Mediatani – Sepanjang tahun 2021 ini, Perusahaan rintisan yang bergerak di bidang Agrikultur (agritech) dinilai mampu menjadi akselerator berbasis pertanian 4.0. Sekadar informasi tambahan, pertanian berbasis teknologi 4.0 merupakan pertanian yang memiliki ciri yaitu memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), robotisasi.
Tidak hanya itu, lebih lanjut, pertanian berbasis teknologi 4.0 internet juga mencakup segala sesuatu terkait (internet of things/IOT), drone, dan analitik maha data (big data analytic) untuk menghasilkan produk unggul, presisi, efisien, dan berkelanjutan.
Merespon hal tersebut, Ian Joseph Matheus Edward sebagai Pengamat telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) menyampaikan bahwa teknologi seperti IoT ini mempunyai kontribusi yaitu sebagai sensor, analitik maha data atau big data untuk pemetaan kinerja perusahaan, dan kecerdasan buatan sebagai alat untuk menganalisis dan pengambil keputusan dalam agribisnis.
“Sebagai salah satu segmen industri, Agritech ini dinilai cukup penting sebab telah melekat erat pada Indonesia. Sektor pertanian ini dinilai telah memakan hampir sepertiga dari total penggunaan lahan. Tidak hanya itu, hal tersebut juga berlaku pada tenaga kerjanya. Dalam mengembangkan upaya untuk membantu industri agar produktivitas semakin membaik, maka kehadiran dari teknologi menjadi salah satu point penting yang dibutuhkan,” ungkap Ian, pada hari Minggu (9/5/2021)
Ian merincikan bahwa ada beberapa start up yang bermain di pengembangan teknologi. Start up tersebut diketahui di antaranya adalahBIOPS, Habibi Garden, HARA, dan JALA. Masing-masing dari start up ini memiliki keunggulan teknologi dalam hal mengumpulkan data. Tidak hanya itu, para petani juga bisa mengatur jenis bahasanya dengan bahasa sehari-hari yang lebih mudah dimengerti sehingga dapat langsung ambil tindakan.
Salah satun contohnya yaitu JALA. Start up JALA ini menerapkan serangkaian sensor sehingga berfungsi untuk mendeteksi kualitas dari air dalam kolam tambak udang, mengelola kadar salinitas, dan juga keasaman terhadap kandungan oksigen. Data tersebut kemudian dikirim ke media analisis dengan berbasis cloud yang kemudian nanti akan memberikan saran untuk meningkatkan kualitas air.
“Yang jelas ke depannya para pemain harus adopsi sensor atau IoT, dengan sistem jaringan handal. Sebab, Big Data dan AI, dapat melakukan profiling dan analisis kebiasaan, sehingga barang apa yang akan dijual atau muncul pertama kali ataupun yang ditawarkan sesuai dengan keinginan. Perusahaan bisa menganggarkan teknologi minimal sepuluh persen ke bawah, tetapi dampaknya tujuh puluh persen terhadap kesuksesan bisnis mereka,” ungkap Ian.
Berdasarkan dari data hasil Statistika, pasar maha data dan juga analisis bisnis global bernilai US$169 miliar pada tahun 2018 dan diperkirakan akan tumbuh menjadi US$274 miliar di tahun 2022. Dilain sisi, data yang diperoleh dari Statistika juga menuliskan bahwa pasar kecerdasan buatan (AI) global diperkirakan akan tumbuh pesat dan mencapai sekitar US$126 miliar pada 2025.
Sekadar informasi, Selama beberapa tahun terakhir ini telah dicoba untuk menvalidasi ide sekaligus mengedukasi pasar bahwa ada solusi teknologi yang bisa memecahkan permasalahan konvensional yang ada, seperti pinjaman petani, harga yang murah, hingga distribusi hasil panennya.
Sejak memasuki masa pandemi tahun 2020 yang lalu, beberapa nama di sektor ini mulai menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan. Khususnya pada start up yang memang fokus pada layanan pengiriman dari hasil panen langsung menuju ke pelanggan.
Dengan adanya potensi tersebut, KedaiSayur pivot menjadi fokus pada layanan pesan antar bahan makanan. Sayurbox, EdenFarm, Etanee dan Freshbox juga serentak menyampaikan bahwa di masa pandemi tercatat ada pertumbuhan pelanggan ritel.