Mediatani – Pada masa wabah pandemi Covid-19, inovasi dan kreatifitas harus terus ditingkatkan. Dikarenakan banyak aktivitas yang dihentikan di keramaian, tapi tidak dengan inovasi. Ya, itulah yang dilakukan ibu-ibu rumah tangga di Kabupaten Gresik Jawa Timur.
Mereka diajak untuk memanfaatkan minyak jelantah atau sisa minyak goreng lalu kemudian dijadikan sabun. Sebagaimana dikutip, Sabtu (6/3/2021) dari situs timesindonesia.co.id, awalnya, minyak jelantah dimulai dengan proses penjernihan minyak jelantah.
Hal itu juga cukup mudah, karena disaring dengan kain dan tamping minyak dalam wadah. Saat proses penjernihan ini bisa gunakan arang untuk menyerap kotoran.
Setelah itu, minyak jelantah yang sudah murni dicampur dengan larutan soda api (NaOH), minyak kelapa, cuka apel, fragrance oil atau jeruk nipis, pewarna makanan, serta ekstrak daun binahong sebagai bahan anti bakteri.
Ketua Pelatihan, Siti Fitriah menuturkan bahwa dalam masa pandemi ini pihaknya tidak memanggil banyak peserta tetapi hanya dibatasi cukup 10 peserta saja dengan tetap menerapkan protokol kesehatan ketat.
“Karena masih dalam masa pandemi, akhirnya cuma 10 peserta saja tapi sudah banyak yang ingin ikut kegiatan ini,” katanya, Kamis (4/3/2021).
Diungkapkan Fitriah bahwa dari limbah minyak goreng yang dijadikan sabun batang dan sabun cair itu, nantinya bisa dibuat cuci tangan. Sementara untuk prosesnya butuh waktu 15 menit dengan takaran yang sesuai dan untuk menjadi sabun dibutuhkan waktu 3 jam atau 1 hari.
Menurut dia, sabun dari limbah minyak atau jelantah itu sebagai solusi untuk mengurangi dari pencemaran lingkungan. Sebab, hingga saat ini banyak ibu rumah tangga yang masih membuang limbah minyak jelantah di sembarangan tempat.
“Sehingga, limbah minyak bisa dimanfaatkan untuk membangun sebuah kreatifitas dan bisa bertanggung jawab atas limbah yang telah dihasilkan dengan cara tersebut,” jelas dia.
Tri Indahsari mengatakan bahwa kegiatan seperti itu bakal menarik dan juga di samping itu, dapat mengurangi sampah. Sehingga mengurangi pencemaran lingkungan. Apalagi limbah minyak yang dihasilkan bisa diolah menjadi sabun.
“Dan pula bisa menambah penghasilan dalam kebutuhan sehari-hari,” ujar salah satu ibu-ibu di Gresik usai pelatihan pembuatan sabun dari bahan baku minyak jelantah.
Sebagaimana diketahui, Minyak jelantah (waste cooking oil) adalah minyak limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan sebagainya.
Minyak ini merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga umumnya, dapat digunakan kembali untuk keperluaran kuliner akan tetapi bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan.
Jadi jelas bahwa pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi berikutnya.
Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan, kegunaan lain dari minyak jelantah adalah bahan bakar biodisel.
Dikutip dari situs kontan.co.id bahwa Indonesia termasuk salah satu negara pengguna minyak sawit yang cukup banyak. Pada 2019, penggunaan minyak goreng di Tanah Air mencapai 13 juta ton per tahun atau setara dengan 16,2 juta kiloliter per tahun. Sedangkan potensi minyak jelantah setiap tahunnya 3 juta kiloliter.
Menurut Direktur Bioenergi Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna, minyak jelantah atau Used Cooking Oil (UCO) memiliki berbagai kegunaan, terutama untuk biodiesel.
“Kalau bisa kita kelola (minyak jelantah) dengan baik, bisa memenuhi sebagian kebutuhan biodiesel nasional,” ucap Andriah dalam webinar Katadata bertema Peluang Minyak Jelantah Sebagai Alternatif Bahan Baku Biodiesel, Kamis (7/1/2021).
Selain itu pula, pengembangan biodiesel berbasis minyak jelantah memiliki peluang untuk dipasarkan baik di dalam negeri maupun untuk diekspor. Dipasarkan di luar negeri pun memiliki peluang yang cukup besar.
Dengan memanfaatkan minyak jelantah, biaya produksi pun bisa lebih hemat 35 persen, jika dibandingkan dengan biodiesel dari minyak nabati yang dihasilkan dari tanaman buah kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO). (*)