Mediatani – Baru-baru ini seorang peneliti mengungkapkan bahwa plastik berukuran mikroskopis atau mikroplastik ternyata sudah ditelan oleh ikan sejak 1950an silam. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil penelitiannya pada isi perut ikan air tawar yang diawetkan di museum.
Dikutip dari Phys, Tim Hoellein, profesor biologi di Loyola University Chicago, Amerika Serikat mengatakan bahwa kesadaran publik mengenai masalah plastik di dalam air baru muncul dalam 10 atau 15 tahun terakhir. Padahal, organisme telah terpapar sampah plastik sejak plastik pertama kali ditemukan.
Menemukan dan mengumpulkan bukti-bukti dari masa lalu memang bukan hal yang mudah. Untuk itu, Hoellein menggunakan ikan yang diawetkan di museum sebagai spesimennya dalam melakukan studi mikroplastik tersebut.
Caleb McMahan, ahli ikan di Field Museum menjadi salah satu orang yang membantu proses penelitian tersebut. Di museum tersebut, McMahan telah menjadi penanggung jawab terhadap sekitar dua juta spesimen ikan yang sebagian besar diawetkan.
“Spesimen itu lebih dari sekadar ikan mati, mereka adalah kehidupan potret kehidupan di Bumi. Kita tak akan pernah bisa kembali ke periode waktu itu,” ungkap McMahan, Jumat (30/4/2021)
Para ahli tersebut akhirnya memulai penelitian tersebut dengan menganalisa empat spesies ikan umum di museum yang masih memiliki catatan kronologis sejak tahun 1900. Pada ikan-ikan spesimen tersebut, para peneliti itu memeriksa apakah terdapat mikroplastik dalam perut mereka.
Adapun ikan-ikan yang menjadi spesimen mereka di antaranya adalah ikan bass mulut besar, ikan lele, ikan sand shiner, dan ikan gobi bulat.
Selain menggunakan sampel dari Field Museum, peneliti juga menggunakan ikan spesimen dari Illinois Natural History Survey dan University of Tennessee, Amerika Serikat.
Agar bisa memeriksa dan menemukan plastik secara menyeluruh di dalam perut ikan, peneliti harus menggunakan hidrogen peroksida untuk mendeteksinya. Sebab plastik yang tertinggal dalam tubuh ikan itu terlalu kecil untuk dilihat dengan mata telanjang.
“Terlihat seperti noda kuning dan tak akan terlihat sampai Anda meletakkannya di bawah mikroskop,” jelas Hoellein.
Berdasarkan analisis peneliti, ditemukan adanya kenaikan jumlah mikroplastik yang terdapat dalam usus ikan sejak pembuatan plastik diindustrialisasi pada 1950-an. Sementara pada spesimen yang diperiksa di tahun sebelumnya, tidak ditemukan adanya partikel plastik pada tubuh ikan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa mikroplastik yang diserap oleh ikan meningkat secara drastis seiring dengan semakin banyaknya plastik yang diproduksi.
“Kami menemukan bahwa kandungan mikroplastik di dalam perut ikan-ikan ini pada dasarnya meningkat seiring dengan tingkat produksi plastik,” jelas McMahan.
Dari hasil analisis itu juga terungkap jika mikroplastik yang terdapat di alam, sebagian besar berasal dari pakaian. Hal tersebut disebabkan karena setiap kali mencuci baju, benang-benang kecil pada pakaian akan putus dan masuk ke sumber air.
Peneliti belum bisa memberikan kesimpulan bagaimana mikroplastik memengaruhi ikan pada saat itu. Namun, jika melihat efek jangka panjang terhadap ikan, mikroplastik yang ditelan dapat menyebabkan perubahan buruk pada saluran pencernaan dan peningkatan stres pada organisme tersebut.
Para peneliti berharap hasil penelitian ini dapat menjadi sebuah peringatan tentang bahaya plastik dan data yang digunakan untuk mengubah kebijakan publik.
Peneliti juga menjelaskan pentingnya koleksi sejarah alam di museum untuk tetap dijaga dan ditambah karena sangat membantu penelitian-penelitian yang dilakukan di masa depan.
“Anda tak dapat melakukan pekerjaan seperti ini tanpa koleksi di museum. Koleksi spesimen merupakan sumber daya alam yang luar biasa untuk mengetahui kondisi dunia di masa lalu,” pungkas McMahan.