Mediatani – Damin (28), salah seorang nelayan di Kawasan Pluit Penjaringan, Jakarta Utara mengaku sejak berhenti sekolah di kelas 3 SD, telah mengikuti jejak sang Ayah untuk melaut mencari kerang hijau di Teluk Jakarta.
Dengan menggunakan perahu kayu yang dibuat sendiri, Damin berangkat melaut mencari kerang, mulai pagi hingga tengah hari. Dia menggunakan alat tangkap kerang berupa bagan yang dibuat dari bambu lalu ditancapkan di tengah laut lokasi budidaya.
Damin akan memanen kerang hijau setiap enam atau tujuh bulan sekali. Ia mengaku harus menyelam pada kedalaman 15-20 meter selama setengah hingga satu jam untuk mendapatkan kerang tersebut.
“Tergantung banyaknya kerang. Kita tanam di tengah (kedalaman laut), ada yang di pinggir,” kata Damin, dilansir dari Kumparan, Selasa (9/3).
Untuk menyelam selama setengah jam mencari kerang, Damin tidak menggunakan tabung oksigen, melainkan hanya dengan mesin kompresor untuk menyuplai angin kencang sebagai udara. Hal itu ia lakukan untuk mencegah masuknya air ke dalam mulut dan hidungnya.
“Jadi kayak angin tambal ban aja,” ujar Damin sambal tertawa.
Meski demikian, Damin juga mendapat efek samping dari kompresor yang digunakannya, mulai dari kepala yang merasakan tekanan udara hingga oli yang terkadang merembes dari penampung ke selang. Namun, hal tersebut dianggapnya sudah biasa selam menggunakan mesin kompresor.
Darmin menyerahkan hasil tangkapan kerangnya ke nelayan pemasar yang ada di dekat rumahnya. Sekali panen, ia bisa mendapatkan sekitar Rp 300-400 ribu. Hasil tersebut tentunya terbilang sedikit, mengingat biaya bahan bakar kapal, oli mesin kompresor, dan perbekalan lain yang harus ia keluarkan.
Harga jual itu pun sebenarnya cenderung berubah tergantung permintaan pasar. Terlebih saat pandemi melanda, harga kerang hijau menjadi anjlok.
Selain masalah harga, Damin juga tak jarang harus menghadapi cuaca buruk yang terjadi di tengah laut, dan ia akan terus melaut karena tidak ada lagi pilihan.
“Waktu itu aja sempat tiga hari nelayan enggak pada berangkat. Makan-tidur-makan-tidur saja di rumah. Kalau ada hasil keuntungan kemarin, masih bisa dipergunakan,” lanjutnya.
Upaya untuk membantu
Sementara itu, Tim Program Aksi Cepat Tanggap, Apiko Joko Mulyanto menjelaskan, nelayan yag mencari kerang di teluk Jakarta selama ini dihadapkan oleh keadaan yang rumit. Selain karena cuaca yang terus dihadapi, mata pencaharian nelayan kerang yang mulai mengikis juga berdampak pada kesejahteraan hidup mereka.
Selama ini, Aksi Cepat Tanggap telah melakukan berbagai upaya untuk bisa membantu nelayan yang ada di berbagai daerah. Bantuan tersebut biasanya berupa wakaf perahu dan bantuan pangan.
“Meredam dilema sosial nelayan kerang di teluk Jakarta perlu langkah besar dan harus dilakukan berbagai pihak. Ikhtiar ini tentu kita upayakan,” pungkas Apiko.
Kerang dan ikan di Teluk Jakarta berbahaya
Beberapa waktu lalu, Guru Besar Kelautan dan Perikanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Etty Riani mengungkapkan bahwa ikan dan kerang yang terdapat di Teluk Jakarta sudah tergolong berbahaya untuk dikonsumsi.
Pasalnya, biota laut tersebut banyak mengandung senyawa beracun dan berbahaya. Dikatakannya, orang yang mengonsumsi ikan dan kerang yang terdapat di Teluk Jakarta akan rentan terjangkit berbagai penyakit.
“Orang yang mengonsumsi ikan dari Teluk Jakarta rentan terhadap kanker dan penyakit degeneratif, seperti gagal ginjal,” kata Etty, dikutip The Jakarta Post.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta Darjamuni membenarkan pernyataan yang disampaikan Etty. Bahkan, pihak KPKP sudah merilis pernyataan tentang bahayanya kerang hijau dari Teluk Jakarta sejak 2006.
Meskipun sudah dinyatakan berbahaya, Dinas KPKP DKI Jakarta tetap kesulitan untuk mencegah penjualan kerang hijau dari Teluk Jakarta. Dinas KPKP sudah merencanakan berbagai cara untuk melarang penjualan kerang hijau dari Teluk Jakarta.
Beberapa cara Dinas KPKP yang dilakukan untuk mencegah penjualan kerang, yaitu dengan merencanakan relokasi nelayan kerang hijau dari Teluk Jakarta ke Panimbang, Pandeglang, Banten. Perairan di Panimbang tersebut dinilai lebih bersih untuk budidaya kerang hijau.
Namun, rencana relokasi akhirnya batal dilakukan. Meski telah banyak nelayan kerang hijau yang sudah beralih pekerjaan, namun, masih ada beberapa nelayan yang tidak menghentikan budidaya dan penjualan kerang hijau Teluk Jakarta.