Untuk Berkelanjutan, Bisnis Pertanian Butuh Kolaborasi Hingga Level Petani Kecil

  • Bagikan
petani kedelai
ilustrasi: petani kedelai [Foto: ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani]

Mediatani – Permintaan hasil produksi sektor pertanian dapat dikatakan tidak ada habisnya selama manusia butuh bahan pangan. Namun ironinya, bisnis di sektor pertanian seringkali mengalami pasang surut.

Sejumlah pakar menilai persoalan ini tidak lepas dari tata kelola bisnis yang kurang baik. Tantangan yang dihadapi pelaku bisnis ialah sulitnya mewujudkan tata kelola bisnis berkelanjutan dengan implementasi yang baik.

Persoalan ini menjadi pokok bahasan dalam Webinar dengan tema “Best Practices in Sustainability Commodity, Journey to a Sustainable Future: Lessons and Opportunities” yang merupakan rangkaian Indonesia Data & Economy (IDE) Conference oleh katadata.co, Kamis (7/4/2022).

Salah seorang pembicara, Denys Munang yang merupakan Chief Sustainability Officer PT Dharma Satya Nusantara, menjelaskan bahwa tata kelola adalah yang sangat penting dalam menjalankan bisnis berkelanjutan. Kunci utamanya adalah kolaborasi antara pelaku bisnis dengan petani.

“Kebijakan harus sudah ada di perusahaan. Apapun kebijakan itu penting. Kalau dari sisi kami, tidak ada deforestasi, tidak ada penanaman dalam gambut, atau pun tidak ada eksploitasi. Itu penting dan sudah menjadi standar di perusahaan,” tutur Denys dalam webinar.

Denys menambahkan, dalam tata kelola bisnis berkelanjutan yang lebih utama adalah implementasi kebijakan, transparansi, dan pelaporan yang konsisten sesuai dengan yang diinginkan pemangku kepentingan perusahaan.

“Di perusahaan kami melaporkan kinerja terkait sustainability melalui saluran biasa, yaitu laporan sustainability yang wajib melalui website atau sosial media. Perbedaannya, kami melapor berdasarkan laporan independen,” tambahnya.

Denys menekankan, kolaborasi antara perusahaan dengan petani kecil dan pembeli adalah kunci dalam upaya meningkatkan produktivitas dalam tata kelola bisnis berkelanjutan.

“Harus ada berbagi kemakmuran. Kita makmur, petani kecil juga makmur. Dengan itu mungkin lebih bagus untuk peningkatan imbal hasil (yield) untuk membantu produktivitas mereka,” ungkapnya.

Pembicara lainnya, Bandung Sahari, Senior Vice President of Sustainability PT Astra Agro Lestari mengatakan, tata kelola bisnis berkelanjutan di perkebunan sawit dilakukan dengan harus mendengarkan masukan dari para pihak pemangku kepentingan serta dengan sistem sertifikasi perkebunan kelapa sawit berkelanjutan Indonesia (ISPO).

“Komitmen yang diterapkan dalam produksi berkelanjutan yaitu kami memiliki dasar komitmen berkelanjutan yang diumumkan sejak 2015. Masalahnya setiap sertifikasi ada indikator yang berbeda antara sertifikasi satu dengan yang lain. Tapi selama kami menerapkan itu, kami sangat yakin bahwa kami dapat memenuhi sertifikat itu,” ungkap Bandung.

Sementara itu, Corporate Affairs Director of Mars Indonesia, Jeffrey Haribowo menjelaskan MARS sebagai perusahaan, memastikan petani MARS memenuhi syarat sustainability.

“Karena jika memenuhi standar sertifikasi tertentu, akan memberi nilai tawar tingi bagi mereka. Misalkan transparansi dari mana sumber kakao diperoleh. Materi ini akan menjadi salah satu materi yang diaudit oleh lembaga sertifikasi independen,” tutur Jeffrey.

Jeffrey menambahkan, peran MARS sebagai industri adalah memastikan petani paham mengenai sustainability (keberlanjutan) seutuhnya dan bukan hanya sebagai jargon.

“Bisa membantu mereka (petani) di masa mendatang untuk terus bertahan,” ungkapnya.

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version