Cerita Alumni Kampus Australia yang Memutuskan Jalani Bisnis Budidaya Nila Bioflok

  • Bagikan
Miccola Emirio Zein, pengusaha ikan nila merah di Banten

Mediatani – Budidaya ikan dengan sistem bioflok kian digandrungi masyarakat di berbagai daerah di Indonesia. Pasalnya, sistem ini ternyata memiliki berbagai keunggulan, mulai dari mengurangi risiko kematian ikan hingga membuat bobot ikan yang dipelihara menjadi lebih besar.

Keunggulan bioflok itu juga telah dibuktikan oleh seorang pemuda asal Serang, Miccola Emirio Zein yang menerapkan inovasi budidaya tersebut pada ikan nila yang dibudidayakannya.

Pemuda berusia 24 tahun ini sebenarnya merupakan alumni jurusan finansial di sebuah universitas di Australia. Sebelum menjalani budidaya ikan nila secara bioflok pada tahun 2019, ia awalnya bekerja di sebuah perusahaan swasta.

Namun, ia memutuskan untuk keluar dari perusahaannya itu dan memilih menjalani bisnis budidaya nila ini dengan belajar bersama teman-temannya atau melalui YouTube.

Pria yang akrab disapa Mico ini menjelaskan bahwa bioflok merupakan teknik budidaya ikan melalui rekayasa lingkungan yang mengandalkan pasokan oksigen dan pemanfaatan mikroorganisme.

Dengan menerapkan sistem bioflok tersebut, Mico dapat meningkatkan nilai kecernaan pakan. Karena prinsip dasar dari sistem bioflok ini adalah mengubah senyawa organik dan anorganik yang terdiri dari karbon, oksigen, hidrogen, dan nitrogen menjadi massa sludge berbentuk bioflok.

Lebih lanjut Mico menjelaskan bahwa kelebihan dari sistem bioflok ini, yaitu dapat dapat meningkatkan kelangsungan hidup sampai 90 persen, meski air pada kolam tak diganti.

“Nila hasil budidaya secara bioflok ini komposisi daging lebih gemuk, kandungan airnya juga lebih sedikit,” tambah Mico dilansir dari SariAgri, Selasa (1/6).

Budidaya ikan nila tersebut dilakukan Mico di lahan seluas 1,5 hektare yang berlokasi di daerah Pandeglang, Banten. Menurutnya, sumber air di daerah tersebut cukup bagus untuk membudidayakan ikan.

“Awalnya saya hanya memiliki tiga kolam tanah dan sepuluh kolam terpal bioflok. Sekarang menjadi 34 titik, dengan 24 kolam berdiameter empat meter dan sepuluh kolam berdiameter tiga meter,” ujarnya.

Selama menjalani budidaya nila, Mico sudah kerap mengalami gagal panen. Meski demikian, ia juga berhasil memanen sebanyak 250 hingga 400 kg per kolam, dengan nilai omzet sekitar Rp250 juta per sekali panen.

Usaha budidaya nila milik Mico itu juga sempat terdampak pandemi Covid-19. Hal itu bertambah parah dengan terjadinya kenaikan harga pada berbagai jenis pangan. Namun, kini usahanya perlahan membaik setelah permintaan mulai kembali meningkat dan harga pakan mulai menurun.

Saat ini Micco juga sedang melakukan inovasi yang lain, yakni membuat pakat pelet ikan nila buatannya sendiri untuk menghasilkan pakan yang lebih berkualitas.

“Jika nanti berhasil, selain dikonsumsi sendiri saya juga akan menawarkan di pasaran,” ucap Micco.

Pengembangan budidaya ikan sistem bioflok

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP, Slamet Soebjakto menyampaikan bahwa penerapan teknologi budidaya ikan sistem bioflok di berbagai daerah telah terbukti mampu lebih meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan pembudidaya ikan.

Menurutnya, teknologi inovasi tersebut telah menjadi menjadi mesin ekonomi baru yang mampu memberikan dampak positif yang lebih besar dibanding dibandingkan dengan sistem budidaya konvensional.

Penerapan teknologi oleh masyarakat pembudidaya juga merupakan salah satu program prioritas KKP yang terus menunjukkan hasil yang positif. Terbukti, masyarakat yang menerima bantuan paket budidaya ikan sistem bioflok di berbagai daerah telah berhasil melakukan panen.

Slamet Soebjakto menjelaskan bahwa seiring dengan dilakukannya penyebaran program bantuan budidaya ikan sistem bioflok yang semakin luas, akan semakin banyak masyarakat yang tertarik untuk menggali ilmu.

Menurut Slamet, saat ini semakin banyak masyarakat yang ingin belajar tentang budidaya ikan sistem bioflok ini, baik secara virtual maupun dengan berlatih langsung kepada penerima bantuan maupun kepada penyuluh dan pembimbing teknis yang ada di lapangan.

“Hal ini tentunya menjadi sebuah target jangka panjang KKP agar terus mempopulerkan keberhasilan teknik budidaya ikan sistem bioflok kepada masyarakat, hingga melahirkan pelaku usaha budidaya ikan yang mandiri,” ungkap Slamet.

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version