Mediatani – Ikan mikih merupakan ikan endemik di Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, yang saat ini keberadaannya mulai langka di alam liar.
Untuk itu, Dinas Perikanan di daerah tersebut berencana untuk melakukan domestikasi atau proses penjinakan ikan langka di alam liar agar dapat dipelihara oleh masyarakat.
Namun, karena rencana tersebut membutuhkan dana sebesar Rp420 juta, tahun ini Dinas Perikanan Mukomuko mengajukan kembali proposal usulan bantuan domestikasi atau proses penjinakan ikan mikih kepada Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Kita butuh Rp420 juta dan kebutuhan dana sebesar ini telah kami ajukan kepada Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut Kementerian, Kelautan dan Perikanan,” kata Kabid Budi Daya Perikanan Dinas Perikanan Kabupaten Mukomuko Azbas Novyan, dilansir dari Antara, Selasa, (13/4/2021).
Azbas menyampaikan bahwa pihaknya telah mengusulkan proposal kegiatan domestikasi, yaitu upaya penjinakan sekaligus melakukan konservasi ikan mikih di sejumlah sungai besar yang terdapat di Mukomuko.
Sebelumnya, Dinas Perikanan melalui Balai Benih Ikan (BBI) telah melakukan uji coba budidaya ikan mikih. Instansi tersebut telah mengambil ribuan anak ikan mikih yang berasal dari Sungai Air Dikit untuk dipelihara dan dikembalikan ke alam setelah besar.
Namun, upaya domestikasi atau proses membudidayakan ikan mikih yang dilakukan Dinas Perikanan ini menggunakan biaya secara swadaya karena tidak ada anggaran untuk kegiatan itu di APBD 2020.
Lebih lanjut Azbas menjelaskan, selanjutnya anak ikan mikih yang masih berukuran satu sentimeter yang ditangkap dari Sungai Air Dikit, sebagian akan dipelihara dulu di dalam akuarium instansi tersebut dan sebagiannya lagi dibesarkan di BBI Lubuk Pinang.
Selain untuk keperluan uji coba budidaya, penangkapan anak ikan mikih oleh instansi dan nelayan setempat ini merupakan salah satu upaya untuk menyelamatkan anak ikan ini dari hewan pemangsa, seperti ikan besar.
Menurutnya, ikan mikih ini bertumbuh besar di hulu sungai dan bertelur di muara sungai. Setelah telur ikan ini menetas di muara sungai, anak ikan mikih akan berenang menuju hulu sungai. Dalam perjalanannya menuju hulu sungai inilah anak ikan ini rawan dimangsa oleh ikan besar.
Terlebih jika ada oknum warga setempat yang menggunakan setrum untuk menangkap ikan di hulu sungai ini. Hal tersebut membuat anak ikan ini mati sebelum sampai ke habitatnya dan membuat populasinya semakin berkurang.
Ia memerkirakan, dari ribuan anak ikan mikih yang menetas di muara sungai di daerah itu, kurang dari sekitar 100 anak ikan mikih ini yang bisa bertahan sampai ke hulu sungai.
Menurutnya, kondisi ini yang menjadi faktor semakin berkurangnya ikan endemik ini di daerah tersebut. Maka dari itu, pemerintah berupaya untuk membudidayakan ikan tersebut.
Sebelumnya, sebanyak 3.000 anak ikan mikih yang dipelihara di BBI Lubuk Pinang mati. Namun, Azbas belum bisa memastikan penyebab kematian ribuan anak ikan mikih ini, namun diduga anak ikan tersebut tidak dapat memakan pelet.
“Sepertinya, ikan-ikan yang masih bertahan hidup karena hanya memakan lumut di akuarium. Untuk itu, dalam waktu dekat ini kami akan menyampaikan proposal usulan penelitian ikan mikih kepada Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan Palembang,” ungkap Azbas.
Menurut Azbas, lembaga tersebut memiliki peralatan lebih lengkap dan memadai untuk melakukan uji coba. Dia berharap dari hasil penelitian ini, ikan mikih sudah dapat dibudidayakan sehingga dapat memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar.