Mediatani – Sebuah hasil studi terbaru telah menunjukkan kemampuan hiu paus yang dapat menyembuhkan luka di tubuhnya dengan secara alami dalam rentang waktu yang cukup cepat, yakni dalam hitungan minggu.
Para peneliti juga menemukan bukti bahwa sirip punggung hiu paus yang terluka akibat gesekan atau tabrakan juga dapat tumbuh kembali. Temuan tersebut telah dirilis dalam jurnal Conservation Physiology, edisi 4 Februari 2021.
Dilansir dari Mongabay, ikan yang dapat tumbuh hingga 20 meter ini memang sangat berisiko cedera karena meningkatnya aktivitas manusia di laut, mulai dari penggunaan air permukaan dan kepentingan wisata satwa liar, maupun karena tabrakan dengan perahu.
Untuk melakukan penelitian ini, tim peneliti mengumpulkan data berupa foto hiu paus yang diambil oleh ilmuwan di dua lokasi industri pariwisata yang berada di Samudra Hindia. Para peneliti menggunakan foto yang telah diunduh di situs seperti WildBook, kemudian mengidentifikasinya.
Penulis utama Freya Womersley, seorang mahasiswa PhD di University of Southampton yang berbasis di Marine Biological Association, Inggris mengaku bahwa temuan tersebut memberikan pemahaman awal kepada timnya tentang penyembuhan luka pada hiu paus.
“Jadi kami menemukan teknik pemantauan dan analisis cedera satwa ini dari waktu ke waktu,” ungkap Freya.
Metode ini juga membantu tim peneliti untuk meningkatkan jumlah data yang tersedia untuk melakukan penilaian dan pemantauan terhadap luka pada individu hiu paus yang mengalami perubahan.
Perkembangan penyembuhan hiu paus tersebut terus diikuti oleh para peneliti dengan mengamati karakteristik cedera dan mengukur jangka waktu proses penyembuhan. Luka tersebut diukur dengan menggunakan metode standarisasi gambar dari waktu ke waktu.
Hasil studi tersebut menunjukkan, terjadi penurunan rata-rata 56 persen luas permukaan yang mengalami cedera utama pada hari ke-25 dan ada juga yang mengalami penyembuhan paling cepat dengan pengurangan 50 persen luas permukaan cedera dalam empat hari.
Pada hari ke-35, semua luka telah mencapai titik penutupan hingga 90 persen dari luas permukaan. Studi ini juga menemukan perbedaan percepatan penyembuhan berdasarkan jenis luka dengan laserasi (penyobekan) dan lecet yang membutuhkan waktu 20 dan 22 hari untuk mencapai kesembuhan 90 persen.
Freya menjelaskan dengan menggunakan metode baru tersebut, timnya dapat menentukan bahwa hiu paus dapat sembuh dari cedera yang sangat serius dalam jangka waktu berminggu-minggu dan berbulan-bulan.
“Ini berarti bahwa kami sekarang memiliki pemahaman yang lebih baik tentang cedera dan dinamika penyembuhan, serta pentingnya pengelolaan konservasi,” tambahnya.
Menurutnya, hiu paus yang memiliki kemampuan penyembuhan tersebut menunjukkan bahwa spesies hiu ini mungkin bisa bertahan menghadapi dampak yang disebabkan oleh manusia.
Namun, ia tak menampik bisa jadi ada banyak dampak cedera lain yang masih kurang diketahui dari hewan laut ini, seperti berkurangnya kebugaran, kapasitas mencari makan, dan terjadi perubahan perilaku, sehingga cedera pada hiu paus tetap harus dicegah.
Populasi hiu paus telah mengalami penurunan secara global akibat dari berbagai aktivitas manusia. Untuk itu, Freya menjelaskan pentingnya semua pihak untuk meminimalisir dampak aktivitas manusia dan melindungi spesies laut raksasa ini karena mereka rentan terhadap ancaman, terutama di tempat interaksi hiu tertinggi.
Ia berharap, studi dasar seperti yang telah dilakukannya ini dapat dijadikan bukti penting dalam pengambilan keputusan untuk melakukan pengelolaan dan perlindungan masa depan hiu paus.
Salah satu destinasi wisata hiu paus di Indonesia, Gorontalo, terdapat enumerator yang bertugas untuk mencatat kemunculan hiu paus setiap hari. Petugas enumerator melakukan monitoring dengan melakukan pengambilan identifikasi foto di lokasi tersebut.
Di pangkalan utama, yang menjadi pintu masuk untuk melihat keberadaan hiu paus, terdapat kalender musim kemunculan yang selalu diisi oleh petugas pemantau. Sehingga, pola kemunculan spesies tersebut dapat diketahui.
“Jika hiu paus mengalami cedera, penelitian seperti ini dapat membantu tim lokal untuk memperkirakan usia cedera dan membuat penilaian tentang di mana dan bagamana hal itu ditimbulkan. Tentunya, berdasarkan pengetahuan tentang pergerakan hiu paus dan kecenderungan untuk kembali ke lokasi yang sama,” ungkap Freya.