Mediatani – Pemandangan lampu kerlap-kerlip yang tampak saat di malam hari itu ternyata berasal dari hamparan ladang bawang milik warga di Kecamatan Anggeraja, Kabupaten Enrekang. Lampu-lampu yang memesona itu membuat ratusan wisatawan dari berbagai daerah berdatangan untuk menikmatinya.
Karena panorama indah dari area pertanian bawang itu seperti dunia di negeri dongeng, warga setempat lantas menyebutnya sebagai “Negeri di Atas Awan”. Namun, tujuan utama dipasangnya lampu itu bukan untuk menawarkan pesona keindahan, melainkan untuk menjaga tanaman bawang dari serangan hama kupu-kupu.
Salah satu petani bawang merah di Marena, Desa Pekalobean, Pardi mengatakan penggunaan lampu-lampu pengusir hama tersebut sangat efektif untuk pertaniannya karena mampu mengurangi pengeluaran dan biaya untuk pestisida hingga 40 sampai 50 persen.
Pardi mengatakan, sebelum adanya inovasi penggunaan lampu tersebut, petani harus melakukan penyemprotan pestisida dua kali sehari yakni pada pagi dan sore hari dengan dosis yang tinggi untuk mengusir hama.
Namun, setelah menggunakan lampu tersebut, petani tak perlu lagi melakukan penyemprotan setiap hari pada tanaman bawangnya. Adapun penyemprotan itu hanya dilakukan di saat-saat tertentu saja, itupun dengan dosis yang rendah.
“Dulu khusus pestisida saja saya pernah keluarkan anggaran Rp 80 juta lebih untuk lahan seluas 1,2 hektare. Saat ini anggaran pestisida sisa Rp 47 juta saat pakai lampu. Kita sisa lakukan penyemprotan pestisida dengan dosis rendah,” kata Pardi, dilansir dari MakassarTribun, Selasa (24/11/).
Selain mengurangi biaya pestisida, penggunaan lampu juga membuat tanaman bawang lebih alami dan sehat karena mengurangi kontaminasi zat kimia dari pestisida. Kualitas bawang yang dihasilkan juga tidak seperti dulu lagi, yang rusak karena gigitan hama.
Lampu penjerat hama atau light trap yang digunakan petani bawang merah di Kecamatan Anggeraja itu terdiri dari dua warna, yaitu warna kuning dan warna ungu. Untuk yang di tengah lahan, lampu yang digunakan berwarna kuning, fungsinya untuk mengusir hama. Sedangkan lampu yang berwarna ungu ditempatkan di pinggir lahan berfungsi untuk menangkap hama.
Mekanisme kerja dari lampu penjerat hama itu cukup sederhana. Di bawah lampu tersebut diletakkan sebuah wadah berupa ember yang berisi air sabun deterjen. Semakin bersih air dan banyak deterjennya, maka akan pantulan cahaya di air akan semakin terang.
Semakin banyka cahaya yang dihasilkan akan menarik hama berkerumun dan masuk dalam ember berisi air sabun tersebut. Agar lebih efektif, hama yang terjerat di dalam ember disaring setiap harinya. Selain itu, air dalam ember juga sebaiknya diganti setiap dua hari.
Pardi mengungkapkan, untuk biaya seluruh perangkat instalasi listrik di lahan pertanian bawangnya itu menghabiskan dana sekitar Rp 15 juta sampai Rp 20 juta untuk lahan seluas 1,2 hektare.
Besaran biaya itu sudah mencakup seluruh perangkat, mulai dari biaya pemasangan, kabel, lampu ultraviolet dan biaya aliran listrik PLN. Di lahan seluas 1,2 hektare itu, jumlah lampu yang digunakan sebanyak 70 sampai 80 buah lampu.
“Dan itu kita sudah untung karena hanya satu kali pasang bisa untuk beberapa kali tanam. Kita pakai lampu ultraviolet warna ungu dan kuning. Tahun lalu saya pesan dari Pulau Jawa harganya Rp 36,500 per satu lampu,” terang Pardi.
Ia menjelaskan, sebelum menggunakan lampu itu, dengan bibit yang ditanam 1.250 Kg di lahan seluas 1,2 hektare akan menghabiskan modal hingga panen sebesar Rp 100 juta sampai Rp 120 juta.
Namun berkat inovasi penggunaan lampu itu, modal hingga panen yang dikeluarkan kini sisa Rp 90 juta sampai Rp 95 juta, tergantung dari harga bibitnya. Jika kondisi tanaman normal hingga panen, ia mengaku dapat menghasilkan 10 ton bawang merah hanya dengan waktu 56 hari.
“Yah kalau dirupiahkan bisa menghasilkan omset sekitar Rp 300 juta kalau harga bawang Rp 30 ribu per kilo, tapi kalau Rp 25 per kilo kita bisa dapat total Rp 250 juta saat panen,” tuturnya.