Mediatani – Seekor ternak sapi mampu menghasilkan kotoran lebih dari 10 kg per hari atau 3,6 ton per tahun. Kotoran tersebut sebenarnya sangat berpotensi untuk dijadikan sumber energi alternatif, dimana biogas tersebut bisa dimanfaatkan sebagai energi listrik dan bahan bakar.
Pemanfaatan kandungan gas metana dalam feses sapi menjadi sumber energi terbarukan ini merupakan salah satu langkah untuk mewujudkan Sustainable Development Goals. Hal ini juga sesuai poin ketujuh mengenai ketahanan energi terbarukan yang ramah lingkungan.
Alasan itulah yang mendasari lima mahasiswa Universitas Brawijaya (Unibraw) Malang untuk menciptakan inovasi kandang ternak berbasis teknologi. Inovasi tersebut memanfaatkan sumber energi yang dihasilkan dari feses atau kotoran sapi.
Kelima mahasiswa tersebut adalah Ahmad Fahrudin Husen, Rhobithotus Mufidah, Novia Putri Wardani, Aura Alya Rahma, dan Triyana Sinta Dewi. Karya buatan mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya itu mengadopsi sistem model kandang closed house pada ternak ayam.
Dengan bantuan dosen pembimbing Mulia Winirsya Apriliyani, S.Pt., MP, mereka berhasil menciptakan aplikasi kandang pintar berbasis IoT yang diberi nama System Several Massage Macrocontroller Technology atau disingkat SI SEMMUT.
Kandang berbasis teknologi yang menerapkan sistem closed housed ini mampu menciptakan keamanan secara biologi dan meminimalisir kontak dengan organisme yang lain. Teknologi ini memiliki pengaturan ventilasi yang baik sehingga mengurangi stres pada ternak.
“Kandang tersebut untuk pengganti energi listrik menggunakan biogas, merupakan energi terbarukan dari gas metana yang dihasilkan oleh limbah feses sapi,” jelas Fahrudin, selaku perwakilan tim, dikutip dari laman detik.com, Rabu, (1/8/2021).
Sedangkan sistem perkandangan, tambah Fahrudin, dapat dipantau dari aplikasi smartphone SI SEMMUT guna mempermudah pengecekan kondisi ternak dan kerja dari sistem perkandangan.
Namun, ada berbagai tahapan yang perlu dilakukan dalam membuat energi tebarukan dari gas metan. Pada prinsipnya, pembuatan biogas kotoran sapi dapat diproduksi dengan cara fermentasi anaerob, dimana kotoran sapi dimasukkan ke dalam sebuah tempat yang tanpa oksigen. Secara alami, nantinya akan muncul bakteri anaerob.
Bakteri anaerob tersebut mampu memecah molekul organik pada kotoran sapi menjadi kumpulan gas metana, karbon dioksida, dan sedikit karbon monoksida, nitrogen, juga hidrogen.
Untuk proses fermentasi, diperlukan penggunaan suhu dengan kisaran 30-55°C. Pada suhu tersebut, mikroorganisme mampu merombak bahan-bahan organik secara optimal. Proses dekomposisi anaerobik ini dibantu oleh sejumlah mikroorganisme utamanya pada bakteri metan.
Kemudian dilakukan pembuatan digester atau bangunan utama dari instalasi biogas yang berfungsi untuk menampung gas metan, hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri.
Pengisian bahan organiknya dilakukan secara kontinu setiap hari. Besar kecilnya digester tergantung pada kotoran ternak yang dihasilkan dan banyaknya biogas yang diinginkan.
Selain berhasil menciptakan inovasi, karya tersebut juga diikutsertakan dalam ajang internasional World Youth Invention and Innovation Award (WYIIA).
Kompetisi tersebut dilakukan secara daring dengan fokus mengangkat bidang matematika, teknologi, lingkungan, ilmu sosial, pendidikan dan fisika. Peserta WYIIA 2021 ini berasal dari Amerika Serikat, Thailand, Turki, Azerbaijan, Korea, Saudi Arabia, Malaysia, dan Indonesia.