Mediatani – Pedagang tempe yang ada di Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan, kini harus berpikir keras terkait solusi untuk mengatasi tingginya harga kedelai. Beberapa pedagang tempe yang ada di kampung Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo akhirnya terpaksa mengurangi jumlah produksi tempenya.
Diketahui bahwa harga kedelai di kota Makassar saat ini terbilang sangat mahal. Harganya bisa mencapai hingga Rp 11 ribuan per kilo. Terkait mahalnya harga kedelai, salah satu pengrajin tempe bernama Harun Wibisana mengungkapkan bahwa dampak dari naiknya harga kedelai impor tersebut, Harun dengan sangat terpaksa mengurangi jumlah produksinya.
“Sekarang dikurangi. Karena setengah mati orang cari kedelai, mahal sekali sampai harga Rp 11 ribuan per kilo,” ungkap Harun, pada Selasa 1 Juni 2021.
Pengrajin tempe tahu yang berdomisili di Kelurahan Karang Anyer, Kecamatan Mamajang, Kota Makassar, menyampaikan bahwa sebelum pandemi Covid-19 menyerang, harga kedelai di beberapa pemasok masih dalam keadaan yang cukup terjangkau dan juga masih mudah didapatkan. Harganya berkisar antara harga Rp 7 ribu hingga Rp 7,5 ribu per kilo.
Akan tetapi, setelah pasokan kedelai mulai berkurang. Harga kedelai kemudian perlahan-lahan melambung tinggi. Harga kedelai tercatat mengalami kenaikan yaitu lebih dari lima puluh (50) persen. Harun kemudian merasa curiga bahwa kenaikan harga kedelai tersebut disebabkan karena pemerintah setempat yang tidak mampu mengendalikan harga kedelain sejak awal tahun 2021.
“Saya pesan, bahwa cuma dia (pemasok) bilang yang saya pesan. Stoknya pun mulai berkurang,” terang Harun.
Lebih lanjut, Harun juga menyampaikan bahwa kedelai yang dipakainya sebagai bahan baku untuk memproduksi tempe dan tahu miliknya meerupakan kedelai impor. Alasan mengapa Harun tidak memilih kedelai lokal karena kedelai lokal sejauh ini masih cukup sulit untuk ditemukan. Hal ini karena tidak semua pedagang tahu tempe dari daerah tersebut mempunyai distributor langsung.
“Iya benar, semua ini impor. Ada langganan bapak, tidak ada kedelai lokal. Kita pake impor,” ungkap Harun.
Sebelum terjadinya kenaikan harga kedelai, lanjut Harun, dia mampu menghasilkan produksi tempe dan tahu hingga seratusan talang per harinya. Akan tetapi, karena saat ini harga kedelai yang perlahan – lahan mulai melambung tinggi, maka salah satu solusinya adalah jumlah produksi harus mulai dikurangi.
“Sebelum terjadinya pandemi harganya masih Rp 35 ribu saja. Tetapi saat ini, sudah mengalami kenaikan hingga Rp 43 ribu per cetaknya. Harga kedelai saat ini menyusahkan kita. Setengah mati usaha kalau begini terus, kalau kita tutup mau makan apa juga,” katanya.
Tidak hanya di Makassar, kenaikan harga kedelai juga dirasakan oleh pedagang tahu tempe di Kabupaten Sukabumi. Terkait hal ini, Sudrajat selaku Kepala Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Sukabumi menyampaikan terkait adanya kenaikan harga kacang kedelai sejak pertengahan bulan Ramadhan hingga saat ini. Menurutnya, hal ini karena terjadinya keterlambatan proses pendistribusian dari negara produsen ke Indonesia karena pandemi Covid-19.
Sudrajat juga menjelaskan bahwa keterlambatan distribusi komoditas kedelai impor ini terjadi dua hingga tiga pekan lamanya. Hingga sekarang ini, pemenuhan kebutuhan bahan baku tempe itu masih mengandalkan kedelai impor.
“Dulu Kita impor itu dari Amerika ke Indonesia yaitu sebanyak tiga minggu sekali, namun tetapi hingga saat ini proses pengiriman tujuh hingga sembilan minggu baru kapal impor yang membawa kedelai itu mendarat di Indonesia. Sehingga bisa dipastikan bahwa harga kedelai akan mengalami kenaikan,” ungkap Sudrajat Kepada jurnalsukabumi.com, pada Rabu (2/06/2021).