Mediatani – Pada kisaran akhir abad 18, seorang putra Tanjungsari, Sumedang membangun sekolah pertanian sebagai langkah awal untuk memajukan sektor pertanian di Indonesia. Dia adalah Pangeran Aria Soeria Atmadja.
Diketahui bahwa dirinya bahkan telah menghibahkan tanah beserta modal untuk operasional pertamanya. Namun, bukan tanpa alasan seorang yang pernah menjabat sebagai Bupati Sumedang pada periode 1883-1919 ini sangat bergairah mendirikan sekolah tersebut.
Dilansir dari laman tribunnews.com, ini kisah singkat bagaimana seorang Pangeran Aria Soeria Atmadja menuntaskan cita-citanya dalam memajukan pertanian pada zaman itu.
Sebuah pohon lame tua menjadi saksi bisu hadirnya sekolah pertanian ini. Pohon lame yang entah sudah berapa tahun usianya itu terlihat tinggi menjulang di pekarangan sekolah tersebut.
Di bawah pohon yang sering kali digunakan sebagai penyembuh borok dan gatal ini, terdapat bangunan tua yang terlihat masih kokoh dan masih aktif difungsikan untuk kegiatan pendidikan pertanian. Beberapa meter dari situ juga terlihat lima pohon kopi tua yang kira-kira telah berumur 150 tahun.
Di sanalah berdiri bangunan sekolah yang sampai saat ini masih sangat terawat bernama Sekolah Menengah Kejuruan Pertanian Pembangunan Negeri (PPN) Tanjungsari.
Seorang peneliti bernama Nina Herlina Lubis dkk melakukan penelitian tentang buku Sejarah Sumedang dari Masa ke Masa yang diterbitkan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sumedang pada tahun 2008.
Dalam buku tersebut, tertulis bahwa di awal abad ke-20, saat Pangeran Soeria Atmadja tengah menjabat sebagai bupati, sektor pertanian menjadi penopang utama perekonomian di Kabupaten Sumedang.
Pada awalnya, Pangeran Soeria Atmadja mengutus Raden Rangga Wirahadisurya untuk berguru di Sekolah Tani (Desa Landbouwschooltjes) Soreang pada tahun 1901.
“Pangeran Soeria Atmadja membangun sekolah itu dengan terlebih dahulu mengirim utusan untuk belajar di Sekolah Tani di Soreang pada 1910,” tulis Nina dalam buku itu.
Empat tahun pun berlalu, setelah segala persiapan diyakini telah maksimal, maka akhirnya didirikanlah sekolah tersebut pada tahun 1914. Lahan yang digunakan untuk membangun sekolah ini adalah lahan pribadi milik Bupati Pangeran Soeria Atmadja yang telah dihibahkan seluas 6 bau (1 bau setara dengan 0,8 hektar).
Tetapi, menurut dari hasil wawancara TribunJabar.id, diketahui luas lahan saat sekolah tersebut didirikan bahkan mencapai 24 hektare.
Selain menghibahkan lahannya, Bupati juga memberi modal untuk kelancaran operasional pertama sekolah tersebut, yakni sebesar gulden f.3000 atau setara dengan Rp 24 juta dana yang diberikan oleh Bupati.
“Bupati mewajibkan semua siswa di sekolah itu untuk menanam sayuran. Hasil panennya dibeli oleh bupati sendiri untuk dijadikan benih sebelum dibagikan kepada rakyat,” terang Nina.
Lambat laun, sekolah pertanian ini pun semakin maju bahkan telah mampu menjadi sekolah yang bertaraf negeri. Para siswanya kini bisa bersekolah dengan gratis dengan syarat mereka mau belajar dan juga bertani.
Tidak hanya itu, SMK PPN Tanjungsari juga menjadi sekolah pertama yang menerapkan kurikulum kopi pada tahun 2019 yang lalu. Kurikulum ini menjadi kurikulum percontohan sebelum diterapkannya di sekolah-sekolah lain di seluruh Indonesia.
Salah satu guru agribisnis, pembibitan dan jaringan tanaman di SMK PPN Tanjungsari, Suhara, mengungkapkan bahwa bangunan-bangunan yang ada di sekolah tersebut masih dalam wujud aslinya sejak sekolah tersebut dibuat. Selain itu, pepohonan yang ada di sekitarnya pun masih terawat meski telah berusia lebih dari 150 tahun.
“Pohon-pohon tua juga masih terawat. Pohon lame yang ada ini mungkin usianya sudah lebih dari 150 tahun,” ungkap Suhara, pada Minggu (3/10/21).