Mediatani – Talas Beneng atau biasa disebut dengan Beneur atau Koneng merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang saat ini sedang gencar dikembangkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan).
Komoditas yang juga berorientasi ekspor ini asal muasalnya dari Gunung Karang, Pandeglang. Padahal, Talas Beneng ini awalnya hanya tanaman liar yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat zaman dulu saat masa paceklik tiba.
Belum lama ini, warga Desa Campaka, Cigugur, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat mulai menggagas budidaya talas beneng. Hal ini karena talas beneng diketahui memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dan dapat dijadikan sebagai bahan baku ekspor.
Dilansir dari laman harapanrakyat.com, Yatna Supriatna selaku Ketua BUMDes Campaka Mekar menyampaikan bahwa saat ini di daerahnya tersedia lahan dengan luas 83 hektar yang nantinya akan dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk mengembangkan budidaya talas beneng.
Menurutnya, di era teknologi yang semakin canggih ini, talas beneng bisa diubah menjadi bahan baku berbagai produk, seperti rokok herbal hingga minyak untuk digunakan sebagai kosmetik.
“Teknologi saat ini bisa mengubah tanaman talas beneng jadi bahan baku berbagai produk. Seperti untuk rokok herbal sampai minyak untuk kosmetik,” ungkap Yatna, pada Senin (31/1/2022).
Meskipun dulunya talas beneng ini hanya dianggap sebagai tanaman biasa dan cuma dijadikan sebagai pakan ikan tambahan oleh masyarakat, setelah mengetahui bahwa talas beneng ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi, mereka pun mulai mencoba untuk membudidaya Talas Beneng tersebut.
“Kami mencoba menggagas, Desa Cempaka sebagai sentra produksi Talas Beneng,” ungkap Yatna.
Terkait teknis penanaman Talas beneng ini, mereka akan memanfaatkan lahan perkebunan milik masyarakat yang tergabung dalam kelompok. Setelah itu, mereka akan menerima permodalan sebesar Rp 55 juta per hektarnya untuk mengolah lahan, pengadaan benih dan juga pupuk.
Talas Beneng, menurut Yatna, memiliki usia panen yaitu sekitar tiga tahun sejak dimulainya penanaman benih. Yatna memperkirakan pada tahun pertama budidaya talas ini dapat menghasilkan setidaknya Rp 11 juta, bahkan pada tahun kedua bisa mencapai Rp 18 juta.
Yatna mengungkapkan bahwa estimasi untuk satu lahan talas beneng ini bisa memanen daun dan dahan talas hingga dua puluh ton dengan taksiran harga Rp 800 per kilonya.
“Estimasinya, untuk lahan satu hektar, bisa panen daun dan dahan talas sampai 20 ton dengan harga Rp 800 per kilogram,” ungkap Yatna.
Ketika talas beneng ini telah mencapai usia tiga tahun, para petani sudah bisa mengambil umbinya. Selain itu, talas beneng ini masih bisa dimanfaatkan lagi sebagai bahan makanan olahan kripik dan lain sebagainya.
“Jadi dalam budi daya Talas Beneng ini usianya tiga tahun. Kemudian selesai panen kembali melakukan peremajaan,” pungkasnya.