Dosen UGM Beberkan 3 Langkah Jitu untuk Mengelola Limbah Budidaya Ikan

  • Bagikan
Kolam sistem resirkulasi

Mediatani – Berbagai cara dilakukan oleh pembudidaya ikan untuk dapat meningkatkan hasil produksinya, mulai dari pemberian pakan yang tepat hingga kualitas air yang bagus juga mempengaruhi budidaya ikan.

Namun, tidak sedikit dari mereka yang tidak memperhitungkan limbah budidaya yang dihasilkan akan mengganggu lingkungan di sekitarnya. Bahkan, bagi pembudidaya yang sadar akan hal tersebut, belum tentu mampu atau masih kewalahan untuk menangani limbah yang dihasilkan.

Dosen Departemen Perikanan Universitas Gadjah Mada ( UGM) Yogyakarta Susilo Budi Priyono menjelaskan bahwa limbah budidaya ikan yang dihasilkan paling banyak berasal dari pakan ikan. Selain itu, penggunaan berbagai bahan kimia seperti garam, kapur, obat-obatan, vaksin juga berpotensi menimbulkan limbah.

“Belum lagi jika ikan terkena penyakit, limbahnya juga bisa berupa penyakit. Pakan yang kita berikan mengandung protein, unsur hara yang ada di dalamnya adalah nitrogen. Pakan yang diberikan tidak semuanya dimakan ikan,” urai Susilo Budi seperti dilansir dari laman Kagama, Senin (8/3/2021).

Menurutnya, jumlah pakan yang tersisa karena tidak dikonsumsi ikan, diperkirakan jumlahnya berkisar 15 hingga 20 persen. Sedangkan, sisanya harusnya mampu dicerna dan diubah menjadi daging pada ikan.

Namun, lanjut Susilo, sayangnya yang menjadi daging dari pakan yang dikonsumsi itu hanya sekitar 30 persen. Selebihnya atau 70 persen, juga menjadi limbah, baik itu dalam bentuk feses, urine, atau keluar melalui insang.

Untuk itu, Susilo menyarankan beberapa tips ini untuk mengelola limbah budidaya ikan agar tidak mencemari lingkungan.

Sistem pergantian air

Sistem ini merupakan cara yang paling sederhana. Dengan rutin membuang dan melakukan pergantian air ini, memungkinkan air yang terbuang tidak terlalu banyak mengandung bahan pencemar.

Meski demikian, cara ini perlu dilakukan berhati-hati, karena tetap berpotensi menyebabkan pencemaran lingkungan. Menurutnya, minimal agar tidak mencemari lingkungan, maka harus dilakukan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

Harapannya, limbah tersebut memenuhi standar baku mutu air buangan. Jadi, air limbah yang diolah, bisa berada di bawah ambang batas maksimal mutu air.

Melakukan rekayasa

Rekayasa yang dimaksud dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah limbah dengan menggunakan bahan-bahan probiotik. Pasalnya, probiotik dapat meningkatkan efisiensi penyerapan pakan di dalam alat pencernaan ikan. Hal tersebut bisa menekan jumlah limbah air di dalam sistem budidaya ikan

Konstruksi kolam

Cara dengan melakukan rekayasa itu dapat lebih efektif lagi jika dikombinasikan dengan konstruksi kolam atau bak. Misalnya dengan menerapkan sistem boster, dimana limbah yang keluar akan diberi treatment probiotik, pemupukan dan lain sebagainya.

Penanganan dan treatment

Setelah air tidak lagi mengandung limbah yang berbahaya, maka dapat diputar atau kembali digunakan untuk budidaya. Cara ini biasa disebut dengan sistem resirkulasi, dimana limbah yang berbahaya tidak dibuang, tetapi ditangani terlebih dahulu. Setelah kualitas air lebih bagus bagi ikan, maka kemudian bisa dimanfaatkan kembali.

Umumnya, lanjut Susilo, treatment dilakukan dengan cara disaring melalui filter mekanis. Kemudian limbah diendapkan dan dilakukan biofiltrasi, lalu diairasi. Selain itu juga diberikan disinfeksi bagi limbah yang diduga mengandung penyakit.

“Jika airnya sudah bagus, maka siap diputar dan bisa dimanfaatkan kembali,” ungkap dosen yang bergabung dalam komunitas Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) ini.

Menurutnya limbah budidaya ikan tidak semestinya langsung dibuang karena masih bisa kembali dimanfaatkan. Limbah yang mengandung unsur N yang beracun bisa dimanfaatkan oleh bakteri menjadi flok, cara ini lebih dikenal dengan budidaya sistem bioflok, dimana amonium dan amoniak bisa dibersihkan dan dimanfaatkan oleh bakteri.

“Untuk mendorong pertumbuhan bioflok, airnya sengaja tidak dibuang. Tetapi diolah dengan airasi yang kuat dan mixing, tidak boleh ada endapan,” imbuhnya.

Selain itu, ada juga cara dengan melakukan budidaya terintegrasi dan terpadu dengan akuaponik. Dengan cara ini, tanaman memanfaatkan limbah sebagai nutrisi.

“Ada lagi cara lain dengan memadukan tanaman atau organisme akuatik yang memiliki tropic level berbeda,” tandasnya.

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version