Mediatani – Manfaat teknologi digital mulai menyentuh sektor pertanian Indonesia. Adanya peran digital farming, dinilai bisa menjadi solusi bagi sektor pertanian agar bisa lebih maju, modern, dan kompetitif. Peran digitalisasi teknologi khususnya pada sektor pertanian harus terus dikembangkan. Pasalnya di tengah pandemi yang tak kunjung usai, berbagai masalah pada sektor pertanian juga belum selesai. Pada awal tahun ini, para petani mulai resah karena harga jual hasil panen semakin menurun. Untuk kembali modal saja petani sudah bersyukur.
Salah satu contoh pada komoditas tomat di daerah Pagaralam, Sumatera Selatan yang harganya anjlok sekitar Rp 6.000/kg dari harga normalnya Rp. 9.000/kg. Tidak hanya itu, harga bawang merah di tingkat petani Brebes yang awalnya dihargai Rp 20 ribu/kg, turun hingga Rp 9.000/kg. Bahkan di Lampung, petani singkong harus gigit jari karena harganya yang terjun bebas di angka Rp 7.500/kg.
Felicia Yulie Mills selaku Bussiness Development Specialist Ekosis menyatakan, keterbatasan petani dalam memasarkan produknya menjadi salah satu kendala. Selain itu, panjangnya rantai distribusi yang membelenggu serta sulitnya akses pada angkutan logistik menjadi penyebab rentetan masalah yang terjadi saat ini.
Merespon hal tersebut, Ekosis hadir untuk menjadi solusi bagi permasalah petani dengan bantuan teknologi. Ekosis berfungsi sebagai sarana bagi petani yang ingin mengiklankan produknya di website dan aplikasi Ekosis. Hal ini diharapkan dapat mendorong pemasaran agar dapat dijangkau oleh seluruh pembeli di Indonesia. Para petani juga bisa berkonsultasi dan memesan angkutan logistik yang tersedia di Ekosis jika terkendala pada logistik atau pengiriman. Komoditas bisa dikirim dalam keadaan dingin/beku karena Ekosis memiliki layanan logistik dengan cold-storage.
“Dengan ini, kami harap petani dapat menjual hasil keringatnya dengan harga yang layak. Di sisi lain, hal ini juga menguntungkan pembeli, karena prosesnya memangkas rantai distribusi yang begitu panjang,” Felicia menambahkan.
Saat ini, Ekosis sudah menyediakan pengiriman yang menjangkau hampir seluruh daerah pengiriman di Indonesia. Melalui layanan darat, laut, udara, city courier, kereta api dan trucking.
Selain itu, terdapat juga Aplikasi BOS FARMER dan BOS Fresh Apps dari Provinsi Bali. Aplikasi pintar yang diluncurkan oleh komunitas Petani Muda Keren (PMK) besutan A.A Gede Agung Wedhatama berfungsi untuk memudahkan mereka dalam mengembangkan pertanian dari hulu ke hilir. Kendali mutu terhadap produk yang dipasarkan bisa terjaga dengan baik.
Wedha, selaku founder dari Aplikasi BOS FARMER ini mengatakan bahwa petani bisa lebih mudah dalam mengembangkan usahanya. Dengan cara memasukkan komoditasnya kedalam aplikasi lengkap dengan info tambahan seperti jadwal tanam, umur tanaman, luas lahan dan jumlah tanaman. Petani juga bisa mendapatkan informasi tentang periode panen, perkiraan hasil panen dan juga waktu pemupukan.Dengan algoritma yang dikembangkan sendiri oleh Wedha dan timnya, petani juga bisa mendapatkan informasi terkait periode panen, perkiraan jumlah panen, serta waktu pemupukan.
Selain itu, aplikasi tersebut juga bisa membantu proses quality control yang dilaksanakan dengan ketat. Tetapi dengan syarat wajibnya adalah hasil produk pertanian harus dibudidayakan secara alami (nature farming), seperti menggunakan pestisida dan pupuk alami. Agar produk pertanian Bali dikenal sehat dan berkualitas.
Melalui aplikasi tersebut, pemanfaatan big data untuk keberlangsungan usaha pertanian juga bisa digunakan oleh anggota komunitasnya.
“Jadi kita tahu, kapan punya komoditas apa, berapa, dan di mana. Dengan perkiraan data tersebut, PMK bisa mengatur anggotanya agar bergantian dalam menanam komoditas tertentu. Kita cari pasar dulu baru kita tanam. Bukan sebaliknya, tanam dulu baru cari pasar,” tutup Wedha.