Mediatani – Fenomena La Nina yang terjadi di Samudera Pasifik diprediksi akan mengakibatkan anomali cuaca berupa peningkatan curah hujan yang terjadi di Tanah Air. Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BKMG), prakiraan dampak La Nina terjadi pada akhir 2020 hingga awal 2021.
Kepala Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG Indra Gustari menjelaskan, La Nina secara umum dapat dikatakan sebagai fenomena iklim yang berlawanan dengan El Nino atau fenomena iklim pemanasan atau kemarau panjang.
Fenomena alam La Nina yang dapat menyebabkan terjadinya bencana banjir di lahan pertanian, Syahrul Yasin Limpo selaku Menteri Pertanian (Mentan) berkoordinasi dengan dinas pertanian provinsi serta Balai Perlindungan di setiap wilayah untuk menyiapkan program langkah antisipasi terhadap fenomena alam tersebut.
Berdasarkan data BMKG, pada periode musim hujan di akhir tahun ini diikuti dengan adanya fenomena La Nina yang bisa mengakibatkan peningkatan jumlah curah hujan di Indonesia. Beberapa daerah yang terkena dampak fenomena La Nina diantaranya, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Papua dan Maluku.
Dilansir dari antaranews.com, Edy Purnawan selaku Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Kementan menghimbau agar setiap daerah yang terdampak fenomena La Nina segera melakukan langkah-langkah antisipasi.
“Akan ada beberapa program skala nasional antara lain penggunaan teknologi biopori, pemanfaatan pompa air pada lokasi terdampak banjir, normalisasi saluran air, sarana pengaliran penampung air, dan asuransi usaha tani padi untuk antisipasi kerugian pada lahan terdampak banjir,” kata Edy.
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memperkirakan fenomena La Nina akan mempengaruhi hasil produksi pertanian. Dampak iklim fenomena La Nina dapat menimbulkan bencana hidrometeorologi pada sektor pertanian.
Sementara itu, Syam Arjayanti selaku Plt Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengatakan, adanya fenomena La Nina membuat akumulasi curah hujan menjadi lebih tinggi.
“Diperkirakan curah hujan di wilayah Yogyakarta meningkat di atas 40 persen pada ambang batas curah hujan biasanya. Tentu, jika curah hujan tinggi maka pola tanam dan hasil panen akan terganggu,” jelasnya kepada Tribun Jogja, pada Kamis (04/01/2021).
Bahkan, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY meminta kabupaten untuk melakukan pengamanan tanaman terutama komoditi cabai dan bawang merah. Untuk lahan pertanian cabai yang terdampak fenomena La Nina berada di Kulon Progo seluas 75 hektare. Lalu, daerah Sleman 73 hektare, dan Gunungkidul 5 hektare. Sedangkan, untuk lahan tanaman bawang merah yang terdampak yakni Kulon Progo seluas 30 hektar, Bantul 20 hektare, Gunungkidul 25 hektare, dan Sleman 3 hektare.
“fenomena La Nina bisa mengakibatkan penyakit pada tanaman terutama jenis holtikultura. Maka dari itu, masing-masing daerah sudah kami minta untuk lakukan pengamanan agar meminimalisir risiko kerugian petani akibat fenomena iklim ini,” ujarnya.
Tak hanya itu, dampak perubahan iklim La Nina berpotensi menimbulkan dampak kerugian pada sub sektor pangan. Terutama pada daerah pertanian padi yang rawan banjir, seperti wilayah Bantul sisi Selatan meliputi daerah Sanden, dan Kretek. Kemudian, wilayah Kulon Progo meliputi Galur, Lendah, dan Hajatan.
“Tentu perubahan iklim ini harus terus dipantau. Karena, efeknya tidak hanya pada hasil produksi namun pendapatan petani juga. Sehingga, kami pun mengimbau agar mereka (petani) mengikuti asurani tani terutama yang di daerah rawan banjir untuk antisipasi apabila terjadi gagal panen,” terangnya.
Pihaknya memperkirakan fenomena La Nina akan berlangsung hingga Maret 2021 mendatang. Sehingga, para petani harus meningkatkan kewaspadaan untuk mencegah hal yang tidak diinginkan.