Mediatani – Waduk Raksasa di Lhokseumawe dinyatakan mengandung limbah berbahaya. Hal tersebut diketahui setelah keluarnya hasil analisis mengenai dampak lingkungan dari Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan (BLHK) Kota Lhokseumawe.
Meski demikian, warga tetap beraktifitas di waduk tersebut, salah satunya dengan membudidaya ikan. Tampak hingga hari ini, ratusan keramba masih menjamur di waduk raksasa tersebut.
Pasalnya, sebagian besar warga masih menggantungkan pendapatan hidupnya dengan usaha membudidaya keramba berbagai jenis ikan dan udang.
Salah seorang warga Desa Pusong, Abdullah mengungkapkan bahwa selama ini keberadaan waduk raksasa telah menjadi tempat untuk mencari makan bagi sebagian besar masyarakat di lingkungan sekitar waduk itu, seperti Gampong Keude Aceh, Pusong Mon Geudong.
Abdullah mengaku bahwa pada dasarnya warga sendiri telah menyadari dan mengetahui akan bahaya dari dampak lingkungan hidup dari limbah yang dikandung air waduk.
Namun sayangnya, mereka memilih tetap bertahan dan melanjutkan usaha budidaya keramba ikan atau mencari tiram dan udang karena mengingat pentingnya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga warga mengabaikan resiko tersebut.
“Kami tahu dan pernah mendengar soal bahayanya limbah yang ada dalam waduk. Rasanya tidak mungkin dipisahkan karena waduk menjadi tempat mencari rezeki,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas BLHK Lhokseumawe Dedi Irfansyah membenarkan bahwa hasil analisis menunjukkan bahwa waduk raksasa mengandung banyak limbah berbahaya.
Waduk tersebut mengandung limbah logam jenis merkuri dan limbah kimia, B3 dometik dan lainnya. Sehingga, keberadaan limbah pada waduk tersebut bisa menimbulkan dampak buruk lingkungan hidup disekitarnya.
Untuk menghindari warga terkena dampak lingkungan limbah, maka mereka sangat dilarang mengeksplorasi air dalam kegiatan apapun di dalam waduk raksasa.
Dedi menerangkan bahwa limbah logam jenis merkuri merupakan limbah paling berbahaya yang dapat menimbulkan dampak buruk dalam waktu jangka panjang atau efeknya tidak langsung dirasakan.
Sebagai contoh budidaya ikan dalam waduk, kemungkinan besar ikan telah mengkonsumsi limbah merkuri dan bila sudah panen tentu akan berdampak buruk bagi manusia yang mengonsumsinya karena limbah merkuri berpindah ke dalam tubuh manusia.
Terlebih jika dikonsumsi secara berkelanjutan maka limbah merkuri akan mengendap dalam waktu yang sangat lama dan bila sudah menumpuk tentu akan menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan manusia.
“Dampak buruk limbah merkuri tidak terasa langsung tapi dampak buruknya akan merusak kesehatan dalam jangka waktu yang panjang. Sehingga warga harus menyadari dampak buruk limbah yang ada dalam waduk tersebut,” pungkasnya.
Adapun pemeriksaan sampel air Waduk Pusong ini dilakukan di Laboratorium DLH Pidie, beberapa waktu lalu. Dari hasil pengujian, mercuri yang terkandung sebanyak 0,0005 miligram per liter. Sedangkan ambang batas baku mutu berada pada kisaran 0,002 miligram per liter.
Parahnya, selain merkuri, air waduk itu juga ternyata mengandung zat logam berat lainnya, yakni timbal (TB). Namun kadarnya juga belum melebihi ambang batas baku mutu.
“Benar, selain merkuri, hasil pemeriksaan laboratorium, pada air waduk juga terkandung timbal yang merupakan zat logam berat yang berbahaya lainnya,” ujar Dedi Irfansyah, Kamis (12/11/2020).
Sebelumnya, Dedi sempat mengungkapkan, pengambilan sampel air dari Waduk Pusong untuk diuji berdasarkan arahan dari Wali Kota Lhokseumawe.
Walikota Lhokseumawe Suaidi Yahya mengimbau masyarakat agar tidak mengonsumsi ikan dari waduk Rerservoir Pusong, karena diketahui telah tercemar logam berat seperti merkuri dan zat berbahaya lainnya.
“Ikan yang ada di dalam waduk termasuk yang dipelihara dalam keramba mengandung logam berat seperti Merkuri dan zat berbahaya lainnya. Ini sangat berbahaya bila dikonsumsi masyarakat,” ungkap Wali Kota Lhokseumawe, Suaidi Yahya, dilansir dari Serambinews.