Mediatani – Kenaikan harga jagung dalam beberapa waktu belakangan ini dinilai semakin membebani para peternak, utamanya peternak unggas yang berskala kecil.
Hal itu dikarenakan, jagung merupakan bahan baku pakan ternak dan berkontribusi terhadap pembentukan pakan ternak yang mencapai 40 sampai 45 persen.
Adapun harga acuan penjualan jagung pipilan kering dengan (kadar air 15 persen) pada tingkat pabrik pakan yakni dihargai Rp4.500 per kilogram (kg).
Sementara itu, untuk harga jagung pipilan kering, saat ini mencapai Rp 5.500-5.800 per kg nya.
Maka dari itu, kenaikan harga jagung itu pun berimbas terhadap biaya produksi telur maupun ayam boiler.
Kepala Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian pertanian (Kementan) Risfaheri menjelaskan alasan perihal harga jagung naik ini.
Menurutnya kenaikan itu terjadi karena saat ini daerah produksi jagung jauh dari sentra peternak unggas. Meski demikian, berdasarkan prognosa neraca produksi dan kebutuhan masih surplus.
“Saat ini panen jagung di Bima Nusa tenggara Barat (NTB), sedangkan lokasi peternak terkonsentrasi di Blitar dan Kendal. Sehingga biaya angkut dari NTB akan meningkatkan harga jagung,” kata Risfaheri dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Sabtu (15/5/2021), mengutip, Minggu (16/5/2021) dari laman Kompas.com.
Dia menuturkan, tanaman jagung bersifat musiman sehingga peternak kecil tidak dapat menyimpan stok jagung yang cukup pada saat panen raya.
“Di luar musim panen raya, harganya lebih tinggi,” terang Risfaheri.
Fasilitasi biaya distribusi
Mengetahui persoalan di lapangan, Kementan merespons kondisi itu. Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menegaskan jajaran Kementan memastikan agar pasokan komoditas pangan terdistribusi merata ke seluruh wilayah, termasuk komoditas Jagung.
Hal itu dilakukan untuk meminimalisasi kekurangan pasokan yang menyebabkan kenaikan harga.
Lantaran kenaikan harga jagung dipastikan memengaruhi harga pakan dan berdampak pada harga telur dan daging ayam yang meningkat.
Dalam hal ini, Kementan terus memantau kondisi ketersediaan pangan, baik di tingkat nasional maupun daerah yang dilakukan secara berkala.
Di kesempatan yang sama, Kepala Badan Ketahanan Pangan Agung Hendriadi mengatakan, untuk memastikan pasokan jagung tetap aman, pihaknya memfasilitasi biaya distribusi komoditas pangan dari daerah surplus ke daerah defisit.
Pasokan jagung akan didatangkan Kementan dari berbagai wilayah di NTB, seperti Kabupaten Dompu, Bima, dan Sumbawa Barat.
Dan, sejumlah 73,2 ton jagung telah terkirim pada 12 Mei 2021. Ditargetkan sebanyak 500 ton akan tiba di Blitar dalam waktu dekat.
Karena itu, melalui BKP, Kementan memfasilitasi biaya distribusi atau pengangkutan jagung dari petani di NTB ke peternak ayam petelur (layer) di Blitar Jawa Timur dan Kendal Jawa Tengah.
Risfaheri kembali menjelaskan bahwa fasilitasi distribusi jagung diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pakan bagi peternak layer skala kecil atau mandiri sehingga dapat mengurangi biaya pakan.
“Pasokan jagung akan didatangkan dari berbagai wilayah di NTB, seperti Kabupaten Dompu, Bima, dan Sumbawa Barat. Sebanyak 73,2 ton telah terkirim pada 12 Mei 2021. Ditargetkan sebanyak 500 ton akan tiba di Blitar dalam waktu dekat,” terangnya.
Pasokan jagung di daerah
Di sisi lain, keterbatasan pasokan jagung pula diakui Ketua Koperasi Putera Blitar Sukarman. Ia pun mengungkapkan pihaknya kesulitan untuk mendapatkan jagung di wilayah Jawa.
Meski jagung tersedia, menurut Sukarman, harga jagung masih tergolong tinggi. Sementara, di luar Pulau Jawa pada sejumlah daerah telah panen.
Lanjut Sukarman, Blitar merupakan sentra peternakan ayam petelur berbasis usaha mikro kecil menengah (UMKM) dengan perkiraan produksi telur mencapai 900 ton per hari.
“Sekitar 30 persen kebutuhan telur nasional disuplai dari Blitar. Karena itu, kebutuhan pakan terutama jagung sebagai bahan baku juga sangat penting. Kebutuhan kami mencapai 1.200 ton jagung per hari,” lanjut Sukarman.
Setali tiga uang dengan Sukarman, Ketua Koperasi Peternak Unggas Sejahtera Kendal, Suwardi, juga mengalami hal yang sama.
Dia mengungkapkan, fasilitas biaya distribusi dari Kementan sangat meringankan beban para peternak.
“Dengan adanya jagung yang jauh dari sentra produksi, bertambah pula biaya yang harus kami keluarkan untuk mendapatkan jagung, fasilitasi pengangkutan ini sangat membantu kami yang kesulitan mendapat pasokan pakan,” ungkapnya.
Risfaheri pula menyebutkan bahwa fasilitasi distribusi itu dilakukan Kementan untuk membantu menyerap hasil panen petani jagung di NTB.
“Produksi jagung di NTB cukup besar. Dengan didistribusikan ke pulau Jawa, tentu panen petani dapat terserap dengan baik,” sebutnya.
Ia pun menegaskan, fasilitas distribusi untuk komoditas lain, seperti cabai dan bawang juga telah dilakukan.
“Tujuannya, untuk memenuhi kebutuhan di wilayah yang terjadi kelangkaan maupun kenaikan harga yang cukup tinggi,” terangnya. (*)