Mediatani – Sebagai akibat perang di Ukraina yang yang belum usai, rantai pasokan mengalami kemacetan sehingga Jazirah Arab dan Kawasan Afrika Utara mengalami kenaikan harga pangan yang telah mengguncang rumah tangga di kawasan tersebut.
World Food Programme tengah memperingatkan bahwa ketahanan masyarakat di kawasan ini sedang berada pada titik kritis. Lonjakan harga pangan di level global tercatat telah mencapai lebih dari 50 persen sejak pertengahan 2020.
Dampak yang lebih parah terjadi di Afrika Utara diakibatkan karena kekeliruan dalam manajemen ekonomi, kerusuhan sosial dan kekeringan. Negara dengan tingkat populasi besar seperti Maroko, Mesir dan Tunisia tengah berupaya agar mempertahankan subsidi untuk makanan dan bahan bakar.
Saat ini, Uni Emirat Arab tengah berupaya membantu sekutunya di Mesir yang merupakan konsumen gandum terbesar di dunia untuk dapat menopang ketahanan pangannya. Saat ini, Mesir kini juga tengah mencari bantuan Dana Moneter Internasional (IMF).
Pada awal Maret, perang telah mendongkrak harga tepung terigu hingga mencapai sebesar 19 persen dan minyak nabati sebesar 10 persen, ungkap pemerintah.
Sebagai informasi, rata-rata pendapatan rumah tangga di Mesir mencapai sekitar 5.000 pound Mesir atau setara US$272 per bulan. Sebanyak 31 persen dari pendapatan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan makan.
“[Ujian] apa lagi yang harus kami hadapi? Kami terpaksa untuk mengurangi dan mengurangi dan mengurangi, tetapi tidak banyak yang tersisa untuk dipangkas,” kata Ahmed Moustafa, pengemudi berusia 35 tahun sekligus ayah dari tiga anak di Kairo.
Mustofa sudah menjual beberapa peralatan milikinya untuk dapat membeli makanan dan menutupi pengeluaran lainnya, seperti dilansir Bloomberg pada Minggu (10/4/2022).
Presiden Mesir, Abdel-Fattah El-Sisi sedang berusaha untuk mereformasi ekonomi sejak duduk di kursi pemerintahan pada 2014 tanpa memicu frustrasi rakyat.
Dia mengingatkan kepada rakyatnya untuk mencoba menghindari kebiasaan lama makan berlebihan terutama selama bulan Ramadan.
“Orang-orang berpikir bahwa meja makan saya terlihat berbeda. Saya bertanggung jawab di hadapan Tuhan,” kata sang Presiden.
Kendati mampu menghadapi efek dari pandemi dan mengelola inflasi, invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari telah menyebabkan penarikan miliaran dolar AS dari pasar utang Mesir. Alhasil, nilai pound Mesir mengalami devaluasi hingga mencapai 15 persen.
Kondisi lebih buruk juga terjadi di negara Tunisia, tempat kelahiran Arab Spring. Bank sentral telah memperingatkan bahwa mesti diambil sebuah tindakan tegas untuk mereformasi ekonomi. Namun, upaya semacam itu terhalang oleh serikat pekerja UGTT yang kuat.
Tunisia juga beralih ke IMF di tengah peringatan tentang risiko akan gagal bayar utangnya. Sementara itu, tetangganya di Maroko juga mengalami kondisi yang tidak lebih baik. Pertumbuhan negara tersebut diperkirakan akan turun menjadi 0,7 persen tahun ini, sekitar sepersepuluh dari pertumbuhan pada tahun 2021.
Bank sentral memperkirakan inflasi akan mencapai sekitar 4,7 persen, relatif moderat dibandingkan dengan sebagian wilayah Eropa, meskipun menjadi yang tertinggi sejak krisis keuangan pada 2008.