Mediatani – Serangan tikus yang merusah sawah di sejumlah wilayah Kecamatan Tanon, Sragen, sudah terjadi sejak dua tahun terakhir. Untuk mengatasinya, sejumlah petani tidak lagi menggunakan jebakan listrik, namun diganti dengan menggunakan pagar plastik.
Melansir dari Solopos, Sekretaris Desa Kalikobok Agus Salim mengatakan, serangan hama tikus pada tanaman padi di desanya sudah ada sejak pandemi Covid-19 atau sekitar dua tahun terakhir. Serangan hama tikus tersebut mengakibatkan kurangnya hasil panen petani.
“MT [massa tanam] III kemarin bisa dibilang gagal. Yang biasanya per petak katakanlah misalkan mendapatkan 13 karung, ini 50% aja enggak dapat,” ungkap Agus (5/12/2021).
Agus menuturkan bahwa para petani sudah berupaya menyelamatkan tanaman padi dari hama tikus dengan berbagai cara. Mulai dari menggunakan racun tikus berupa emposan atau gas yang dimasukkan ke sarang tikus, pakan dicampur racun tikus hingga membuat pagar dari plastik gulung.
Upaya tersebut juga dilakukan para petani di desa terdekat seperti Bonagung dan Gading.
“Kadang tikus itu kalau sudah masuk ke tanaman lebat gak bisa keluar dan menyarang di dalamnya. Tikus kadang bisa lewat bawah plastik,” jelasnya.
Menurut Agus, petani tidak ingin memasang jebakan tikus berarus listrik di Desa Kalikobok. Walaupun tingkat keberhasilan menanggulangi hama tikus dengan memakai jebakan listrik dapat maksimal, namun resikonya sangat tinggi.
“Kami menganggarkan pada 2022, bagi petani misalkan masih ada tikus, bareng-bareng geropyokan. Yang dapat tikus dapat nilainya berapa. Sudah ada pada RAPBDes [rencana anggaran pendapatan dan belanja desa]. Nilainya tidak besar namun sudah ada upaya ke sana,” ungkapnya.
Salah satu petani di Desa Bonagung, Gino mengatakan bahwa serangan tikus membuat hasil panen padinya menurun menjadi separuh pada musim panen terakhir dibandingkan sebelum adanya hama tikus.
Menurutnya, upaya mengurangi serangan tikus dengan racun telah dilakukan bersama petani lain. Namun, upaya tersebut belum memberikan hasil yang maksimal.
Saat ini, Gino membuat pagar plastik berwarna hitam untuk menghalau tikus agar tidak merusak padi yang sudah berusia 20-an Hari Setelah Tanam (HST). Tinggi plastik yang dipasang lebih dari tinggi lutut orang dewasa.
Kendalanya, biaya tambahan untuk membeli plastik tergolong tinggi bagi petani dan hanya bisa digunakan dua kali karena mudah rusak. Kondisi ini pun sudah dilihat oleh para penyuluh pertanian.
“Sawah yang saya tanami padi mungkin luasnya ada 3.000-an meter persegi menghabiskan plastik gulung Rp650.000. Plastik untuk dua kali pakai,” ujarnya.
Berdasarkan data Kecamatan Tanon pada tahun 2021 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Sragen, luas panen padi pada 2020 mencapai 7.589 hektare dengan produksi 49.283 ton. Sedangkan luas panen padi gogo atau di lahan kering seluas 552 hektare dengan produksi 3.333 ton pada 2020.