kepada petugas pendamping teknis yang terdiri dari pengawas dan analis akuakultur yang akan diturunkan secara regular ke lokasi tambak klaster. Selain itu, pemantauan kesehatan udang dan lingkungan juga terus dilakukan oleh Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan BPBAP Ujung Batee.
BPBAP Ujung Batee berencana untuk mengembangkan klaster tambak udang di wilayah lain di Provinsi Aceh, seperti Pantai Barat, untuk memberikan pengalaman serupa kepada masyarakat di sana. Petambak udang vaname di Aceh Timur juga mengungkapkan bahwa setelah tambak udang diklasterisasi, produksinya meningkat secara signifikan.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara ekologi dan ekonomi dalam mengelola sektor perikanan, termasuk tambak udang di Indonesia. Pemerintah fokus pada revitalisasi dan pembangunan tambak udang terintegrasi untuk meningkatkan produktivitas dan mencapai target produksi udang nasional.