Mediatani – Akhir Bulan Januari 2021 lalu sempat menjadi masa dilema untuk para petani dan pengusaha karet, pasalnya harga karet bergerak fluktuatif.
Dinas Perkebunan mencatat untuk Kadar Karet Kering (K3) 100 persen per Jum’at (29/1/2021) mengalami penurunan harga Rp165 dengan harga berkisar Rp18.246, untuk harga indikasi karet K3 70 persen Rp12.785 per kg, untuk kondisi karet K3 60 persen Rp10.958 per kg, sedangkan kondisi karet K3 50 persen Rp9.132 per kg, lalu kondisi karet K3 40 persen Rp7.306 per kg.
Namun, sepekan terakhir di Bulan Februari 2021 ini kondisinya mulai berbalik. Harga kadar karet kering (K3) kualitas 100 persen naik dan bahkan menembus harga tertinggi dibanding per Desember 2020 lalu yakni, Rp24.008 perkilogram. Tentunya hal ini menjadi momentum paling menguntungkan bagi Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatera Selatan.
Selama ini harga karet K3 fluktuatif dikisaran harga Rp17.000 hingga Rp19.000. Bahkan, selama pandemi covid-19, karet K3 pernah menyentuh harga terendah pada 19 Mei 2020 lalu dengan harga Rp12.547 per kilogramnya.
Dilansir dari Idntimes – Ketua Gapkido Sumsel, Alex K Eddy mengatakan bahwa saat ini pengusaha karet diuntungkan dengan keputusan Thailand yang untuk sementara menghentikan produksi karet.
Selama ini Thailand menjadi salah satu pemasok karet untuk beberapa negara industri. Thailand mengumumkan ada rekonsilidasi internal selama beberapa bulan ke depan, sehingga faktor ini menjadi hal yang dominan dalam mempengaruhi harga karet (27/2/2021).
Alex menuturkan bahwa sejak perdagangan dibuka, harga karet di Singapore Commodity Exchange (SICOM) terus mengalami peningkatan. Harganya naik mulai dari 1,73 US Dollar, bahkan sampai yang tertinggi sempat menyentuh 1,76 US Dollar. Dia mengaku tidak dapat memprediksi sampai kapan harga karet K3 akan terus mengalami kenaikan.
“Tentunya nanti kita lihat. Seberapa besar pengaruh dari keputusan pabrik di Thailand yang akan menghentikan produksi tersebut. Jika memang berhenti beroperasi, tentunya hal ini akan berdampak terhadap pasokan karet kebutuhan industri,” jelas Alex.
Di masa pandemi covid-19 saat ini, Tentunya Alex berharap agar vaksinasi yang dilakukan di seluruh dunia dapat terjalankan dengan baik dan maksimal. Sehingga kedepannya perekonomian dapat kembali bergeliat dan tentunya akan memberikan dampak positif pada jumlah permintaan karet.
Kabid Pengolahan dan Pemasaran Hasil, Dinas Perkebunan Sumsel, Rudi Arpian menyebutkan bahwa faktor lain yang membuat harga karet melambung di Sumsel adalah karena pemulihan ekonomi di beberapa negara.
Contohnya, perbaikan ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat yang memberikan dampak pada bangkitnya industri. Kemudian, pemulihan sektor manufaktur di Tiongkok juga menjadi penyebab industri otomotif di sana ikut membaik, sehingga membaiknya industri ini membuat pasokan karet pun dibutuhkan.
Selain itu, di Arab Saudi yang sedang melakukan pemangkasan produksi minyak dalam jumlah besar secara sukarela di Bulan Februari dan Maret ini, juga ikut terlibat dalam mempengaruhi kenaikan harga karet Sumsel.
Rudi mengatakan bahwa pengaruh Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dalam pemangkasan minyak membantu cukup signifikan dalam naiknya harga karet. Sebab, selama ini yang menjadi bahan baku karet sintetis adalah minyak.
Jika harga karet menjadi mahal, maka konsumen pun akan beralih menggunakan karet alam. Sehingga hal ini menyebabkan harga karet menjadi naik karena permintaan yang meningkat sedangkan produksi masih tetap.
Harga minyak tentunya mempengaruhi nilai tukar rupiah ke USD. Jika harga minyak naik, maka nilai tukar rupiah ke USD pun ikut naik. Tentunya hal ini mempengaruhi harga getah karet yang juga akan terdongkrak naik.