Oleh: Masluki*
Di ladang pertanian, jalan berlumpur dan berkubang kadang menjadi batu sandung bagi siapapun penunggang yang kurang jam terbang. 100 hari kepemimpinan Syahrul Yasin Limpo akan diuji dengan sekelumit persoalan yang tidak mudah.
Di atas kertas, target menyelaraskan semua data pertanian bukanlah pekerjaan semudah membalikkan telapak tangan. 74 tahun Indonesia merdeka, pertanian mengalami pasang surut hingga titik yang paling dalam.
Epicentrum data pertanian seperti data base lahan, luas tanam, iklim, serangan hama penyakit, luas panen, produksi, serapan anggaran, sarana produksi hingga alsintan akurasinya belum memuaskan. Kesimpangsiuran ini memicu miskoordinasi lintas kementerian maupun badan yang membidangi data soal pangan.
Disisi lain, pemerintah harus menjamin pangan selalu tersedia, terjangkau dan mudah diakses karena terkait dengan kebutuhan hak asasi manusia.
Tahun 2018, kontroversi data produksi padi menjadi polemik hangat lintas kementerian dan badan pemerintah lain yang mengelola data perberasan nasional. BPS 2018 memberikan proyeksi potensi luas panen 10.9 juta hektar, jika berdasar hasil ubinan maka produksi beras nasional sebesar 56.54 juta ton gabah kering giling (GKG) atau setara 32.42 juta ton beras.
Dilain pihak, Kementerian Pertanian memproyeksikan potensi luas panen tahun 2018 mencapai 15.99 juta hektar dengan perkiraan produksi 83.03 juta GKG atau setara 46.5 juta ton beras. Sehingga surplus beras mencapai 13.03 juta ton sehingga impor beras tidak perlu dilakukan mengingat cadangan beras lebih dari cukup untuk menghidupi penduduk Indonesia sekitar 265 juta jiwa selama 6 bulan.
Faktanya, jika angka konsumsi 111.58 kg/kapita/tahun maka dibutuhkan 29.57 juta ton/tahun. Selama 2018 hanya terjadi surplus beras sebesar 2.85 juta ton. Di sisi lain, Kementerian Perdagangan menilai bahwa harga beras di pasaran masih tinggi sehingga kebijakan impor beras 2018 sebesar 2 juta ton harus dilakukan.
Akumulasi surplus beras sebesar 2.85 juta ton, maka cadangan beras nasional mencapai 4.85 juta ton atau hanya cukup untuk konsumsi dua bulan. Untuk keperluan cadangan beras, berlaku enam bulan atau 1 musim tanam, maka perlu beras sebesar 14.,76 juta ton sehingga masih defisit 9.71 juta ton secara nasional.
Cadangan beras nasional diperuntukkan mengantisipasi jika terjadi gagal panen, bencana alam dan konflik sosial. Dampaknya, data produksi terkoreksi hingga 30%.
Bagi akademisi, data akan diolah dan di analisis untuk menyusun hasil studi lalu dilaporkan dalam bentuk publikasi ilmiah. Di arena politik, data bak dua sisi mata pisau yang tajam. Terkadang, akurasi data tidak terlalu penting asalkan bos senang data akan di sajikan super optimal. Hingga melambungkan citra positif atas prestasi di hadapan publik.
Data pulalah yang terkadang menghentikan karir bahkan menjebloskan pejabat ke dalam jeruji besi. Data akan diolah dalam bentuk pelaporan, lalu publik akan menilai dalam bentuk rapor baik atau buruk.
Di ranah ekonomi, data sangat penting dalam menjamin investasi bagi pelaku usaha. Data konsumen dan kecenderungan masyarakat terhadap produk tertentu akan mempengaruhi produksi suatu barang. Big data adalah modal besar jika dikelola secara akurat, akuntabel dan presisi tinggi.
Di era digital, bisnis big data telah menjadi lahan usaha baru yang menggiurkan. Sebut saja big data yang dimiliki oleh transportasi online akan dijual ke usaha lain berdasarkan rekam jejak kunjungan penumpang sebagai konsumen potensial.
Start up agribisnis berbasis digital yang memiliki data base yang terpantau real time dan akurat akan mudah mengekspansi pasar produk pertanian.
Bermodalkan aplilakasi data digital, rantai pasok dan distribusi akan terbaca melalui dashboard lalu dijadikan acuan dalam mengambil kebijakan berdasarkan pola peminatan konsumen akan suatu barang. Di lain pihak, data merupakan jaminan kepercayaan untuk mendapatkan modal usaha dari perbankan maupun investor dalam menanamkan modal usaha di sektor hulu dan hilir.
Di negera berdaulat pangan, bank data apapun terkait pertanian harus dikelola secara profesional oleh negara sebagai penentu arah kebijakan.
Kementerian Pertanian sebagai entitas sentral dalam menyediakan dan menjaga keberlanjutan pangan sudah seyogyanya mengelola data secara terpadu. Di atas kalender, 100 hari adalah waktu yang cukup singkat, harapan publik untuk membenahi data dibidang pertanian membutuhkan kerja keras, cepat, tegas dan cerdas..
Syahrul Yasin Limpo akan bekerja dengan bekal pengalaman kepemimpinan visioner pada berbagai level pemerintahan daerah dengan torehan prestasi, Penghargaan Satya Lencana Pembangunan Pertanian 2008, Agro Inovasi 2009, Peningkatan Produksi Beras di atas 5% 2010, dan Adhikarya Pangan Nusantara (2011-2014) 4 tahun berturut -turut. Kita berharap ada pembenahan data melalui langkah-langkah strategis dan taktis sang komandan untuk merubah harapan jadi kenyataan menuju “Lumbung Pangan Dunia 2045”.
Di era revolusi 4.0 yang ditandai kemajuan Teknologi Informasi berbasis digital menjadi peluang untuk memperbaiki sistem manajemen data di sektor pertanian. Penyajian data secara akurat, terpercaya, real time dan presisi tinggi dapat dilakukan memalui inovasi teknologi berbasis digital.
Teknologi informasi geografis dengan basis data spasial citra satelit maupun drone sudah saatnya digunakan untuk memetakan potensi lahan, menilai kesesuaian lahan suatu tanaman dgn memperhitungkan kondisi tanah, iklim, ketersediaan, air, gejala serangan hama penyakit serta kontur tanah pada suatu wilayah tertentu.
Begitupun dengan penerapannya pada sistem pencatatan dan pelaporan produksi panen dan pasca panen, pendaataan panen sangat diperlukan untuk monitoring dan evaluasi produksi. Kemajuan terbaru teknologi informasi melalui jaringan sensor nirkabel telah membuka jalan bagi tren baru sistem data pada bidang pertanian.
Keunggulannya, lebih mudah, terpercaya, murah dan tepat waktu. Akhirnya, upaya mempermainkan data dapat diminamalisir. Sehingga kedepan bank data pertanian makin akurat, presisi tinggi dan dapat dipertanggungjawabkan.
==
*) Penulis adalah Ketua Forum Mahasiswa Pascasarjana IPB Asal Sulawesi Selatan dan Barat (Rumana IPB Sulselbar)