Mediatani – Budidaya Udang Skala Mini Empang Plastik atau disingkat Busmetik merupakan salah satu teknologi yang sudah banyak dikembangkan di berbagai daerah di Indonesia.
Pengembangan Busmetik ini sendiri dilakukan sebagi upaya untuk meningkatkan produktivitas dan efisien produk hasil perikanan, terutama udang yang makin diminati pasar domestik dan internasional.
Saat ini teknologi Busmetik dikembangkan sebagai media pembelajaran untuk mencetak peserta didik yang memiliki keterampilan dalam budidaya udang. Udang sendiri dipilih karena saat ini telah menjadi komoditas bisnis yang sangat menguntungkan.
Teknologi Busmetik ini merupakan hasil kajian empiris yang dilakukan oleh civitas akademika Sekolah Tinggi Perikanan (STP) sejak akhir tahun 2009 lalu. Teknologi ini dijadikan instrument pokok dalam pembelajaran pendidikan vokasi untuk program studi Teknologi Akuakultur di STP Serang, Banten.
Ada berbagai keuntungan yang diperoleh dari penerapan teknologi Busmetik ini, antara lain biaya murah sehingga terjangkau oleh petambak kecil dan menengah. Untuk mengolah tambak pun menjadi lebih mudah karena luasan petak menjadi lebih kecil dibandingkan tambak ekstensif/tradisional biasanya.
Teknologi Busmetik sangat cocok diterapkan untuk budidaya udang vannamei (Litopeneus vannamei) karena udang jenis ini dapat dipelihara dalam kepadatan yang tinggi, yakni di atas 100 ekor/m3.
Selain itu, dibanding udang jenis lainnya, udang vannamei memiliki kemampuan pertumbuhan yang lebih cepat, lebih tahan terhadap penyakit, dan memiliki segmen pasar yang fleksibel.
Prosedur pemeliharaan
Beberapa komponen penting yang digunakan dalam penerapan teknologi Busmetik, yakni wadah budidaya, media budidaya, biota budidaya, dan Lingkungan sekitar.
Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Pusluh) menjelaskan bahwa proses pemeliharaan udang pada teknologi Busmetik diawali dengan penyiapan petakan tambak.
Wadah budidaya dibuat dengan menggunakan dimensi yang tidak terlalu luas dan diberikan lapisan plastik jenis high density poly ethylene (HDPE) dengan ketebalan 0,5 mm. Sementara kedalaman tambak berkisar 80—100 cm.
Untuk media budidaya, harus menggunakan air yang memenuhi kriteria secara fisik, kimia, maupun biologi. Di samping itu, juga bebas dari hama dan penyakit. Benih yang akan ditebar juga harus sehat, memiliki ukuran seragam (PL 10—12) dan bebas dari penyakit.
Sementara dalam teknologi Busmetik, kondisi sekeliling tambak akan sangat berpengaruh terhadap hasil panen. Oleh sebab itu, tambak hendaknya dikelilingi tanaman mangrove.
Dimensi tambak berbentuk persegi panjang yang memiliki luas 600—1.000 m2. Penggunaan plastik pada petalan tambak akan sangat memudahkan persiapan. Tambak cukup dikeringkan selama 1 hingga 2 hari, lalu dibersihkan dan selanjutnya siap diisi air.
Kemudian dilakukan pensucihama dengan menggunakan kaporit berdosis 50—60 mg per liter. Setelah 2—3 hari, air di dalam tambak akan netral dari klorin dan sudah siap untuk diberikan bakteri probiotik jenis Bacillus.
Dilansir dari rilis Pusluh, ada dua faktor penting yang harus diperhatikan dalam pemberian probiotik jenis Bacillus. Pertama, stochastic, yaitu berkaitan dengan waktu untuk memberikan probiotik. Kedua, deterministic, yaitu dosis yang cukup agar Bacillus mampu menjalankan perannya dengan baik.
Berdasarkan pemahaman kedua, dalam teknologi Busmetik, Bacillus diberikan pada awal persiapan ketika air tambak telah netral dari klorin. Hal ini bertujuan agar Bacillus dapat mendominasi mikroorganisme pada media pemeliharaan.
Selanjutnya, pemberian Bacillus dilakukan secara berkala hingga akhir pemeliharaan untuk mempertahankan dan menjaga populasinya dalam air tambak.
Pengalaman yang dilakukan di lapangan terbukti bahwa aplikasi Bacillus dengan cara seperti ini mampu mempertahankan kualitas air tambak lebih lama sehingga kondisi udang lebih stabil dan meminimalkan pergantian air.
Terbukti, teknologi Busmetik mampu menghasilkan panen udang dengan maksimal, yaitu tiga kali panen dalam 1 tahun. Wajar saja jika pada tahun 2013, Menteri Kelautan dan Perikanan, yang waktu itu dijabat oleh Sharif C. Sutardjo. mengapresiasi teknologi Busmetik.
Sebagai contoh, pengalaman dari kelompok pembudidaya ikan Posdaya Mulyosari di Desa Sidomulyo, Ngadirejo, Pacitan, Jawa Timur, yang memiliki tambak seluas 600 m2 dengan padat tebar tinggi 250 ekor/m3, mampu menghasilkan 2.280 kg udang vannamei atau dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar 95%.
Untuk 3 kali siklus budidaya, investasi awal yang dikeluarkan yakni sebesar Rp 165 juta dan ongkos operasional Rp 67 juta, pendapatan per siklus mencapai Rp 114 juta. Jika dihitung dalam satu siklus, petambak Busmetik dapat memetik untung sebesar Rp 47 juta di luar nilai investasi.
Oleh karena itu, guna mendongkrak peningkatan produksi perikanan budidaya secara nasional, kemampuan produksi udang harus terus ditingkatkan. Di samping mengembangkan usaha budidaya, berbagai upaya akan terus dilakukan termasuk inovasi teknologi, salah satunya dengan teknologi Busmetik.