Mediatani – Pertanyaan tentang kenapa air laut bisa berwarna biru mungkin pernah terdengar dari orang di sekitar kita baik itu orang dewasa maupun anak-anak. Berbagai macam jawaban pun terlontarkan namun tidak begitu ilmiah atau bahkan sama sekali bukan jawaban yang benar.
Dari sebagian besar Samudera yang ada di dunia, warna yang ditunjukkan dari lautan tersebut memang adalah biru. Namun, warna biru tersebut menjadi sangat gelap jika laut itu lebih dalam karena semakin kurangnya pantulan cahaya yang masuk ke dasar laut.
Warna biru dari lautan itu terjadi karena air menyerap warna di bagian merah spektrum cahaya. Air itu menjadi seperti filter yang menyisakan warna di bagian biru dari spektrum cahaya.
Dilansir dari Ocean Service, selain warna biru, laut juga ternyata dapat berubah menjadi hijau, merah, atau warna lainnya tergantung dari pantulan cahaya dari sedimen dan partikel yang mengapung di air.
Dalam laman resmi NASA, kemampuan air untuk menyerap warna merah lebih kuat dibanding menyerap warna biru. Cepatnya air di laut menyerap warna merah tersebut membuatnya hanya menyisakan warna biru.
Laut mampu menyerap sebagian besar sinar matahari. Panjang gelombang merah, kuning, dan hijau sinar matahari diserap oleh molekul air yang ada di lautan. Sebagian cahaya matahari dapat dipantulkan kembali secara langsung tetapi lebih banyak yang menembus permukaan laut dan terserap oleh molekul air yang ditemuinya.
Dari sinar matahari tersebut, panjang gelombang cahaya yang berwarna merah, oranye, kuning, dan hijau telah diserap sehingga cahaya yang tersisa terdiri dari biru dan ungu dengan gelombang yang lebih pendek.
Banyak partikel yang terdapat di daerah pesisir, limpasan sungai, resuspensi pasir dan lumpur, gelombang dan badai serta sejumlah zat lainnya yang dapat mengubah warna perairan dekat pantai.
Sel yang terdapat pada fitoplankton atau alga juga mengandung zat yang dapat menyerap panjang gelombang cahaya tertentu. Dan yang paling berperan dari proses penyerapan cahaya di lautan yaitu adalah zat klorofil yang digunakan fitoplankton untuk menghasilkan karbon melalui fotosintesis.
Hal itu disebabkan karena pigmen hijau ini memiliki kemampuan istimewa yaitu hanya menyerap bagian merah dan biru dari spektrum cahaya (untuk proses fotosintesis) dan memantulkan cahaya hijau.
Pada permukaan laut yang memiliki konsentrasi fitoplankton yang tinggi akan menampakkan corak-corak warna tertentu dari biru-hijau hingga hijau, bergantung pada jenis dan kepadatan populasi fitoplankton tersebut.
Prinsipnya, semakin banyaknya fitoplankton yang terdapat di dalam air membuat warna yang ditangkap oleh indera penglihatan dari jauh akan semakin hijau dan semakin sedikit fitoplankton, warnanya menjadi semakin biru.
Para peneliti juga menemukan adanya zat terlarut lainnya di dalam air yang juga mampu menyerap cahaya karena zat ini terdiri dari karbon organic. Zat ini biasa disebut sebagai bahan organik terlarut berwarna atau disingkat CDOM (Colored Dissolved Organic Matter).
Studi yang mempelajari tentang warna laut memberikan masukan kepada para ilmuwan untuk memahami lebih banyak tentang fitoplankton dan dampaknya terhadap sistem Bumi. Meskipun kecil, namun dengan jumlahnya yang banyak itu dapat mempengaruhi sistem dalam skala yang sangat besar seperti perubahan iklim.
Namun tak dapat dipungkiri, sebagian besar oksigen yang kita hirup tidak lepas dari peran fitoplankton yang menggunakan karbon dioksida untuk fotosintesis. Semakin besar populasi fitoplankton yang ada di dunia, semakin banyak pula karbon dioksida yang diserap dari atmosfer.
Menurut para ilmuwan, dalam sebuah populasi fitoplankton tertentu, mereka dapat menggandakan jumlahnya setidaknya sekali dalam sehari. Hal itu mengartikan bahwa fitoplankton dapat merespon dengan sangat cepat suatu perubahan lingkungannya.
Berbagai kemampuan fitoplankton tersebut menjadi referensi bagi para ilmuwan dalam mempelajari dan memprediksi perubahan lingkungan. Karena fitoplankton bergantung pada sinar matahari, air, dan nutrisi untuk bertahan hidup.
Bertumbuh atau berkurangnya populasi fitoplankton dengan cepat baik itu dari segi kepadatan, distribusi, dan laju pertumbuhan merupakan indikasi atau kemungkinan terjadinya perubahan lingkungan.