Solusi Pakan Ternak, Guru Besar IPB Temukan Inovasi Pakan dari Bungkil Sawit

  • Bagikan
ILUSTRASI. Sawit

Mediatani – Saat ini, industri pakan ternak di Indonesia masih dihadapkan pada dinamika ketersediaan bahan baku pakan yang musiman dan tak berkelanjutan.

Apalagi, di tengah kondisi pandemi COVID-19 yang kian menambah kesemrawutan khususnya dalam ketersediaan bahan baku lokal dan impor.

Menanggapi hal itu, PT Buana Karya Bhakti bersama IPB University mencoba memberikan solusi atas dinamika industri pakan nasional.

Solusi yang ditawarkan ialah pemanfaatan Bungkil Inti Sawit atau Palm Kernel Meal (PKM) sebagai bahan pakan alternatif sumber energi dan protein.

PKM sendiri merupakan hasil sampil dari industri pengolahan kelapa sawit dengan ketersediaan di Indonesia sangat tinggi.

PKM ini diharapkan dapat memberikan solusi atas ketersediaan bahan baku pakan yang berkualitas dan berkelanjutan dengan harga kompetitif.

Dengan demikian, inovasi ini dapat memberikan dampak signifikan pada kemajuan industri pakan dan peternakan.

PT Buana Karya Bhakti bersama IPB University memang hendak memperkenalkan Palmofeed sebagai produk unggulan melalui webinar “Mengulas Inovasi Palm Kernel Meal Terolah (Palmofeed) sebagai Bahan Pakan Fungsional Sumber Energi dan Protein” yang digelar di Hotel Santika, Bogor, 26/4, mengutip Rabu (28/4/2021).

Prof Arif Satria, Rektor IPB University menuturkan bahwa dirinya sangat bangga pada Prof Nahrowi sebagai peneliti yang mengembangkan produk-produk sampingan sawit sebagai pakan ternak.

Terobosan Palmofeed sebagai pakan fungsional yang berkualitas juga dinilai dapat meningkatkan kemampuan peternak dalam produktivitasnya.

Ia pula meyakini, bahwa hasil riset tersebut dapat dikembangkan bagi sektor perikanan yang juga mengalami dinamika pada biaya operasionalnya.

“Bila kita sudah bisa meningkatkan dalam hal kemandirian pangan dalam hal pakan, maka industri peternakan kita akan semakin berkembang pesat. Karena bagaimanapun juga Indonesia dihadapkan pada upaya untuk meningkatkan pemenuhan protein dari masyarakat kita,” kata dia.

Lebih lanjut ia menerangkan bahwa konsumsi daging masih relatif rendah dibanding negara lain sehingga perlu terus didorong agar kecukupan protein hewani meningkat.

“Jadi pakan dari PKM ini merupakan inovasi yang ditunggu-tunggu oleh banyak kalangan,” sebutnya.

Prof Nahrowi, Guru Besar IPB University dari Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP) Fakultas Peternakan (Fapet) sekaligus ahli Palmofeed, menyampaikan hasil riset inovatif PKM bagi pakan ternak.

Dalam hal ini, ia menyoroti bungkil sawit yang tidak dimanfaatkan secara maksimal untuk bahan pakan lokal. Informasi mengenai pemakaian bungkil sawit juga belum jelas.

Lazimnya, bungkil sawit hanya digunakan sebagai bahan pengisi hingga tiga persen saja.

Padahal, kata Prof Nahrowi, apabila dilihat dari ketersediaannya dibandingkan bahan pakan lain seperti jagung, bungkil sawit tersedia di segala musim.

Teknologi yang digunakan juga sudah established, walaupun kualitas masih bervariasi sehingga masih perlu ditangani.

Ia berpendapat jika berbicara kualitas bahan pakan, hal tersebut bukan merupakan tanggung jawab industri pakan namun produsen sawitnya.

Produsen sawit dinilai masih kurang perhatian  sehingga tidak ada upaya untuk memperbaiki kualitas bungkil sawit yang masih bervariasi.

Maka dari itu ia berupaya untuk menggandeng PT Buana Karya Bhakti agar produsen sadar bahwa bungkil sawit belum bisa dipakai untuk unggas sehingga perlu sentuhan teknologi.

Menurutnya, apabila hulunya sudah dikuasai, maka hilirnya akan mudah untuk dikelola.

Lebih lanjut Prof Nahrowi menjelaskan, kekhawatiran utama selain kualitas yang beragam, kandungan mikotoksin atau non starch polissacharydes juga menjadi urusan peneliti.

Kandungan mannan oligosakarida yang 20 kali lebih tinggi juga tidak direkomendasikan untuk pakan unggas.

Namun demikian, secara keseluruhan Palmofeed memiliki kualitas kimia lebih baik terutama pada kandungan serat yang jauh lebih rendah daripada PKM mentah.

Selain itu, Palmofeed juga telah mengantongi beberapa paten dan berdasarkan analisis biayanya, harga per gram proteinnya relatif lebih murah dibandingkan bahan baku pakan lainnya. Dirinya berharap agar Palmofeed tersebut dapat dipakai oleh peternak secara nasional.

“Saya berharap banyak pada nutrisionist dan formulator yang punya keberanian dalam menyusun ransum terbaik menggunakan palmofeed. Saya juga berharap  teman-teman di lapangan dapat menggunakan bahan pakan ini secara optimal,” tuturnya. (*)

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version