Rektor IPB: Tidak Ada Alasan untuk Impor Beras

  • Bagikan
Rektor IPB University
Rektor IPB University, Arif Satria saat melakukan Panen di Plant Factory 4.0 di Dep TMB Fateta IPB Dalam launching SPARS, Smart & Precision Agriculture Research Station (November 2019) / Foto: Instagram.com/arifsatria10

Mediatani – Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Arif Satria menyatakan penolakannya terhadap rencana pemerintah untuk mengalokasikan impor beras sebesar 1 juta ton kepada Bulog.

Beras impor itu tersebut akan dialokasikan untuk Cadangan Beras Pemerintah sebanyak 500.000 ton (CBP) dan untuk kebutuhan Bulog sebanyak 500.000 ton.

Kebijakan tersebut dianggap mengkhawatirkan petani di tengah masa panen karena berdasarkan data dari Badan Pusat Statistika (BPS), stok beras hingga kini masih dalam jumlah yang cukup sehingga menurutnya, memang tidak ada alasan untuk membuka kran impor beras.

“Berdasarkan indikator produksi, konsumsi, neraca dan juga indikator harga apalagi kita lihat indikator harga di lapangan cenderung menurun. Oleh karena itu memang tidak ada alasan bagi kita untuk melakukan impor beras karena stok cukup,” terang Arif di Bogor, Minggu (7/3/21).

Arif menyebutkan bahwa BPS telah menginformasikan data potensi produksi beras pada bulan Januari hingga April 2021, dimana terdapat kurang lebih sekitar 14 juta ton atau naik 26 persen dibandingkan periode yang sama di tahun 2020 kemarin.

Tidak hanya itu, panen raya yang telah dilakukan juga memiliki potensi surplus pada Januari hingga April dengan jumlah sekitar 4,8 juta ton beras.

“Panen raya ini bisa memberikan surplus. Yang penting bagi kita adalah bagaimana kita mampu melakukan penyerapan gabah dari para petani,” tegasnya.

Menurutnya, justru yang perlu dilakukan adalah membuat langkah strategis dalam menyambut panen raya yang sebentar lagi memasuki masa puncak. Dalam hal ini, ia menyarankan agar Kementerian Pertanian (Kementan), Bulog dan berbagai instansi dapat bersinergi dan transparansi dalam berbagai pengambilan keputusan produk pangan pokok ini.

“Karena begitu impor terjadi maka dampaknya akan sangat serius terhadap harga dan itu akan merugikan petani. Saya kira kita harus menghargai petani yang sudah bersusah payah, berjerih payah dan bekerja keras untuk memberikan kepada kita suplai pangan,” ucapnya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indef, Ahmad Tauhid juga menyayangkan kebijakan Pemerintah untuk mengimpor beras 1 juta ton yang sudah dialokasikan melalui perum Bulog. Menurutnya, kebijakan itu secara perlahan akan merusak harga di tingkat petani yang kini sedang berjuang meningkatkan produksi bahkan akan menghadapi musim panen.

“Masa panen diperkirakan mencapai  8,7 juta ton GKG (gabah kering giling). Begitu juga dengan bulan April yang mencapai 8,59 juta ton GKG. Kalau impor beras sekarang ini dilakukan maka tentu saja akan menghancurkan harga di tingkat petani,” kata Tauhid, Jumat, 5 Maret 2021.

Tauhid menjelaskan, jika mengacu kebutuhan tahun 2020, maka pada tahun 2021, kebutuhan beras nasional diperkirakan mencapai 31-32 juta ton dengan produksi dalam negeri yang mencapai 30 juta ton.

Jumlah tersebut masih dapat ditambah dengan sisa stok beras Desember 2020 yang mencapai 6 juta ton. Hitungan tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan beras nasional diperkirakan mencapai 36 juta ton dan masih ada kelebihan beras sekitar 4-5 juta ton.

“Kecuali tahun 2021 kita menghadapi gagal panen yang luar biasa sehingga anjlok produksi beras kita. Jadi menurut saya impor beras tidak perlu dilakuka,” katanya.

Untuk itu, Tauhid berharap dan meminta pemerintah, dalam hal ini Perum Bulog dapat melakukan pembelian padi secara besar-besaran, sehingga kebijakan yang bernama importasi itu tidak mengganggu kedaulatan pangan nasional.

“Apalagi disampaikan beberapa waktu oleh Pak Presiden bahwa kita harus mengutamakan produk dalam negeri,” katanya.

Hal yang senada juga disampaikan oleh Wakil Sekjen Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, Zul Herman yang menyayangkan kebijakan impor yang dilakukan pemerintah. Menurutnya, kebijakan ini sudah menciptakan kegaduhan di kalangan petani yang saat ini sedang berjuang menegakkan kedaulatan pangan.

“Tidak perlu impor karena bulan maret ini akan ada panen raya. Saya kira Bulog dan Kemendag tidak melihat data pertanian ini. Jadi menurut hemat saya untuk Bulog dapat menyerap hasil panen petani terlebih dahulu sebelum mengeluarkan permohonan impor beras,” tutupnya.

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version