Mediatani – Wakil Menteri (Wamen) Pertanian Republik Indonesia (RI), Harvick Hasnul Qolbi mengatakan bahwa kerja sama perdagangan Indonesia dengan Chili di bidang pertanian dan peternakan yang telah berlangsung selama tiga tahun ini dapat diperpanjang sebelum berakhir.
Namun sebelum itu, masih ada perundingan yang harus dilakukan sebelum masa kerja sama berakhir tahun ini.
“Ada beberapa persyaratan yang telah menemui titik temu, seperti karantina ternak. Selanjutnya, perundingan akan segera kami finalisasi sebelum November tahun ini,” tutur Harvick saat menerima kunjungan Wakil Menteri Luar Negeri Bidang Perdagangan Chili Rodrigo Yanez di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (7/6/2021).
Dilansir dari kompas, pertemuan tersebut membahas rencana perpanjangan kerja sama ekspor impor Indonesia dan Chili di bidang pertanian yang akan berakhir pada akhir November tahun ini.
Harvick juga menuturkan jika pemerintah Chili, melalui Rodrigo Yanez menginginkan agar kesepakatan kerja sama atau MoU antarkedua negara dapat segera dirampungkan.
Melalui perpanjangan kerja sama tersebut, Harvick tentunya berharap ekspor Indonesia ke Chili berupa rempah-rempah, tropical food, nanas dan sebagainya dapat mengalami peningkatan.
Harvick dapat menilai jika nantinya perpanjangan kerja sama dagang di bidang pertanian dengan Chili akan jadi peluang mengembangkan pasar ekspor di pasar Amerika Latin.
Alasannya, Chili yang terletak di pesisir pantai barat Amerika Latin merupakan pintu masuk ekspor komoditas pertanian Indonesia melalui Samudra Pasifik Selatan.
Sementara itu, dari pihak Chili, menginginkan penambahan ekspor ke Indonesia berupa kiwi, anggur, dan sebagainya.
“Dari semua hasil pertanian yang diekspor ke Chili, kami berharap terjadi penambahan yang signifikan pada rempah-rempah. Mereka membutuhkan bumbu-bumbu sehingga akan kami maksimalkan,” tutur Harvick.
Harvick menambahkan jika Indonesia memiliki potensi ekspor ke Chili yang amat besar. Alasannya, Chili dapat memainkan peranan penting sebagai penghubung barang ekspor Indonesia di negara di Amerika Latin.
“Kami berharap Chili menjadi hub bagi produk ekspor Indonesia di Amerika Latin karena sepanjang garis pantai di Amerika Latin adalah Chili,” ujar Harvick.
Sebagai informasi, pada 2020 total nilai perdagangan sektor pertanian Indonesia dan Chili mencapai 26,9 juta dolar AS. Dari jumlah ini, Indonesia mengalami surplus (kelebihan hasil) sebesar 800.000 dolar AS.
Ekspor utama pertanian Indonesia ke Chili antara lain produk kelapa sawit (USD 5,3 juta), obat hewan (USD 3,4 juta), nanas (USD 1,9 juta), kelapa (USD 0,9 juta), hingga hasil perkebunan lainnya (USD 0,6 juta).
Terlebih, Kementerian Pertanian juga telah memberikan dukungan atas disepakatinya persetujuan kemitraan komprehensif atau Indonesia-Chili Comprehensive Economic Partnership Agreement (IC CEPA) pada 14 Desember 2017 lalu.
Adanya kemitraan ini harapannya dapat membuka lebih luas lagi terhadap produk-produk Indonesia ke kawasan Amerika Latin.
Harvick berharap, surplus neraca perdagangan antara Indonesia-Chili bisa lebih meningkat lagi. Dia pun telah mendapat bocoran dari Wamendaglu Chili tentang adanya peluang untuk beberapa produk ekspor tambahan, dan secara khusus telah mengundang Kementerian Pertanian dan pengusaha di sektor private untuk melihat potensi tersebut.
“Jadi tidak ada alasan soal masalah Covid-19 dan sebagainya, kita berharap ke depan ini kita bisa kembangkan. Kita bisa mengunjungi Chili untuk sama-sama membuka akses pasar. Ini lah komitmen yang sudah terbangun saat ini. Alhamdulillah Chili sendiri sangat berkomitmen,” ungkap Harvick.
Secara angka, dia menyebutkan, total nilai perdagangan kedua negara saat ini memang belum terlalu besar, masih berada di kisaran USD 25-26 juta. Namun diharapkan kedepannya potensi ekspor Indonesia dapat lebih digali lagi.