Mediatani – Meskipun mengalami sedikit transformasi, petani masih saja menjadi salah satu profesi yang tidak menarik bagi banyak pemuda masa kini. Bahkan, meski terlahir dari keluarga petani, banyak pemuda yang lebih memilih untuk bekerja di kantoran sebagai karyawan perusahaan.
Dilansir dari laman sindonews.com, fenomena seperti ini terjadi di kampung Kamal yang jaraknya sekitar 2 km dari salah satu fasilitas produksi di Wilayah Kerja (WK) Mahakam: Bekapi-Senipah-Peciko-South Mahakam (BSP), yang dioperasikan Pertamina Huku Mahakam (PHM).
Sejatinya, kampung tersebut sangat potensial untuk dijadikan sebagai area pertanian, namun budaya bertani sudah mulai ditinggalkan oleh warganya.
Padahal, di daerah tersebut terdapat lahan tidur yang terhampar seluas 41 ha. Jika lahan tersebut dikelola dengan baik, maka dapat menjadi sumber pendapatan yang sangat menjanjikan.
Oleh sebab itu, setelah mengidentifikasi berbagai persoalan terkait pengelolaan lahan di wilayah tersebut, di tahun 2018 kemarin, PHM pun akhirnya berinisiasi untuk membuat Program Petani Maju 4.0.
Head of Communication, Relations & CID PHM Frans Alexander A Hukom mengatakan, PHM telah menargetkan para pemuda untuk mengimplementasikan program ini. Sebab, para pemuda diharapkan bisa meneruskan budaya bertani di kampung tersebut.
“Program ini dimulai dengan membuat pemetaan sosial dan identifikasi wilayah, dilanjutkan dengan mendorong pembentukan kelompok tani, dan saat ini program tersebut sudah bergulir,” ujarnya di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Jumat (3/12/2021).
Di tahun 2022, program Petani Maju 4.0 ini bisa menjadi rujukan dan dijadikan sebagai wilayah percontohan untuk agrowisata yang ramah lingkungan di wilayah Kutai Kartanegara.
Untuk menarik minat para pemuda agar mau kembali menggeluti sektor pertanian, PHM berusaha untuk memperkenalkan banyak aspek teknologi melalui program ini.
Salah satu teknik yang diperkenalkan pada program ini yaitu pertanian pertakultur yang memperhatikan aspek keberlanjutan dan ramah lingkungan.
Keunggulan dari teknik pertanian ini salah satunya adalah dengan menerapkan pemanfaatan alat bahan pertanian yang diproduksi sendiri oleh kelompok tani. Tidak hanya itu, aspek teknologi lainnya juga dikenalkan untuk memberikan hasil yang lebih optimal.
Saat ini, PHM diketahui sedang membina dua kelompok tani yang telah menguasai pertanian dengan teknik pertakultur. Salah satu contohnya yaitu dengan mengolah limbah pertanian dan peternakan menjadi pupuk organik yang diproduksi sendiri.
Hasil yang terlihat hingga saat ini, kelompok tani tersebut sudah mampu untuk memproduksi pupuk organik cair (POC) bahkan per bulannya mereka bisa memproduksi POC hingga mencapai lima ratus liter.
Selain itu, kelompok tani binaan ini juga dilatih untuk memproduksi media tanam yang juga dibuat secara mandiri. Hasilnya kini telah mencapai tiga ratus kg per bulan.
“Dari kedua material pendukung tersebut, kelompok tani saat ini bisa mendapatkan tambahan penghasilan hingga Rp9,6 juta per tahun,” ungkap Frans.