Mediatani – Penerapan pertanian organik sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru. Sebelum ditemukannya pupuk dan obat-obatan kimia sintetis, semua aktivitas produksi pertanian masih dalam bentuk pertanian organik.
Di Indonesia, konsep pertanian organik mulai terkenal di era sekitar 80-an. Dimana konsep revolusi hijau yang digagas pemerintah pada akhir tahun 70-an mulai menunjukkan dampak negatif.
Dilansir dari alamtani.com, setidaknya terdapat beberapa kaidah-kaidah utama yang mesti dipatuhi dalam sistem pertanian organik. Berikut uraian singkatnya:
Penyiapan Lahan
Lahan yang ingin digunakan harus terbebas dari residu pupuk dan pestisida kimia sintetis. Untuk proses konversi lahan dari pertanian konvensional menjadi pertanian organik memerlukan waktu sekurang-kurangnya 1-3 tahun.
Selama masa transisi tersebut, produk pertanian yang dihasilkan lahan yang aplikasikan belum dapat dikatakan sebagai produk organik karena biasanya masih mengandung beberapa residu-residu kimia.
Hal lain yang juga harus diperhatikan adalah lingkungan di sekitar lahan. Pencemaran zat kimia yang berasal dari dari kebun tetangga dapat merusak sistem pertanian organik yang telah dibangun. Zat pencemar dapat berpindah ke lahan organik karena terbawa oleh air maupun udara.
Kondisi Pengairan Lahan
Pengairan atau irigasi menjadi faktor penentu juga dalam pertanian organik, sebab akan menjadi sia-sia menerapkan pertanian organik jika air yang digunakan untuk mengaliri lahan ternyata banyak mengandung residu bahan kimia.
Tentunya lahan yang digunakan akan beresiko tercemar zat-zat tersebut. Pada akhirnya produk pertanian organik kita tidak steril dari racun-racun kimia. Untuk menyiasati hal tersebut, pilihlah lahan yang mempunyai pengairan langsung dari mata air terdekat, bisa dengan mengambil air dari saluran irigasi yang agak besar.
Selain itu, dapat juga dibuat unit pemurnian air sendiri. Air yang berasal dari saluran irigasi ditampung dalam sebuah kolam yang telah direkayasa. Setelah itu, air keluaran kolam dipakai untuk mengairi kebun organik.
Penyiapan Benih Tanaman
Benih yang digunakan harus berasal dari benih organik. Apabila benih tersebut sulit untuk diperoleh, maka untuk tahap awal dapat dibuat dengan memperbanyak benih sendiri dan untuk melakukan perbanyakan dapat diambil dari benih konvensional.
Caranya, yaitu dengan membersihkan benih tersebut dari residu pestisida. Untuk membuatnya menjadi organik, seleksi hasil panen dari benih sebelumnya untuk dijadikan benih kembali. Gunakan konsep kaidah-kaidah pemuliaan serta penangkaran benih pada umumnya.
Pupuk dan Penyubur Tanah
Pemupukan dalam pertanian organik diharuskan menggunakan pupuk dari bahan-bahan organik. Adapun jenis pupuk organik yaitu meliputi pupuk hijau, pupuk kandang, pupuk kompos dan variannya, serta pupuk hayati.
Selain pupuk organik, pertanian organik juga dapat menggunakan penyubur tanah atau yang biasa disebut pupuk hayati. Penyubur tanah ini adalah isolat bakteri-bakteri yang bisa memperbaiki kesuburan tanah.
Saat ini pupuk hayati banyak dijual di pasaran seperti EM4, Biokulktur dll. Selain itu, pupuk hayati juga bisa dibuat sendiri dengan cara mengisolasi mikroba yang berasal dari bahan-bahan organik.
Pengendalihan Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dalam pertanian organik harus menerapkan konsep pengendalian hama terpadu (HPT). Dalam pengendalian hama terpadu, hal-hal yang tidak dianjurkan yaitu menggunakan obat-obatan seperti pestisida, fungisida, herbisida dan sejenisnya untuk mengontrol hama.
Pengendalian organisme penganggu tanaman (OPT) bisa dengan memanfaatkan:
- Pemilihan varietas yang cocok
- Rotasi tanaman
- Penerapan kultur teknis yang baik, seperti pengolah tanah, pemupukan, sanitasi lahan, dll.
- Memanfaatkan musuh alami atau predator hama pada tanaman
- Menerapkan eksosistem pertanian yang beragam dan tidak bersifat monokultur
- Apabila terpaksa, dapat juga menggunakan pemberantasan hama dengan pestisida alami atau pestisida organik. Silahkan baca mengenai pestisida organik.
Sertifikasi pertanian organik
Untuk kepentingan dari pemasaran dan juga meningkatkan kepercayaan konsumen, ada baiknya produk organik disertifikasi. Banyak lembaga yang dapat memberikan sertifikasi organik.
Selain sertifikasi, dapat juga dikembangkan alternatif lain untuk meyakinkan konsumen melalui kampanye. Misalnya dengan kampanye untuk membeli pangan lokal, “semakin lokal semakin baik”. Selain itu, bangun komunikasi dengan konsumen secara langsung. Undanglah sesekali konsumen untuk melihat kebun produksi.
***
Demikian konsep pertanian organik yang perlu diketahui dan semoga dapat menjadi inspirasi bagi Sobat Mediatani yang ingin mencoba menerapkan pertanian organik.