Mediatani – Armansyah (26), pemuda asal Nunukan, Kalimantan Utara memutuskan untuk terjun berprofesi sebagai seorang petani tanaman hidroponik, setahun setelah lulus sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Borneo Tarakan, pada 2018.
Awalnya, keputusan yang diambilnya itu sempat membuat pria yang biasa disapa Arman itu menjadi dilema. Mengingat banyak teman-temannya yang sibuk melamar pekerjaan di berbagai perusahaan swasta atau menjadi PNS.
Arman memberanikan diri untuk membuka usaha tanaman hidroponik di rumahnya. Ia mengaku mulai mengenal tanaman hidroponik dari salah seorang teman kuliahnya yang sudah lebih dulu memulai usaha tersebut.
“Sempat ditanya teman, selesai lulus kuliah mau kemana. Akhirnya dia ngasih tahu soal tanaman hidroponik. Dan sempat juga konsultasi kepada dosen saya mengenai tanaman itu. Kebetulan dosen saya juga punya usaha yang sama. Akhirnya saya mulai mencoba menanam di rumah,” terang Arman dikutip dari TribunKaltara.com, Kamis (14/07/2022),
Arman sebelumnya mencoba menanam selada dengan menggunakan sistem rakit apung yang menggunakan kolam penampungan air, styrofoam atau sejenisnya sebagai rakit agar tetap mengapung. Pada rakitannya itu, Arman menggunakan rockwool dan netpot sebagai wadah untuk penyangga tanaman.
Saat itu, hasil panen selada milik Arman hanya berhasil sekali saja, dan lebih banyak mengalami gagal panen. Meski demikian, ia tetap berusaha karena tanaman hidroponik bisa tumbuh dengan cepat.
“Memang beberapa kali juga gagal panen, tapi pemeliharaan lebih mudah. Tumbuh cepat dan hemat pupuk,” katanya.
Arman menyebut, modal awal yang dia gunakan saat memulai usaha tanaman hidroponik itu sebesar Rp3.000.000. Ia sendiri belajar secara otodidak untuk merakit media tanamnya.
Sementara untuk bibitnya, ia beli secara online dengan harga kisaran Rp70.000 – Rp80.000 per bungkus, yang isinya 900 biji. Untuk harga nutrisi dibeli dengan harga Rp 135.000 per paket untuk sekali panen.
“Saya pakai talang air 9 buah, baja ringan, pipa air, selang air, drum plastik, dan pompa air. Sekarang media tanamnya mahal,” terangnya.
Pria yang merupakan anak pertama dari 6 bersaudara itu mengaku, pada awal memulai usaha hidroponik, hasil panennya sempat ditolak di pasar. Sehingga ia hanya menjual hasil panennya ke beberapa warung makan dan perorangan.
“Karena saya antar di pasar, pedagang sayur nolak. Katanya nggak ada orang mau beli di pasar. Sayur apa itu,” ucap Arman.
Namun, karena wabah pandemi Covid-19 yang terjadi hingga sekarang ini, banyak yang mencari sayur selada dengan alasan kesehatan. Bahkan saat ini ia sudah memiliki pelanggan selada di pasar.
“Sekarang ini penjual burger di Nunukan mulai banyak, jadi yang beli selada juga bertambah,” kata Arman.
Arman menuturkan, panen seladanya tiap hari mencapai 10-15 pokok untuk satu talang secara bertahap. Biasanya, pada hari weekend akan banyak yang memesan seladanya.
Harga jualnya sediri mulai naik akibat dari kenaikan harga bahan produksi dan listrik. Untuk satu pokok selada dulunya ia jual seharga Rp 5.000 per pokok, namun sekarang naik menjadi Rp 10.000 per pokok.
“Kalau tidak kena hama saya bisa panen 720 pokok dalam sebulan. Harga bahan produksi naik, pupuk, media tanam, bibit, dan listrik juga ikut naik sekarang. Sementara saya pakai 4 pompa air untuk tanaman selada saya,” katanya.
Belum Kepikiran Menjadi PNS
Arman menuturkan, saat ini dirinya belum kepikiran untuk mendaftar tes CPNS, meski ada beberapa temannya yang selalu membujuknya untuk mengikuti tes barsama. Saat ini dirinya tengah fokus untuk mengembangkan usaha yang digelutinya.
“Hidup itu pilihan. Saat ini saya belum kepikiran jadi PNS. Disaat memilih untuk menggeluti usaha ini, saya tahu konsekuensi terburuknya. Dan saya lagi nikmati prosesnya sekarang,” pungkasnya.