Mediatani – Sebuah inovasi sederhana namun berdampak besar muncul dari Kelurahan Bellere, Kecamatan Keera, Kabupaten Wajo. Seorang penyuluh perikanan bernama Bakhtiar berhasil mengembangkan pakan ikan alternatif berbahan dasar ampas berondong jagung, limbah yang selama ini tidak dimanfaatkan secara optimal. Berondong jagung di daerah ini dikenal dengan sebutan banno.
Bakhtiar sendiri merupakan penyuluh perikanan pada Satuan Administrasi Pangkal (Satminkal) Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan (BRPBAPPP) Maros di bawah Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM), Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Inovasi pakam ampas banno mulai dikembangkan sejak tahun 2023 dan telah diterapkan di Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Dzakwan, kelompok yang didampingi langsung oleh si Penyuluh. Melalui pendekatan bertahap, ia juga telah mengajak beberapa pembudidaya ikan lainnya di Kecamatan Keera untuk menggunakan pakan banno ini.
Bakhtiar menjelaskan bahwa ampas berondong jagung dapat menjadi solusi atas tingginya harga pakan komersial yang saat ini membebani para pembudidaya.
“Harga pakan pabrikan sekarang sangat mahal. Akibatnya, banyak pembudidaya hanya bisa memberi pakan sekali sehari, padahal idealnya dua sampai tiga kali. Ini tentu berdampak pada lambatnya pertumbuhan ikan,” ujar Sang Penyuluh saat diwawancarai di lokasi budidaya milik Pokdakan Dzakwan.
Ia juga menambahkan bahwa pembudidaya kolam tanah yang biasanya mengandalkan pakan alami kini menghadapi kendala lain: kelangkaan pupuk bersubsidi dan mahalnya harga pupuk non-subsidi, yang membuat proses pemupukan untuk menumbuhkan pakan alami menjadi tidak lagi efisien.
Berangkat dari kondisi tersebut, Bakhtiar mulai menguji pemanfaatan ampas berondong jagung yang cukup tersedia dari pelaku usaha banno di pasar lokal. Keunggulan lainnya, ampas banno ini tidak lagi diolah atau ditambahkan bahan lainnya untuk bisa digunakan sebagai pakan ikan.
“Kami sudah gunakan kurang lebih setahun, dan hasilnya cukup menjanjikan. Ikan tetap tumbuh dengan baik, dan biaya pakannya jauh lebih murah,” tambahnya.
Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Wajo, Andi Ismirar Sentosa, menyambut baik inovasi tersebut dan menyebutnya sebagai contoh nyata dari pemanfaatan limbah yang tepat guna dan berkelanjutan.
“Inovasi ini sangat relevan dengan kondisi di lapangan. Kami dari dinas akan terus mendorong penyuluh dan pembudidaya untuk berinovasi, apalagi jika solusinya bisa menekan biaya dan ramah lingkungan,” ujar Ismirar.
Dinas Perikanan berencana melakukan pelatihan dan replikasi inovasi ini ke pokdakan di kecamatan lain, sekaligus mendukung keberlanjutan usaha budidaya di tengah fluktuasi harga pakan dan pupuk.
Dengan hadirnya inovasi pakan dari limbah ini, Kabupaten Wajo tidak hanya memperkuat ketahanan pangan melalui sektor perikanan, tetapi juga memperlihatkan bahwa kreativitas lokal dapat menjadi jawaban atas tantangan global dalam produksi pangan berkelanjutan.
Inovasi ini juga akan diikutsertakan dalam Lomba Inovasi Daerah Kabupaten Wajo Tahun 2025 dengan judul PAPA BERAKSI (Pemanfaatan Ampas Berondong Sebagai Pakan Ikan Selingan). Judul tersebut mencerminkan semangat lokal sekaligus pesan kreatif untuk menjawab permasalahan riil di lapangan.
Sebelumnya, Bakhtiar juga telah menciptakan inovasi alat vanamerator yang merupakan alat pengganti kincir alternatif bagi lokasi tambak yang tidak memiliki jaringan listrik, bernama Vanamerator Hebat Tradisional.
Berkat inovasinya, sang penyuluh mendapat penghargaan yang diserahkan langsung oleh Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman pada rangkaian kegiatan Launching Knowledge Management Repository dalam Replikasi Inovasi Pelayanan Publik dan Pembukaan Kompetisi Replikasi Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2021 lalu dan penghargaan Satyalancana Wira Karya dari Pemerintah RI melalui KKP.