Mediatani – Kondisi perekonomian yang kian memburuk di tengah pandemi Covid-19 ini, membuat petani di Kabupaten Garut hanya bisa mengeluh atas situasi sulit tersebut.
Disaat berkualitas dan melimpahnya hasil produk pertanian mereka, harganya malah terus mengalami penurunan. Hal itu diperparah terus menurunnya daya beli masyarakat terdampak pandemi Covid-19.
“Harga jual yang murah bahkan tak mampu menutupi kebutuhan biaya angkut hasil pertanian,” kata Wawan salah seorang petani warga Kecamatan Cikajang dilansir dari Gosipgarut. id, Sabtu (12/9/2020).
Wawan mengungkapkan bahwa hal tersebut membuat banyak petani lebih memilih membiarkan tanamannya membusuk sendiri di lahan pertaniannya. Kondisi tersebut terutama menimpa petani sayuran seperti tomat, kol, dan sayuran lainnya.
“Rata-rata (sayuran) dihargai Rp500 per kilogram. Sedangkan untuk ongkot angkutnya saja dari lokasi (kebun) ke tempat penyimpanan atau kendaraan Rp600 per kilogram. Mau ada untung bagaimana kalau seperti ini?” ujar Wawan.
Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Garut Rahmat Jatnika membenarkan situasi memprihatinkan menimpa kalangan petani di Garut saat ini. Jika dihitung untuk kebutuhan masyarakat Garut terkecuali bawang putih, ketersediaan sayuran sampai September ini terbilang mengalami surplus.
“Kalau untuk produksi, bagus. Makanya, secara ekonomi, barang banyak, ya harga menjadi turun. Ditambah berkaitan dengan Covid-19, ada pengaruhnya dari turunnya daya beli masyarakat.
Terkait masalah penjualan, Rahmat mengatakan, pihaknya juga tak bisa berbuat apa-apa dengan merosotnya harga sayuran saat ini karena pihaknya hanya berkonsentrasi pada wilayah produksi. Sedangkan tata niaganya ada di pihak lain.
“Untuk saya, fokus di produksi. Ke hilirnya, berkaitan distribusi dan perdagangan, ada di pihak lain,” ujarnya.