Mediatani – Para petani padi di Gunung Kidul, Yogyakarta, tidak lagi merasa resah dengan musim kemarau yang tengah berlangsung. Pasalnya, para petani tersebut justru memanfaatkan lahan mereka untuk menanam semangka.
Tak tanggung-tanggung, mereka bahkan dapat memanen semangka hingga 30 ton dengan omzet mencapai Rp100 juta dalam jangka waktu 2,5 bulan sejak awal menanam semangka.
Ada sekitar 1,2 hektar luas lahan kering yang ditanami sebanyak 8.000 pohon semangka di area yang awalnya adalah sebuah persawahan. Karena pengelolaan yang baik, para petani mampu menghasilkan lebih dari 30 ton semangka segar.
Ide awal petani untuk menggarap lahan kering menjadi area semangka berawal ketika para petani menginginkan hasil yang lebih dari area persawahan kering mereka secara bersama-sama.
Suyono, salah satu petani mengatakan, dalam kelompok petani Klayar ada sebanyak 24 petani yang beralih fungsi lahan. Awalnya mereka kebinggungan untuk memanfaatkan lahan kering seluas 1,2 hektar yang ada di desa mereka.
“Di sini mayoritas petani padi dan juga ibu rumah tangga, kalau selepas padi biasanya ditanami tanaman tapi hanya untuk keperluan pakan ternak,” ujarnya.
Satu semangka memiliki ukuran 5 hingga 8 kilogram dan memiliki kualitas rasa yang manis. Terdapat tiga jenis varian semangka yang ditanam meliputi, semangka biji, semangka non biji, dan juga semangka inul yang dikelola bersama oleh sekitar 24 petani padi di dusun tersebut.
Suyanto menerangkan, alasan dipilihnya varian semangka yang ada dikarenakan jenis semangka yang mudah dalam perawatan dan memiliki nilai jual yang ekonomis sehingga menguntungkan warga.
Keuntungan lainnnya selain mudah dalam penanamannya, semangka tersebut memiliki nilai jual yang cukup ekonomis, terlebih semangka juga tidak terlalu membutuhkan air, sehingga perawatannya tidak terlalu intensif.
Jika kondisi lahan kering, petani hanya perlu menyiram air. Sebab, jika terlalu banyak air, buah semangka yang dihasilkan akan cepat busuk dan tidak memiliki rasa manis.
Petani lain, Suherman juga mengungkapkan hal yang senada. Ia tidak menyangka bahwa lahan kering yang ada didesanya bisa dikelola menjadi lahan semangka yang menggiurkan.
“Untuk perawatan sendiri terbilang mudah, kita cuma perlu memastikan bahwa tanah yang ada tidak kering, selain itu setiap pagi dan sore kita mengontrol tanamkan kita dengan melihat apakah ada tanaman yang layu atau tidak,” ungkapnya.
Untuk satu kilogram semangka, para petani menjual dengan harga Rp3.000 hingga Rp7.000, tergantung dengan jenis dan juga kualitasnya. Usaha petani yang menyiasati musim kemarau ini pun terbilang cukup berhasil.
Adapun sumber air yang digunakan berasal dari aliran sungai kali Oyo Gunung Kidul. Namun karena sungai tersebut mulai mengering, mereka memanfaatkannya sebagai sumber air area pertanian semangka, sehingga biaya produksi yang dikelola juga menjadi minim.
“Kita juga memanfaatkan anakan Sungai Oyo yang berada di samping area persawahan sehingga untuk keperluan pertanian bisa semakin ditekan,|” jelasnya.
Para petani mengaku, ke depannya akan meluaskan area persawahan kering yang ditanami semangka sehingga para petani dapat meraup omzet berlebih sebelum mereka kembali menanam padi saat musim penghujan tiba.
“Kita rencananya akan mengembangkan diarea pertanian yang ada disebelah area ini sebelum nantinya masuk musim penghujan,” imbuhnya.