Mediatani – Waktu kecil, mungkin Kita pernah menyangka bahwa sosok orang yang Kita lihat berdiri ditengah sawah itu adalah pak Tani. Sehingga seringkali kita bertanya-tanya, mengapa dia ada ditengah sawah bahkan disaat cuaca sangat terik atau bahkan hujan deras.
Lalu kemudian Kita bertanya lagi dalam hati, mengapa dia tak bergerak layaknya manusia lainnya yang juga jika sudah petang harusnya dia sudah pulang.
Rupanya, sosok yang sedari kecil Kita lihat ini adalah orang-orangan sawah. Yap lambat laun Kita sudah ketahui bahwa fungsi dari orang-orangan sawah ini untuk membantu para petani untuk melindungi tanamannya dari gangguan hewan atau hama.
Berdasarkan sejarahnya, ternyata orang-orangan sawah ini telah digunakan sejak ribuan tahun lalu di masa awal peradaban manusia, lho. Awalnya, orang-orangan sawah ini digunakan oleh bangsa Mesir kuno. Mereka membuat dan memasang orang-orangan sawah pada ladang gandum yang juga berada di sepanjang Sungai Nil untuk mengusir kawanan burung puyuh.
Tidak hanya menakut-nakuti, bahkan orang-orangan sawah ini juga berfungsi sebagai perangkap burung puyuh yang bisa dijadikan bahan makanan.
Kemudian sekitar tahun 2.500 sebelum masehi (SM), para petani dari Yunani membuat orang-orangan dari kayu yang menyerupai Priapus. Priapus ini merupakan anak dari dewa Dionysus dan dewi Aphrodite, yang mereka anggap sebagai penjaga perkebunan serta hewan ternak.
Orang-orangan sawah versi Yunani ini berbentuk menyerupai orang yang satu tangannya memegang tongkat kayu sementara tangan yang satunya lagi memegang arit untuk panen yang baik.
Melihat hal tersebut, Bangsa Romawi pun ikut meniru orang-orangan sawah dari Yunani ini yaitu dewa Priapus. Tidak hanya Yunani, Jepang pun membuat orang-orangan sawah versi mereka sendiri yang disebut dengan Kakashis.
Bentukan dari kakashis ini menggunakan jas hujan sebagai pakaiannya dan topi dari jerami sebagai penutup kepala dengan tambahan busur dan anak panah supaya lebih ditakuti.
Bergeser ke Benua Eropa, Jerman pun punya orang-orangan sawah versi mereka. Bentukan orang-orangan sawah yang dibuat oleh Jerman adalah terbuat dari kayu dan dibuat hingga menyerupai seperti penyihir.
Berbeda sedikit di Inggris, di abad pertengahan para anak mendapat tugas untuk menjadi orang-orangan sawah yang tentu saja untuk mengusir burung-burung. Hingga kemudian, para anak-anak ini tidak lagi bertugas untuk menjaga sawah karena untuk menjaga sawahnya para petani menggunakan karung yang kemudian diisi dengan jerami dan dibuat hingga menyerupai manusia.
Hingga metode untuk menakuti hewan-hewan atau hama di area pertanian ini berkembang hingga menyentuh Indonesia.
Bagaimana cara Orang-Orangan ini Bisa Membantu
Seperti namanya, orang-orangan sawah ini dibuat semirip mungkin dengan tingkah manusia yang sedang berjaga di lahan pertanian. Sehingga, hal ini diharapkan agar hewan-hewan pengganggu ini menganggapnya sebagai petani lalu ketakutan hingga tidak berani datang lagi.
Meskipun kedengarannya cukup logis, tetapi rupanya ada beberapa penelitian yang mengatakan bahwa kehadiran orang-orangan sawah untuk menjaga lahan ini kurang berhasil.
Berdasarkan penelitian, kebanyakan burung utamanya gagak cukup pintar untuk tidak terkecoh karena mereka mengetahui kalau alat ini bukanlah manusia. Meskipun pada awalnya sempat takut, tetapi lama kelamaan mereka akan kembali bahkan tidak takut lagi.
Sehingga, orang-orangan sawah ini kemudian dimodifikasi lagi untuk lebih meyakinkan hewan pengganggu ini. Rupanya, membentuk wajah orang-orangan sawah yang mirip dengan manusia bisa bekerja lebih baik. Kemudian ditambahkan tali agar bisa menggerakkan orang-orangan sawah ini.
Hal lain yang bisa dilakukan untuk lebih mengecoh para hewan pengganggu adalah Kita harus memindahkan posisi orang-orangan sawah ini dan juga mengganti pakaiannya
Itulah tadi sejarah singkat serta tips untuk mengoptimalkan kerja orang-orangan sawah. Wah, jadi meskipun orang-orangan sawah sudah digunakan sejak ribuan tahun lalu, sampai sekarang masih bisa berguna untuk para petani, ya!