Mediatani – Dewasa ini, pemuda milenial yang mencoba menekuni dunia pertanian tidak hanya berasal dari kaum pria. Kini kaum perempuan pun juga tidak ingin kalah, salah satunya yaitu Afriana Putri Chajatiningrum yang saat ini tengah mengembangkan beras merah di desanya.
Afriana Putri Chajatiningrum, sosok perempuan 21 tahun yang akrab disapa Putri ini tengah memberikan perhatian lebih terhadap lahan padinya.
Berbagai upaya terus dilakukannya untuk berhasil menanam padi yang menghasilkan beras merah tersebut. Selain itu, ia juga mengembangkan unit usahanya dengan membuat beras merah kemasan bersama dengan teman-temannya.
Berkat kerja keras dan ketekunannya, beras merah organik yang hasil olahannya itu telah dipasarkan secara online hingga memiliki sekitar belasan reseller yang tersebar di sejumlah kecamatan.
Karena itu, tak heran jika hasil penjualan beras merahnya itu bisa mencapai omzet hingga Rp 10 juta untuk sekali panen. Meski demikian, perjalanan dia dalam menekuni dunia pertanian hingga seperti sekarang ini bukanlah hal yang mudah.
Meski menggarap lahan pertanian, Putri tetap bisa menempuh kuliah dan saat ini memasuki semester 6 di jurusan agrobisnis hortikultural di Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbantan) Jogja.
Karena dibesarkan dari latar belakang keluarga petani, Putri menjadi terbiasa melihat orang tuanya dalam mengolah sawah. Apalagi di desanya yang dianugerahi sumber mata air yang melimpah, sehingga tidak menjadi kesulitan dalam pengairan.
Ia pun memanfaatkan potensi yang dimiliki daerahnya itu dan menggarap lahan yang luasnya 2.200 meter persegi khusus untuk beras merah.
“Alasan utama saya terjun sebagai petani karena melihat potensi di desa saya. Sangat disayangkan jika tidak melimpahnya sumber mata air ini ini tidak dimanfaatkan untuk pertanian. Apalagi saya juga dari keluarga petani,” ungkap Putri.
Putri tidak ingin hanya sekadar menjalankan rutinitas belaka saat menggeluti dunia pertanian. Dia ingin mampu untuk memberikan nilai lebih, seperti mengembangkan beras merah. Ia juga tidak hanya ingin sekedar terjun pada proses produksi saja, tetapi juga terjun di pemasaran dengan menerapkan berbagai startegi.
“Pendapatan petani itu tidak kalah kok dengan mereka yang bekerja di pabrik. Memang agar petani sejahtera minimal harus mengolah satu sampai dua hektare. Saat ini saya masih mengolah 2.200 meter persegi. Nantinya secara bertahap akan diperluas untuk yang diolah,” ujar wanita kelahiran 22 April 2001 tersebut.
Dengan luas lahan sebesar itu, Putri dapat menghasilkan sekitar 600 kilogram (kg) untuk sekali panen. Lantas oleh kelompok usahanya dikemas dalam akum dengan berat sekitar R 1 kg yang harganya Rp 23 ribu. Sedangkan untuk kemasan 500 gram dibandrol dengan harga Rp 13 ribu.
Dengan model pengemasan dalam vakum itu menjadikan beras merah mampu untuk disimpan dalam waktu enam bulan hingga satu tahun. Untuk penetrasi pasar sendiri, penjualan beras merahnya tidak hanya dilakukan secara langsung tetapi juga via online yang dikirim ke berbagai daerah. Termasuk untuk memberdayakan para reseller hingga menitipkan ke sejumlah toko herbal.
“Saat ini sudah ada pelanggan tersendiri karena produk kami memiliki sejumlah keunggulan. Mulai dari lebih pulen, lebih wangi hingga memiliki gizi lebih tinggi. Seratnya juga tinggi, ditambah indeks glikemik yan rendah sehingga cocok untuk yang sedang diet maupun penderita diabetes,” jelas Putri.
Putri pun memastikan bahwa beras merah yang diproduksi itu memiliki cita rasa tidak terlalu hambar seperti pada umumnya dan diolah dengan sistem agroekologi yang dalam proses pengelolaannya memperhatikan aspek lingkungan sekitar. Karena tidak menggunakan bahan kimia sintetis, pangan yang dihasilkan menjadi lebih sehat.
Puri bertekad untuk terus mengembangkan beras merah ini dengan mengembangkan jaringan kemitraan. Dari pemetaan yang dilakukan, setidaknya perlu dua reseller untuk setiap kecamatan di Klaten. Harapannya, model pemasaran seperti itu bisa memudahkan konsumen untuk mencari produknya.