Kuy! Intip Edufarming Peternakan Domba di Petungkriyono, Cocok untuk Eduwisata

  • Bagikan
eduwisata domba/via tribunjateng/ist

Mediatani – Petungkriyono adalah salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Yup,  kecamatan ini berada di wilayah pegunungan.

Selain itu juga Petungkriyono rupanya, pula dikenal dengan kawasan wisata alamnya yang indah. Pertanian di sana pun sangat subur, bahkan potensi limbah pertanian juga sangat berlimpah.

Adanya limbah pertanian ini, nyatanya menurut Camat Petungkriyono Farid Abdul Hakim bahwa pihaknya memanfaatkannya untuk dijadikan bahan pakan ternak domba jenis crossdorper, merino, texel, dan domba garut.

Farid mengatakan, ide awal berternak ialah melihat banyaknya limbah pertanian yang belum terolah dengan baik. Maka dari itu timnya lalu memanfaatkan limbah tersebut digunakan untuk pakan domba.

“Hobi saya itu peternakan, melihat limbah pertanian yang begitu banyaknya rasanya itu eman-eman. Sehingga, limbah pertanian itu saya olah dengan baik untuk digunakan pakan ternak,” kata Camat Petungkriyono Farid, melansir dari laman Tribunjateng.com, Selasa (29/6/2021).

“Oleh karena itu, saya mendirikan farm atau peternakan domba di Desa Tlogopakis. Peternakan domba ini adalah pemberdayaan masyarakat bagaimana mengolah limbah pertanian itu bisa menjadi rupiahnya yang bermanfaat,” lanjutnya.

Kecamatan Petungkriyono ini juga 80 persen warganya adalah petani-peternak . Jadi, hal itu menjadi ide buatnya untuk menjadikan edufarming atau tempat belajar mengembangkan peternakan.

Menurut Farid, di era modern seperti ini, konsep awal yang diperkuat yakni tata kelola. Di dunia peternakan ada 4 hal yang perlu dipahami yaitu manajemen tentang bakalan atau indukan, kedua itu manajemen tentang kandang, selanjutnya tentang makan dan yang terakhir adalah manajemen pemasaran.

“Empat hal itu yang satu rangkaian penting agar bisa berjalan dengan baik. Kemudian, lokasi memilih Petungkriyono karena secara filosofi petung ini adalah bambu yaitu guyub rukun.” ucapnya.

“Karena negara kita adalah negara agraris, harapannya anak-anak bisa mengenal dunia argo sehingga mereka bisa mengenal sumber daya alam yang ada di Indonesia. Kami membuka siapapun orang yang ingin belajar di tempat kami silakan, karena ilmu kalau disedekahkan bukan berkurang tapi akan lebih bertambah lagi,” sebut dia.

“Insyaallah nanti kalau pandemi Covid-19 sudah berlalu, konsep yang sudah kita siapkan ini akan kita gelar. Sehingga adik-adik khususnya di wilayah Pekalongan itu bisa belajar mengenal peternakan dan pertanian, jadi mereka nanti di masa depannya bisa menjadi enterpreneur entrepreneur yang luar biasa di dunia agro,” harapnya.

Kandang domba yang ia bikin itu diperkirakan bisa menampung 300 domba.

Farid menjelaskan, pihaknya memakai sistem peternakan modern artinya dalam pola ternak modern harus memperhatikan desain kandang, pola pemeliharaan, pemilihan pakan, kebersihan kandang hingga pemasaran produk.

“Selain menghemat anggaran, ternak modern juga tidak membuang waktu dan tenaga, tidak seperti ternak tradisional yang harus mencari rumput untuk pakan utama domba,” jelasnya.

“Untuk pakan domba, saya meracik sendiri dari bahan-bahan limbah pertanian yang ada di desa. Dari pakan tersebut mengahasilkan pakan konsentrat serta pakan fermentasi yang kandungan protein, seratnya bisa menjamin domba terjaga gizi dan kesehatannya,” paparnya.

Dari hasil ternak itu akhirnya Farid mampu menghasilkan omzet hingga ratusan juta rupiah. Dia menambahkan, dengan peningkatan pola dari tradisional ke sistem ternak modern ini, mampu memenuhi kebutuhan daging lokal sehingga mengurangi angka ketergantungan impor daging.

“Pemasaran domba itu gampang sekali, karena di jaman modern sekarang pemasaran dengan melalui sosial media sangat mudah. Omzet satu bulan dalam penjualan ini kurang lebih antara Rp 400 juta hingga Rp 600 juta. Kalau bicara berapa ekornya itu relatif karena setiap domba harganya berbeda-beda. Harga domba sendiri dari Rp 3,5 juta hingga Rp 9 juta,” tutupnya. (*)

Salurkan Donasi

  • Bagikan
Exit mobile version