Mediatani – Ancaman krisis pangan akibat resesi global dirasakan di seluruh dunia tidak terkecuali Indonesia. Sejumlah kepala daerah di Indonesia pun menyiapkan strategi khusus untuk menghadapi ancaman krisis pangan termasuk Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Meskipun Jawa Tengah terkenal dengan lumbung pangannya, namun Gubernur Ganjar Pranowo tetap mengantisipasi kemungkinan terburuk yang terjadi.
Dalam menghadapi ancaman tersebut, skenario yang ditawarkan salah satunya adalah diversifikasi pangan dengan mempersiapkan pangan lokal sebagai cadangan pangan. Pangan lokal yang dimaksud di antaranya adalah mi mocaf (tepung singkong), beras singkong, beras jagung sebagai cadangan pangan daerah.
Selain diversifikasi pangan, strategi lainnya adalah penggunaan pupuk organik, pengembangan varietas kedelai Grobogan hingga kampanye menanam di pekarangan. Terobosan yang dimaksud ini juga dalam upaya diversifikasi pangan.
Memasuki tahun 2023, Pemprov Jateng mulai menjadikan pangan lokal sebagai cadangan pangan daerah. Kepala Dinas Ketahanan Pangan Jawa Tengah Dyah Lukisari menyampaikan bahwa produksi pangan alternatif di Jateng dalam keadaan berlimpah.
Pada september 2022, produksi ubi kayu yang mencapai 2.288.971 ton, ubi jalar sebanyak 114.415 ton, kacang tanah sebanyak 58.423 ton, kacang hijau sebanyak 24.590 ton, jagung sebanyak 3.047.712 ton dan kedelai sebanyak 47.246 ton. Sementara sorgum yang ditanam di lahan yang luasnya 120 hektar, produksinya mencapai kurang lebih 1.000 ton.
Menurut Dyah, strategi diversifikasi pangan yang dilakukan adalah dengan “membudayakan” pangan lokal bagi masyarakat. Tujuannya agar pola pikir masyarakat tidak hanya mengacu pada satu komoditas saja, seperti beras.
Dari situlah, sejak 2022, Dishanpan mulai menganggarkan Rp 100 juta untuk pembelian pangan alternatif sebagai cadangan pangan dan beras sebagai komoditas cadangan pangan utama. Secara perlahan, pangan alternatif tersebut akan disosialisasikan kepada masyarakat.
”Cadangan pangan kami di anggaran perubahan 2022 kami tambah mi mocaf, beras jagung dan beras singkong. Anggarannya masih kecil memang kalau dibanding beras yang mencapai Rp 1,5 miliar, untuk pangan alternatif sekitar Rp 100 juta,” ujar Dyah, pada Jumat (6/1/23).
Saat ini kondisi gudang pangan milik Pemprov Jateng, tambah Dyah, tersedia sekitar 250 ton gabah atau sama dengan 180 ton beras. Untuk cadangan pangan alternatif contohnya mi mokaf masih relatif kecil.
”Seperti musim paceklik melaut saat ini, kemarin dari Pj Bupati Jepara dan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan minta cadangan pangan kami yang akan dibagikan pada nelayan. Kami nanti selain beras juga akan menambah mie mokaf,” jelas Dyah.
Selain upaya diversifikasi pangan, Dishanpan juga merancang agar konsumen bisa mengetahui dan mengenal keanekaragaman pangan. Tujuannya untuk mengenalkan penganan bahan lokal kepada para siswa sekolah.
Sosialisasi juga dilakukan pada beberapa tempat wisata saat musim liburan. Agar lebih menguatkan potensi pangan lokal, Dishanpan mengajak serta ahli gizi untuk ikut mengedukasi masyarakat.
Strategi ini diharapkan agar industri makanan olahan pangan lokal akan bergerak. Hingga akhirnya, produsen pangan lokal juga akan ikut menuai manfaat. Strategi menghadapi resesi pangan yaitu dengan menjadikan pangan lokal berdasarkan daerah dan kekayaan geografisnya.