Mediatani – Bank Central Asia memprediksi pada tahun 2022 berpotensi terjadi inflasi dengan tingkat sebesar 4% yoy atau melampaui batas atas sasaran Bank Indonesia (BI).
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Ekonom (BCA), David Sumual yang memprediksi bahwa inflasi pada tahun ini berkisar 4% yoy sampai dengan 5% yoy. Menurutnya, potensi inflasi tersebut disebabkan oleh kenaikan harga pangan dan energi.
“Kondisi inflasi tahun ini akan berkaitan dengan perkembangan harga energi, harga pangan, dan kondisi cuaca,” terang David dikutip dari Kontan.co.id, Senin (6/6/2022).
Ia menjelasakan, kenaikan harga minyak menjadi faktor penyebab terjadinya peningkatan harga energi. Kenaikan harga minyak tersebut disebabkan oleh kebijakan larangan impor atau embargo minyak mentah Rusia oleh Uni Eropa, naiknya permintaan energi akibat berakhirnya lockdown China dan kondisi perkembangan perang Rusia-Ukraina.
Bahkan hingga awal pekan ini, akibat ketidakpastian global tersebut, harga minyak mentah Brent meningkat menjadi US$ 12,40 per barel. Hal yang sama juga terjadi pada minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS yang naik 61 sen menjadi US$ 119,48 per barel.
David mengungkapkan, kenaikan harga minyak tersebut masih akan berlangsung hingga beberapa waktu ke depan. Ia menduga, harga minya untuk skala jangka pendek akan berada pada kisaran US$ 100 per barel sampai dengan US$ 120 per barel.
Terjadinya kenaikan harga minya dunia akan memberikan dampak pada harga energi dalam negeri. Namun, pemerintah belum lama ini telah mengumumkan akan menambah jumlah anggaran subsidi energi dan kompensasi menjadi Rp 520 triliun.
David turut mengapresiasi langkah pemerintah tersebut. Menurutnya, upaya yang dilakukan pemerintah masih dapat menjaga agar tingkat harga dalam negeri tidak mengalami kenaikan terlalu tinggi. Ia juga mengatakan, upaya pemerintah untuk memberikan bantuan sosial (bansos) juga dinilai dapat menjaga daya beli masyarakat.
Selain kenaikan harga energi, harga pangan juga diniliai berpotensi mempengaruhi kondisi inflasi dalam negeri. Meskipun sejauh ini suplai pangan dalam negeri masih terbilang cukup baik, namun ia berharap pemerintah tidak jemawa menyikapi hal tersebut.
Ia mengatakan, pemerintah dan otoritas yang terkait sebaiknya tetap menjaga suplai pangan dalam negeri agar apabila terjadi kondisi yang tidak terduga, ketersediaan pangan masih tetap terjaga.
“Jangan sampai karena misal ada peristiwa baru, ada negara yang melarang ekspor pangan dan ini kemudian mengganggu Indonesia. Sehingga, menjaga suplai dan melakukan diversifikasi pasar impor pangan juga diperlukan,” kata David.
Selain itu, David juga memperingatkan kepada pemerintah agar lebih memperhatikan soal ketersedian stok pupuk, mengingat di beberapa negara telah melakukan kebijakan larangan ekspor pupuk. Apalagi menurutnya, pupuk menjadi penunjang produski pangan di dalam negeri.
Ia juga mengatakan, cuaca dapat mempengaruhi kondisi inflasi dalam negeri. Indonesia saat ini tengah dilanda ketidakpastian cuaca. Hal ini menjadi salah satu faktor yang tidak bisa dikendalikan oleh siapapun dan mau tidak mau Indonesia harus menghadapi kondisi ini.
Ketidakpastian cuaca ini ditakutkan akan menghambat panen, penanaman, pencarian ikan dan pengambilan hasil laut, dan bahkan sampai menghambat proses distribusi pangan.