Mediatani – Eceng gondok yang selama ini dinilai merusak lingkungan ternyata bisa dimanfaatkan menjadi berbagai produk yang bernilai ekonomi. Jika bagian tertentu dari tanaman ini dikeringkan, nantinya dapat diolah menjadi kerajinan tangan yang berkualitas, mulai dari tas, totebag, baju, sandal, case ponsel, topi, hingga buku.
Hal inilah yang dilakukan Firman Setyaji melalui usaha Bengok Craft yang dirintis sejak Januari 2019 lalu atau saat kembali dari ibu kota ke kampung halamannya di Semarang. Dengan kreativitasnya, ia berhasil menaikkan kelas tanaman eceng gondok.
Sebagai lulusan Kriminologi Universitas Indonesia, Ia menyadari bahwa eceng gondok yang banyak tumbuh di sekitaran Rawa Pening memiliki potensi yang bisa dikembangkan.
Awalnya Firman memperhatikan bagaimana masyarakat, dari tua hingga muda, hilir mudik mengambil eceng gondok, hingga melihat proses penjemuran dan kemudian menjualnya dalam bentuk mentah.
Kemudian ia berpikir untuk mengembangkan ekosistem yang sudah ada untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat sekitar. Tidak hanya menjual bahan mentahnya saja, namun Ia ingin meningkatkannya menjadi barang jadi.
Langkah selanjutnya yang dilakukan Firman adalah melakukan riset guna mencari tahu apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan potensi Rawa Pening. Ia lalu menyadari bahwa di kalangan masyarakat terutama generasi milenial memiliki minat terhadap produk unik dari bahan alami.
Inspirasi tersebut mendorongnya untuk memulai Bengok Craft, ruang kreatif berbasis pemberdayaan masyarakat untuk mengolah eceng gondok menjadi berbagai macam kerajinan yang bernilai ekonomi.
Hingga saat ini, sudah puluhan produk kerajinan yang diciptakan Firman untuk Bengok Craft, seperti tas, totebag, sandal, ponsel, topi, baju, case hingga buku.
Seperti yang dilansir dari laman tribunnews.com, meski pada 6 bulan pertama usahanya memperlihatkan kenaikan grafik yang baik, namun usahanya itu juga sempat menemui tantangan, seperti kehilangan rekanan dan mitra.
Terlebih lagi, pandemi telah membuat semua lini terkena dampak dan berakibat pada omzet yang turun drastis selama hampir setengah tahun.
Namun, Firman tidak tidak menyerah begitu saja, ia dengan cermat melakukan evaluasi dari berbagai sisi, baik dalam sistem, manajemen, maupun cara untuk mengakomodasi warga sekitar.
Firman mengatakan, tetap survive di tengah situasi pandemi pun merupakan sebuah prestasi tersendiri. Pada tahun kedua, pandemi membuat usahanya mengalami penurunan sebab belum siap dengan hal itu dan menjadi bahan evaluasi untuknya.
“Kami pun mencoba untuk beradaptasi. Ibaratnya, kami digembleng dengan kondisi pandemi,” ujarnya.
Masa pandemi Covid-19 menjadi kesempatan bagi Bengok Craft untuk melakukan penguatan pemasaran digital. Firman memaksimalkan media sosial dan berusaha membangun hubungan dengan para pelanggan melalui update secara berkala mengenai aktivitas dan produk di akun Instagram.
Keputusannya untuk memaksimalkan penggunaan marketplace ternyata menuai hasil positif, Bengok Craft akhirnya bisa merasakan peningkatan omzet hampir dua kali lipat dari sebelumnya.
Dampak positif terhadap lingkungan juga menjadi dasar tujuan yang ingin dicapai Bengok Craft. Selain membuat produk dari bahan alami, Bengok Craft juga kerap menyosialisasikan pentingnya pemanfaatan daur ulang kepada para pekerja dan pengrajin.
Menurut Firman, keberadaan Bengok Craft juga telah memberikan atensi terhadap keberlangsungan Rawa Pening. Berdasarkan riset yang ada, sampai dengan tahun 2030, Rawa Pening terancam hilang karena tertutup oleh eceng gondok.
Setahun setelah Bengok Craft berjalan, mulai muncul kepedulian terkait pelestarian Rawa Pening. Mulai 2020 dan 2021, ada pembersihan rawa pening dari kementerian Lingkungan Hidup secara masif.
Jika mendatangi lokasi tersebut, pengnjung sudah bisa melihat Rawa Pening yang bagus dan bersih, seperti Danau Toba. Selain itu, kapal-kapal nelayan juga sudah bisa berlayar lagi.
Kolaborasi dengan masyarakat adalah prioritas Bengok Craft. Maka dari itu, Firman dan timnya selalu aktif mencari rekanan dan membuka ruang untuk berkolaborasi dengan siapa pun, mulai dari komunitas hingga pemerintah.
Bengok Craft yang berpusat di Tuntang, Semarang ini tidak hanya berhasil menghadirkan kreasi produk natural dan eco-friendly untuk pelanggan nasional, namun juga global.
Belakangan ini, Bengok Craft mulai membangun jejaring ekspor bersama rekanan dari Singapura serta telah beberapa kali ekspor ke Italia dan Dubai.
“Canangkan angan-angan dan planning dan lakukan evaluasi setiap saat. Jangan menyerah, tetap semangat. Kondisi apa pun bisa dihadapi kalau kita punya semangat dan kemauan keras. Apa pun impian kita, akan bisa tercapai,” tandas Firman.
Firman berharap penerus bangsa tidak berhenti memiliki angan-angan untuk membantu sesama. Ia pun mengedepankan filosofi jawa urip iku urup: hidup harus dapat memberikan manfaat bagi orang lain.
Firman pun memimpikan usahan agar terus tumbuh dan mengakomodasi lebih banyak sumber daya manusia. Sehingga Bengok Craft bisa menjadi leader kreasi enceng gondok di Indonesia.
Pemberdayaan Bengok Craft membuktikan jika Bengok Craft memiliki keinginan khusus agar masyarakat sekitar Rawa Pening memiliki kualitas Sumber Daya Manusia yang mumpuni dengan memanfaatkan peluang sekitar.