Mediatani – Bagi sebagian masyarakat Indonesia yang sudah sering mengkonsumsi beras Rojolele mungkin sudah tidak asing lagi dengan nama Delenggu. Yah, Delenggu merupakan salah satu desa di Kabupaten Klaten yang memproduksi beras kualitas premium berlabel Rojolele Delanggu.
Produk unggulan Desa Delanggu ini memang memiliki ciri khas wangi, pulen, dan enak ketika dimasak. Karena keistimewaannya itu, berasnya selalu memiliki harga lebih tinggi dibanding beras lain. Desa Delanggu pun menjadi sentra beras dengan kualitas premium di Tanah Air.
Beras Delanggu dilirik banyak pedagang beras dari berbagai kota. Bahkan, saat panen, sejumlah pedagang beras dari Demak, Purwodadi, Sragen, dan lainnya kerap ke Klaten memburu beras Delanggu.
Sayangnya, Rojolele Delanggu memiliki masa tanam lebih lama, yakni sekitar enam bulan. Selain itu beras Rojolele yang terbilang mahal, membuat petani kesulitan menjual hasil panen. Hal itu membuat banyak petani Delanggu yang memilih menanam varietas padi lainnya.
Meski Desa Delanggu tidak memproduksi beras Rojolele, masih saja ada beras berlabel Rojolele yang beredar di pasaran. Beras-beras yang entah diproduksi darimana itu bahkan kerap mencantumkan nama Desa Delanggu.
Tidak mau membiarkan hal itu, salah satu petani bernama Ikhsan Hartanto (35), mencoba membangkitkan beras Rojolele. Bekerjasama dengan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Ikhsan mengajak sejumlah petani Delanggu mengembangkan varietas baru Rojolele. Akhirnya, didapat varietas baru bernama Rojolele Srinuk.
“Setelah riset bersama Batan dan petani Delanggu sejak 2013 lalu, kami menghasilkan varietas Rojolele baru bernama Srinuk. Kalau dulu butuh waktu 6 bulan untuk panen, saat ini hanya sekitar 105 hari saja,” kata Ikhsan dilansir dari BetaNews, Rabu (11/11/2020).
Rojolele Srinuk tersebut merupakan hasil rekayasa genetika dari Batan yang mampu menghasilkan Rojolele varietas terbaru. Jenis baru Rojolele itu, memiliki kualitas yang sama dengan Rojolele biasanya. Berasnya tetap wangi, pulen, dan enak. Selain itu, hasil tanamnya juga semakin banyak.
Meskipun belum ada data yang pasti, namun Ikhsan menerangkan bahwa sejak dulu para petani dan masyarakat pada umumnya sudah mengatakan Delanggu adalah pusatnya Rojolele.
“Makanya kami ingin membawa pulang lagi kejayaan itu. Kami ingin masyarakat kembali menanam beras kualitas premium ini agar semakin sejahtera. Misi kami membawa pulang lagi Rojolele ke Delanggu,” pungkasnya.
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo turut hadir dalam acara penanaman pertama Rojolele Srinuk itu. Ia diajak duduk di pematang sawah sambil melakukan doa bersama. Sebuah tumpeng berada di tengah-tengah kemudian dimakan bersama setelah didoakan.
Para ibu-ibu juga dengan semangat menanam bibit padi itu. Lahan seluas empat hektare disiapkan untuk uji coba penanaman Rojolele Srinuk.
“Ini ada semangat dari kelompok masyarakat di Klaten. Kalau dulu Delanggu terkenal sebagai penghasil beras Rojolele yang pulen, wangi, enak, dan mahal, sekarang lama-lama bergeser. Para petani mulai menanam padi jenis lain yang usia panennya lebih pendek,” kata Ganjar.
Ganjar mengapresiasi semangat masyarakat Delanggu yang ingin membawa kembali Rojolele di daerahnya. Dengan adanya teknologi ini, maka usia panen semakin pendek, yakni hanya 3,5 bulan.
“Mudah-mudahan hasilnya baik. Kalau nanti panen, maka Rojolele Delanggu bisa kembali. Ini judulnya Muleh Maneh (kembali lagi),” jelasnya.
Ganjar meminta para petani tetap semangat untuk mengelola varietas baru Rojolele ini. Ia juga berharap, petani mau beralih ke pertanian organik agar memperoleh hasil yang lebih baik lagi.
“Syukur-syukur dikelola secara organik, jadi pupuk kimia dan pestisida kimianya dikurangi. Kalau itu bisa dilakukan, maka hasilnya akan semakin bagus,” pungkasnya.