Mediatani – Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Kabupaten Sragen menekankan bahwa di Kecamatan Gemolong hanya merupakan pemasok daging anjing.
“Di sana malah tidak ada anjingnya,” kata Kepala Bidang Kesehatan Hewan (Keswan) Disnakan Sragen, Toto Sukarno kepada TribunSolo.com, Selasa (19/1/2021), dikutip, Kamis (21/1/2021).
Toto menuturkan bahwa penyembelihan anjing dilakukan di rumah masing-masing pedagang.
Pihaknya berharap ada peraturan daerah (Perda) untuk melarang mengonsumsi daging anjing, namun untuk budidaya, hal itu tidak dipersoalkan.
”Budidaya boleh dan tak masalah. Asal tidak untuk dikonsumsi. Bahkan ada yang punya ras yang bagus bisa diternakkan,” ujar dia.
Toto menjelaskan, pihaknya sendiri khawatir risiko yang ditimbulkan akibat konsumsi daging anjing.
“Mulai rabies, leptospirosis dan bahkan memungkinkan terjadi mutasi seperti Covid-19,” terangnya.
Terpisah, seorang pengepul anjing Samiji mengaku bahwa selama ini dirinya tidak pernah ada masalah terkait anjing-anjing yang dijualnya.
Dia menekankan bahwa anjing-anjing yang dibawanya untuk pedagang dalam kondisi sehat.
”Kenyataannya baik-baik saja selama ini, tak ada anjing gila. Kalau ada yang gila, ya tidak saya beli,” kata dia dikutip dari situs yang sama.
Dia juga menyampaikan bahwa tak ada keluhan perihal kondisi anjing yang dibawanya ke pedagang.
Biasanya dirinya mendapat 30 sampai 40 ekor anjing yang kemudian didistribusikannya ke enam pedagang.
Semenetara itu, Komunitas Dog Meat Free Indonesia (DMFI) sudah menjalin komunikasi dengan Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan) Kabupaten Sragen.
Aktivis DMFI, Mustika menuturkan bahwa pihaknya mendesak pihak terkait untuk menghentikan perdagangan daging anjing di antaranya di Sragen.
“Kami mengajak agar masalah ini segera terselesaikan dengan cepat,” kata Mustika.
Menurut dia, di Sragen sendiri tidak banyak ditemukan warung yang menjual santapan daging anjing.
Akan tetapi, di Kecamatan Gemolong menjadi tempat pengepul daging anjing.
“Saya harap pemerintah setempat bisa menghentikan suplai daging anjing dari kecamatan itu,” harapnya.
Cik Memey, biasa dia disapa, menilai, bahwa cara menangkap serta menyembelih anjing itu terbilang sadis.
“Ada yang digelonggong, ditenggelamkan, dipukul dulu saat pingsan baru dikuliti. Ada pula yang dibakar pakai obor las dalam kondisi setengah mati,” ungkapnya mengeluhkan.
Dia menekankan, bahwa daging anjing tidak layak untuk dikonsumsi.
“Makan daging anjing itu menjijikkan dan tentu berisiko pada kesehatan manusia,” ujarnya.
Di peristiwa yang lain, sekira 25 warga Nagori Hutahurung, Kecamatan Jorlang Hataran, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, harus dilarikan ke Puskesmas terdekat. Lantaran warga tersebut mengalami muntah-muntah usai menyantap daging anjing yang dibagikan oleh warga.
Kapolsek Balata AKP Jagani Sijabat mengungkapkan kejadian itu terjadi pada hari Rabu (19/2/2020). Waktu itu seorang warga memberikan daging untuk acara makan bersama di rumah.
“Sudah kebiasaan sama masyarakat di kampung itu, kumpul-kumpul sambil makan daging anjing yang dibelinya bersama, dimasak sama-sama, dimasak sama-sama,” kata Jagani, dilansir dari berita dan artikel yang sama.
Usai acara selesai, beberapa warga pun mulai mual, muntah dan buang udara.
Para korban kemudian dibawa ke puskesmas terdekat.
“Rabu malam itu mereka makan daging anjing, saat pulangnya sakit-sakit. Lalu hari Jumat dibawa ke Puskesmas. Ada sekitar 25 atau 27 orang yang keracunan setelah makan daging anjing,” terang Jagani.
Hingga Jumat malam, tercatat ada 18 orang yang masih bisa diajari.
“Sebagian sudah sehat. Sudah pulang ke rumah masing-masing,” kata dia.
Kepala Dinas Kesehatan Simalungun Lidya Saragih mengutarakan bahwa jumlah warga yang keracunan dan mendapat perawatan di Puskesmas secara keseluruhan berjumlah 28 orang.
Di puskesmas kecamatan saat itu pun tinggal 2 atau 3 orang yang masih dalam perawatan medis di Puskesmas.
“Tapi jika menimbulkan pastinya apa, belum tahu pasti. Bisa jadi belum matang, bumbunya, atau apa, ya banyak faktor lah. Saran kita bahwa harus tetap konsumsi makanan sehat, mulai dari pengairan, pemasakan, bumbu harus dibiakkan,” kata Lidya. (*)