Telah Menempuh 650 KM, Massa Aksi Kini Sampai di Pekanbaru

  • Bagikan
Aliansi petani sumut jalan kaki menuju istana di Jakarta


Mediatani – Para petani (Sumut) yang melakukan aksi jalan kaki menuju Istana Jakarta, kini telah sampai di Kota Pekanbaru, Riau. Mereka mendapat tempat singgah di kantor DPW PKB Riau sebelum melanjutkan perjalanan. Lokasi kantor itu, tepatnya berada di Jalan OK M Jamil, Kecamatan Bukit Raya.

Tampak di lantai dasar partai itu dipenuhi oleh ratusan petani dari Sumatera Utara (Sumut). Sebagian dari mereka ada yang duduk berkumpul di teras dan sebagian ada yang sudah tidur di lantai beralaskan tikar seadanya.

Di halaman kantor terlihat pula tersusun rapi enam mobil yang mereka bawa dari Sumut. Ada juga peralatan masak di sudut halaman kantor.

Menuntut keadilan

Koordinasi aksi jalan kaki, Widi Wahyudi mengatakan, ada dua kelompok petani yang melakukan aksi jalan kaki, yaitu Serikat Petani Simalingkar Bersatu dan Serikat Tani Mancirim Bersatu di Kabupaten Deli Serdang, Sumut.

Widi menjelaskan, mereka menuju Istana ingin bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyelesaikan konflik agraria antara petani dan PTPN II yang sudah berlangsung lama.

“Kami ini petani dari Desa Simalingkar dan Desa Mencirim. Kami melakukan aksi jalan kaki menuju Istana Jakarta untuk menuntut keadilan kepada Bapak Presiden Joko Widodo,” sebut Widi.

Dia mengatakan, jumlah petani yang ikut melakukan aksi jalan kaki ini sebanyak 170 orang. Sebagian besar petani yang melakukan aksi ini dari kaum pria, sedangkan kaum ibu sebanyak belasan orang. 

Aksi nekat itu dilakukan untuk mencari keadilan terkait konflik yang mereka hadapi dengan PTPN II.

“Kami sudah 18 hari jalan kaki dari kampung, dan alhamdulillah sampai di Pekanbaru Sabtu (11/7/2020) malam. Jarak yang sudah kami tempuh sekitar 650 kilometer. Dan kami sangat berterima kasih kepada DPW PKB Riau yang telah membantu kami memberikan tempat istirahat,” kata Widi.

Dia menceritakan, jalan kaki dari kampung dilakukan sejak 25 Juni 2020. Sebelum berangkat, para petani dicek kesehatannya karena saat ini dalam kondisi Covid-19. 

Menurut Widi, semua petani yang sedang memperjuangkan keadilan ini dalam keadaan sehat. Suka duka mereka lewati selama di perjalanan. Kadang mereka harus tidur di pinggir jalan, makan seadanya, hingga pernah diusir.

“Lebih banyak dukanya. Kami pernah diusir juga seolah-olah kami ini virus. Tapi, kami maklumi karena sekarang memang lagi ada virus corona,” akui Widi.

Dia mengaku sudah tak terhitung berapa kali mereka berhenti selama berjalan kaki. Sementara mobil yang mereka bawa hanya untuk tempat perlengkapan masak dan digunakan bagi petani yang kelelahan. Ratusan petani yang melakukan aksi ini terpaksa meninggalkan keluarganya di kampung.

“Entah makan apa anak istri di kampung. Tapi, mau bagaimana lagi, cuma aksi gila ini yang bisa kami lakukan. Kami hanyalah rakyat kecil yang enggak tahu hukum. Banyak yang bilang kami gila, tapi negara yang buat kami seperti ini,” ujar Widi.

Digusur PTPN II

Widi mengaku, aksi jalan kaki ini dilakukan karena tempat tinggal dan lahan mereka sudah digusur oleh pihak PTPN II.

Kata dia, di Desa Simalingkar luas area yang berkonflik dengan PTPN II lebih kurang 854 hektar dan area petani Desa Mencirim sekitar 80 hektar.

“Sekarang lahan pertanian dan rumah tempat tinggal kami sudah rata akibat digusur. Lahan yang digusur di Desa Simalingkar atas dasar HGU nomor 171 tahun 2009, sedangkan Desa Mencirim atas dasar HGU Nomor 92 Tahun 2004. Padahal, tanah itu tanah kakek nenek kami sejak zaman Belanda dulu. Sudah banyak yang bersertifikat,” kata Widi.

Ia menceritakan, pertikaian ini sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Bahkan, menurut Widi, tahun 2012 sempat terjadi korban antara petani dan PTPN II akibat konflik tersebut.

Para petani sudah mengadu ke pemerintah dan berbagai instansi setempat, tetapi tidak ada hasil.

“Kami sudah mengadu kepada instansi terkait, tapi tak ada penyelesaian. Jadi sekarang inilah jalan terakhir kami jalan kaki ke Jakarta untuk menemui Bapak Presiden,” kata Widi.

Dia dan para petani lainnya menargetkan sampai ke Istana Negara pada 17 Agustus 2020 atau tepat pada Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Mereka merencanakan untuk memproklamasikan kemerdekaan petani.

Namun, Widi menyebutkan bahwa mereka sedang menunggu instruksi dari dua orang perwakilan yang dipanggil ke Jakarta. Mereka yang berangkat dengan menggunakan mobil itu akan memberikan kejelasan apakah aksi tersebut akan dilanjutkan atau tidak.

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version