Mediatani – Unjuk rasa terjadi di rumah jabatan Gubernur Sulawesi Selatan, di Jalan Sungai Tangka, Makassar Kamis (23/7/2020). Aksi unjuk rasa itu dihadiri oleh ratusan ibu-ibu dari Pulau Kodingareng, Kecamatan Sangkarrang.
Para demonstran ingin langsung menyampaikan keresahannya kepada Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah bahwa para nelayan di daerah mereka semakin kesulitan dalam mencari nafkah di laut. Itu dirasakan masyarakat pulau sejak adanya aktvitas pertambangan pasir di wilayah perairan Kodingareng.
“Susah sekali kita sekarang ini. Melaut tapi tidak ada hasil tangkapan didapat. Air keruh, terumbu karang rusak karena pasirnya diambil, dikeruk. Bagaimana ikan mau hidup. Kita nelayan menggantungkan hidup di laut,” kata Sita, salah satu warga Kodingareng di depan Rujab Gubernur, Kamis.
Hasil tangkapan laut semakin berkurang, terumbu karang ikut rusak
Sekitar satu tahun terakhir warga mengeluhkan penambangan pasir laut di perairan Kodingareng. Pasalnya, sejak mulai beroperasinya aktifitas penambangan itu, sebagian besar warga pulau yang berprofesi sebagai nelayan mengaku semakin kesulitan.
Sita, warga asli Pulau Kodingareng mengungkapkan bahwa aktivitas penambangan pasir berdampak langsung ke hasil tangkapan nelayan. Ia menyebut sebelum pengerukan pasir itu dilakukan, suaminya bisa mendapatkan lebih dari 50 kilogram ikan hasil tangkapan per hari.
Sita mengatakan suaminya sudah enam bulan tidak melaut karena tangkapan berkurang drastis.
“Tidak ada hasil karena rumah ikan di laut, terumbu karang, rusak karena pasirnya terus digali, diambil. Bagaimana ikan mau hidup. Kita lebih setengah mati mau hidup kalau begini,” ucapnya.
Aktivitas penambangan pasir mengakibatkan abrasi
Kekhawatiran yang lain juga muncul dari warga bernama Suriati. Ia mengungkapkan sejak penambangan berlangsung, kondisi air laut di tempat tinggalnya sangat keruh. Selain itu, gelombang pasang air laut yang cukup tinggi mulai masuk dan menghantam pemukiman warga.
“Berapa hari lalu, ada warga kita, nelayan satu orang yang sempat tenggelam. Orangnya memang didapat tapi perahunya dibawa sama ombak. Biasanya, dulu biar ada ombak, musim hujan atau panas, tapi tidak kayak begini,” ujarnya.
Ancaman lain dari aktifitas penambangan itu adalah abrasi. Suriati menyebut beberapa tanggul pembatas rusak karena gelombang air laut. Jika aktivitas penambangan ini terus menerus berlangsung, dia mengatakan warga akan dibuat setengah mati.
“Pulau kita bisa tenggelam kalau begini. Pak Gubernur minta tolong kasih kami solusi untuk bertahan hidup di tempat tinggal kami. Kami butuh makan, butuh hidup dengan menjaga laut. Bukan merusak laut yang jadi sumber hidup kami. Hentikan aktivitas pertambangan pasir di pulau kami pak,” dia melanjutkan.
Pemprov Sulsel janji menindaklanjuti aspirasi warga Pulau Kodingareng
Namun, Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah tidak bisa menemui warga yang berunjuk rasa. Kepala Badan Kesbangpol Sulsel Asriadi Sulaiman yang mewakili Pemerintah Provinsi, berjanji akan menindaklanjuti pengaduan warga dan tuntutan agar penambangan pasir dihentikan.
“Selanjutnya pak gubernur juga diminta oleh warga agar meninjau kondisi mereka di sana. Jadi hasil pertemuan ini yang kami akan teruskan,” ucap Asriadi.
Penambangan pasir yang dikeluhkan warga Pulau Kodingareng dilakukan perusahaan swasta untuk reklamasi pelabuhan proyek Makassar New Port.
PT Pembangunan Perumahan merupakan pemenang tender proyek Makassar New Port (MNP) menggandeng PT Boskalis Internasional Indonesia dan PT Benteng Laut. Penambangan pasir laut itu dilakukan sejauh 22 mil laut dari daratan Pulau Kodingareng, Makassar.
Asriadi menjelaskan sedikit soal aktivitas penambangan yang disebut sudah mengantongi izin dan telah dikaji dengan melibatkan perangkat teknis pemerintahan.
“Semua organisasi perangkat daerah (OPD) teknis telah dilibatkan. Sehingga kita tidak melakukan pelanggaran di situ. Namun, persepsi masyarakat ini yang belum sama dengan regulasi yang kami terbitkan untuk melandasi pelaksanaan kegiatan penambangan ini,” katanya.
Sebelumnya Corporate Secretary PT Pelindo IV (Persero), Dwi Rahmad Toto mengklaim bahwa aktivitas penambangan pasir untuk Makassar New Port sudah sesuai ketentuan. Dia menyebut bahwa sesuai yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Sulsel Nomor 2 Tahurn 2019, lokasinya lebih dari seribu hektar.
Dwi mengklaim bahwa aktivitas tambang di lokasi tersebut tidak akan berdampak sampai bisa menenggelamkan pulau. Karena lokasi penambangan pasir, kata dia, sangat luas dengan jumlah deposit lebih dari 200 juta meter kubik pasir. Bahkan katanya, pasir yang disedot maksimal hanya pada kedalaman 2 meter saja.
“Tapi kan kedalaman pelayaran itu kan berfluktuasi, ada yang setengah meter, tapi maksimal 2 meter. Karena begitulah kemampuan dari alat yang ada di kapal untuk melakukan penyedotan,” Dwi menjelaskan.
Aktifitas perusahaan sempat berhenti karna protes warga
Kegiatan penambangan pasir di tengah laut oleh PT Pembangunan Perumahan sempat dihentikan sementara pada Selasa (7/7), setelah warga setempat menggelar aksi dengan melempari molotov ke kapal perusahaan.
Unjuk rasa itu melibatkan warga Pulau Kodingareng, Pulau Barrang Caddi dan Pulau Langkai. Warga sempat melemparkan molotov ke arah kapal milik PT Boskalis Internasional Indonesia, perusahaan asal Belanda.
Untungnya, Polres Pelabuhan dengan bantuan TNI Angkatan Laut mampu mengamankan aksi unjuk rasa yang terjadi di tengah laut yang tak bisa diganggu itu.